Pembahasan RUU Pemilu Sukses jika Tinggalkan Metode Kuota Hare
KOLAKAPOS, Jakarta--Pansus RUU masih terus melakukan pembahasan terkait sejumlah materi yang belum disepakati.
Direktur Politik Dalam Negeri Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Polpum Kemendagri) Bahtiar mengatakan, rapat Pansus yang digelar Senin (5/6) lalu, membahas sejumlah hal.
Antara lain, dana saksi parpol apakah dapat dianggarkan di APBN, pengisian kekurangan jumlah anggota KPU dan Bawaslu.
“Juga pembatasan selisih suara terkait gugatan perselisihan hasil pemilu di MK, rekapitulasi suara langsung ke KPU Kabupaten/Kota atau melewati PPK, keterwakilan perempuan dalam daftar calon tetap, serta aksesabilitas penyandang disabilitas dalam pemilu,” ujar Bahtiar.
Terpisah, Tenaga Ahli Pemerintah Bidang Matematika Pemilu August Mellaz mengatakan, salah satu kunci sukses pembahasan RUU Pemilu adalah bila DPR sepakat mengganti metode konversi suara Kuota Hare yang telah lama ditinggalkan sejumlah negara di dunia, seperti Amerika Serikat dan Jerman.
“Pembahasan RUU Pemilu bisa dikatakan sukses bila DPR sepakat mengganti metode Kuota Hare yang memang sudah lama ditinggalkan oleh sejumlah negara demokrasi di dunia,” ujarnya.
Argumennya, metode konversi ini tidak memberikan jaminan keadilan dan kesetaraan perolehan suara-kursi bagi setiap partai politik (parpol).
“Belajar dari pengalaman Pemilu 2014, ada kesenjangan batas perolehan suara untuk sebuah kursi DPR yang terpaut cukup jauh antara satu parpol dengan parpol lainnya di suatu daerah pemilihan. Di sisi lain, metode Kuota Hare memunculkan paradoks penghitungan,” ujar August.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) itu mengatakan, solusi yang dapat dipilih DPR yakni mengganti metode Kuota Hare dengan metode Divisor Sainte Lague yang lebih menjamin adanya keadilan dan kesetaraan konversi suara ke kursi. (ZL/sam/jpnn)