11 CPNS Jadi Korban Penipuan

  • Bagikan
KOLAKAPOS, Bogor--Sebelas orang menjadi korban penipuan berkedok penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Pelakunya diduga oknum PNS di Dinas PSDA Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Jabar, MR (56) yang berkantor Jalan Paledang, Bogor. Dari Informasi yang didapat, kasus ini terjadi sejak tahun 2013 silam. Kepada wartawan, YD (30) salah satu korban hanya mampu menahan emosi. Meski berusaha tenang, dia tak mampu membendung kekecewaan bercampur kesal. Hanya berharap uang sebesar Rp107 juta miliknya yang begitu susah payah dikumpulkan dapat kembali utuh. "Kenapa saya berani bicara di media sekarang, karena sejak 2013 terus-terusan dijanjiin. Awalnya ada yang nawarin jadi CPNS sesuai dengan ijazah, saya dapat info soal MR, dari ED (56). ED ini sudah seperti saudara, jadi saya percaya," ujarnya. ED, menurut penuturan YD, juga seorang PNS. Yakni guru senior di salah satu SD Kecamatan Bojonggede. Sedianya, bukan hanya YD yang terkena janji-janji palsu MR, namun juga 10 orang lainnya. Setelah dijanjikan September 2013, namun dengan berbagai alasan urung, diundur hingga April 2014. "Uang pertama kali disetor tanggal 12 September tahun 2013, langsung di rumah pelaku di Depok ngasih Rp75 juta. Enggak terbersit rasa curiga. Sampai di sana, (rumah MR, red), katanya butuh lagi Rp25 juta, tiga hari kemudian saya balik lagi dan kasih uang itu," kata dia. Dijelaskan YD, per September 2013 mereka yang dijanjikan menjadi PNS ternyata gagal, begitu pun di April 2014. MR masih saja berdalih dengan berbagai alasan. Bahkan ia lagi-lagi meminta uang Rp1 juta. Alasannya untuk biaya penempatan YD nantinya. Sementara 10 orang lainnya, sambung YD, rata-rata juga menyetor uang lebih dari Rp100 juta. "Ternyata diundur lagi sampai April 2015, alasannya katanya persiapan ID Card, dan ada moment pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden," imbuhnya. Ternyata janji hanya sekadar janji, impian mereka menjadi abdi negara tak terwujud. Malah, mereka kembali dijanjikan Maret 2016. Kata MR pasti kali ini langsung masuk, dengan syarat menyetorkan uang lagi untuk biaya akomodasi dan transportasi, sesuai pendidikan terakhir. "Karena saya S1, jadi masukin lagi uang Rp6 juta," tuturnya. Sedianya, YD sudah menaruh curiga ada ketidak beresan pada MR sejak 2015, namun tak begitu ia hiraukan. Sebab, ia selalu kembali ditenangkan oleh ED temannya yang sudah dia anggap seperti keluarga. "Setelah tahun 2016 itu enggak ada lagi yang percaya, minta uang kembali. Tapi sama MR malah diminta untuk membuat surat pernyataan pengunduran diri kalau mau uang kembali, jangka waktunya 6 bulan. Saya bingung, mau buat surat pengunduran diri kayak gimana, kerja juga belum," jelasnya. Sementara, ED yang selama ini kerap menjadi orang ketiga, sekaligus sumber informasi tentang MR kepada YD, juga menghilang entah kemana. Sebelum mengambil jalur hukum, YD dan keluarganya ingin lebih dahulu menggunakan cara kekelurgaan namun hingga kini tak kunjung menemukan titik temu. "Dari Maret 2016 itu, diundur lagi jadi 10 April 2017, tapi hingga kini enggak ada realisasinya. Nah masalahnya, karena kepercayaan dari ED dan dia yang selalu menenangkan, tiap setor uang enggak ada kwitansinya," ungkapnya. YD mengaku sudah beberapa kali menyambangi rumah MR, di bilangan Depok namun MR selalu berkelit dan malah mempermasalahkan surat pernyataan pengunduran diri yang tak kunjung dibuat oleh YD. "Kalau memang enggak ketemu titik temu, akan dibawa ke jalur hukum. Saya dijanjikan CPNS di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan. Pada intinya proses kekeluargaan dulu, tapi MR terkesan seperti menantang, dan enggak merasa bersalah. Sampai bersumpah demi Allah enggak memakan uang itu, kalau ditotal uang yang berhasil dikumpulkan MR, Rp1,2 miliar hingga Rp1,3 miliar," tandasnya. Sementara itu, ketika coba dikonfirmasi kepada MR di kantornya, dia tidak ada di tempat. Begitupun dengan nomor kontak yang diberikan tidak bisa dihubungi. Terpisah, Kepala Biro Hukum Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ( PAN-RB), Herman Suryatman mengaku prihatin atas kejadian itu. Menurut dia, korban seharusnya melaporkan kasus ini ke kepolisian. "Kami selalu menyampaikan bahwa sampai saat ini pemerintah belum berencana membuka rekrutmen CPNS baru," tandasnya. (jpnn)
  • Bagikan