Pemprov Masih Validasi Guru Honorer

  • Bagikan
KOLAKAPOS, Makassar--Pasca pengelolaan SMA/SMK diambil alih Pemprov Sulsel, Dinas Pendidikan Sulsel selaku SKPD terkait terus melakukan pembenahan. Persoalan aset serta pengambilalihan tenaga pendidik dan kependidikan menjadi tugas utama Disdik. Setelah menyelesaikan peralihan status PNS, Disdik juga mulai berkutat dengan guru honorer. Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Irman Yasin Limpo menjelaskan, saat ini pihaknya tengah melakukan validasi tenaga honorer yang ada. Data terakhir yang diperoleh, ada sekitar 16 ribu yang tersebar di seluruh SMA/SMK di Sulawesi Selatan. Namun, dia masih mempertanyakan jumlah tersebut karena dinilai cukup banyak. “Apa iya memang jumlah honorer sebanyak itu direkrut karena memang kebutuhan sekolah? Atau diangkat hanya karena kedekatan dengan kepala sekolah misalnya, ” kata lelaki yang akrab disapa None itu. None menjelaskan, yang mengangkat guru honorer di kabupaten/kota, ada kepala dinas, kepala sekolah, dan lain-lain. Karena itu, pihaknya harus terlebih dahulu memperjelas apakah pengangkatan mereka sebagai honorer tidak melanggar Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 48 tentang Pengangkatan K1 dan K2. Dimana, setelah pengangkatan K2 tidak boleh dilakukan pengangkatan honorer lagi. “Kami hadirkan BPK dan BKN untuk ini. Kalau tidak melanggar, kami siapkan,” tegasnya. Tidak hanya itu, kata Irman, pihaknya juga akan memvalisasi apakah guru honorer ini benar-benar guru atau tidak. Apakah sudah memiliki syarat untuk menjadi seorang guru. Misalnya, latar belakang pendidikan S1, punya Akta IV, sesuai jurusan, dan apakah memiliki nomor urut guru. Ia juga telah menyiapkan Daftar Kebutuhan Guru (DKG). “Ada 16 ribu guru honorer yang datanya masuk ke kami. Itu kami akan validasi, karena kalau ternyata mereka tidak memenuhi syarat yang dimaksud, dia bukan guru. Hancur siswa kita kalau dia diajar seperti itu. Kalau memang memenuhi syarat, tidak melanggar peraturan menteri yang saya maksud dan memang dibutuhkan, sisa dikoordinasikan dengan badan keuangan apakah ada anggarannya untuk gaji mereka,” jelasnya. Mengenai nasib guru honorer, Syahrul menegaskan, tidak ada masalah sepanjang ada aturannya. Apalagi, sudah lama di dunia pemerintahan apalagi PNS, tidak dikenal lagi honorer. Karena itu, harus jelas siapa yang mengangkat guru honorer tersebut. “Ini jangan meresahkan, mari kita atur secara bertahap. Ini harus dibicarakan secara baik, aturan apa yang dipakai. Jangan karena selama ini dia dilibatkan mengajar di sekolah, kemudian dengan SK itu menganggap dirinya honorer. Tidak bisa seperti itu. Sudah bertahun-tahun honorer itu ditiadakan. Kalau ada seperti itu, mari kita validasi datanya. Dan jangan ragu kalau memang ada aturannya, karena pemerintah memang harus bisa buka lapangan kerja,” tegas Syahrul. Terpisah, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia, Muhammad Ramli Rahim menegaskan, masa depan bangsa bahkan dititipkan kepada guru-guru yang dibayar murah. Dari sekitar 3,6 juta guru di Indonesia, hanya sekitar 1,6 guru yang pegawai negeri sipil. Jutaan guru memiliki status yang tidak jelas tetapi jelas diberi upah murah. Pemerintah daerah maupun pemerintah pusat selalu menyatakan bahwa guru kita cukup. Pertanyaannya adalah, jika guru kita cukup, mengapa Kepala Sekolah harus mengangkat guru honorer sekolah?. Guru honorer sekolah, jelas Ramli, diangkat karena kekurangan guru, itu kenyataan yang tak terbantahkan. Kepala Sekolah terpaksa mengangkat guru honorer sekolah agar mampu menutup kekurangan guru dan sekolah menjadi tenang dan aman karena tak ada siswa yang tak diajar. “Status guru honorer tidak jelas, mereka tak dianggap dan mereka tak dihargai. Honor yang mereka terima dalam sebulan tak lebih tinggi dari honor buruh bangunan yang bekerja selama tiga hari, guru jelas jauh lebih rendah nilainya dibanding buruh cuci rumah tangga,” katanya. Ramli juga mendesak pemerintah harus bertanggungjawab mengangkat guru-guru dengan jalan yang benar. Seluruh guru yang masuk dalam ruang-ruang kelas adalah guru yang jelas, guru yang memiliki SK yang legal dan memenuhi syarat perundang-undangan sehingga layak mendapatkan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan,” tegasnya. (bkm/fajar)
  • Bagikan

Exit mobile version