Alasan Sakit, Sidang Dugaan Korupsi BSBBR Kolut Kembali Ditunda

  • Bagikan
KOLAKAPOS, Kendari--Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) kelas IIA Kendari, kembali menunda jalannya sidang kasus dugaan korupsi program Bantuan Stimulan Bahan Bangunan Rumah (BSBBR) 2016 di desa Latawaro, kecamatan Lambai, Kolaka Utara (Kolut). Penundaan tersebut dilakukan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Irmawati Abidin, lantaran terdakwa Titin Salama, selaku kontraktor penyedia bahan bangunan rumah atau penyedia barang dalam program yang dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Sultra itu, berhalangan hadir dengan alasan sakit. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kolut Arief Fulloh mengatakan, jika berdasarkan surat dari Dokter Rumah Tahanan (Rutan) kelas IIA Kendari, yang melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa mengungkapkan saat ini terdakwa sedang mengalami sakit di bagian saluran kencing. "Katanya infeksi saluran kecing, sehingga sidang tidak dapat dilakukan dengan agenda pemeriksaan saksi," jelasnya. Meski demikian, lanjut Arief, pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan pihak Rutan Kendari, untuk dapat menghadirkan terdakwa dalam sidang. Namun dokter dari Rutan Kendari mengaku jika terdakwa tidak bisa duduk terlalu lama. Menanggapi hal tersebut, majelis hakim Irmawati Abidin, meminta kepada jaksa untuk kembali melakukan koordinasi dengan pihak Rutan terkait langkah tindakan medis yang akan diberikan terhadap terdakwa. "Jadi kita tunggu permohonan baru penasehat hukumnya dan jaksanya, kalau memang dokter di Rutan tidak sanggup menangani, kita bantu untuk pergi ke dokter ahli. Tapi syaratnya setelah berobat itu sorenya sudah harus kembali ke Rutan," ujarnya. Untuk diketahui, BSBBR merupakan program dari Kementrian Sosial (Kemsos) tahun lalu dengan anggaran Rp1,3 miliar yang diperuntukan bagi 63 orang kepala keluarga (KK) sebagai penerima bantuan. Titin Salama ditetapkan sebagai tersangka, lantaran diduga melakukan pengurangan dari kuantitas dan kualitas bahan, sehingga terjadi kekuarangan volume dan kualitas yang tidak sesuai kontrak. "Namun dugaan kami kayu yang digunakan tidak sesuai spesifikasi sebagaimana kelas dua, disamping itu juga tidak sesuai dengan volume yang diterapkan disitu juga ada kerugian negara senilai Rp370 juta," ungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kolut, Arief Fulloh. (p2/b)
  • Bagikan

Exit mobile version