Ditjen Pajak Intip Data Kartu Kredit, BCA Tunggu Komplain
KOLAKAPOS, Jakarta -- Kementerian Keuangan sudah mewajibkan penerbit kartu kredit melaporkan data kartu kredit dengan nominal transaksi minimal Rp 1 miliar dalam setahun.
Meski begitu, perbankan tidak ingin berspekulasi mengenai kebijakan baru tersebut.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, pihaknya masih meminta pendapat dari konsumen terkait dengan pembukaan data itu.
”Ini belum dapat masukan dari nasabah. Kalau sudah ada komplain dari nasabah, baru kami bisa komentar,” kata Jahja.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Suprajarto menuturkan, pada prinsipnya, perbankan harus patuh pada aturan pemerintah.
Namun, jika masih ada ruang untuk perubahan kembali, dia mendukung.
Sebelumnya pun pemerintah sempat mewacakan hal serupa tahun lalu, tapi ditunda.
”Mudah-mudahan pemerintah bisa memikirkan kembali untuk tidak menerapkan dalam waktu dekat,” ujar Suprajarto.
Dalam aturan Kemenkeu, ada 23 penyelenggara jasa kartu kredit yang wajib menyetor data transaksinya kepada pemerintah.
Ke-23 institusi meliputi 22 bank dan satu perusahaan kredit konsumer, yakni PT AEON Credit Services.
Data tersebut maksimal disetor perbankan kepada pemerintah pada April 2019.
Tahun lalu, nilai transaksi kartu kredit mencapai Rp 297,76 triliun atau naik 5,97 persen dari 2016.
Angka tersebut diharapkan tidak tumbuh melambat karena keterbukaan data dari perbankan mengenai kartu kredit.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Erwin Rijanto mengungkapkan, saat ini ada banyak pilihan untuk melakukan transaksi nontunai.
Meski transaksi tidak berupa utang, masyarakat bisa memilih, apakah tetap ingin bertransaksi dengan kartu kredit, debit, atau uang elektronik.
Menurut Erwin, pembukaan data kartu kredit itu tidak akan menurunkan jumlah dan nilai transaksi kartu kredit.
”Efeknya tidak akan terlalu besar,” ujar Erwin. (jpnn)