Pengrusakan Hutan Mangrove di Kawasan Kayu Angin Dikecam

  • Bagikan
KOLAKAPOS, Kolaka--Ada-ada saja yang dilakukan para oknum untuk meraup pundi-pundi rupiah. Hingga mengesampingkan konsekuensi hukum yang akan dihadapi. Pengrusakan hutan mangrove di obyek wisata Kayu Angin misalnya. Obyek wisata yang seharusnya dilestarikan, justru dirusak. Kasus tersebut membuat ketua komunitas Pelestari Laut dan Pantai (Pelapa) Kolaka, Muh. Darmansyah, angkat bicara. Dia sangat mengecam pengrusakan hutan mangrove dalam kawasan wisata yang berada di desa Liku, kecamatan Samaturu, kabupaten Kolaka itu, untuk dijadikan empang. Pasalnya, tindakan itu telah nyata dari perbuatan melawan hukum, terutama undang-undang (UU) No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Hidup. Dalam UU itu juga, telah dijelaskan tentang larangan dan sanksi pidana bagi setiap orang yang mengerjakan, mengusahakan, membawa alat-alat berat, menduduki, merambah, menebang dan merusak kawasan hutan, termasuk hutan bakau dengan ancaman hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun. "Secara sederhana dalam kasus ini ada dua dugaan bentuk tindak pidana yakni tentang pengrusakan, pendudukan hutan mangrove yang diduga secara tidak sah, termasuk yang membuat atau menggunakan surat (otentik) palsu, sesuai pasal 263 dan pasal 264 KUHP," kata Anang, sapaan akrab Muh. Darmansyah, Rabu (21/2). Anang berharap, aparat hukum serius menindaklanjuti dugaan sejumlah bentuk tindak pidana pengrusakan hutan mangrove, tanpa melihat siapapun pihak yang terlibat dibalik kenyataan tersebut. "Pengrusakan hutan mangrove itu tidak saja berdampak pada kondisi ekologi atau daya dukung lingkungan, tetapi lebih jauh lagi dengan kondisi sosial masyarakat pada saat ini, serta dikemudian hari nantinya. Apalagi lokasi (hutan mangrove, red) yang digarap ini masuk kawasan wisata, yang tentunya harus dijaga oleh semua elemen," imbuhnya. Namun, Anang sangat menyayangkan hingga saat ini belum ada tindakan dari pihak yang berwenang, baik pemerintah maupun penegak hukum untuk menyikapi hal ini. "Dari pantauan saya di lokasi, sangat terbukti dan terlihat jelas kalau pengrusakan mangrove sudah parah di lokasi wisata Kayu Angin. Butuh waktu lama untuk bakau bisa tumbuh dan besar. Ini sudah tumbuh bagus justru dirusak," cetusnya. Anang menambahkan, berdasarkan informasi dari warga, mangrove yang ada di lokasi yang dijadikan empang itu, sengaja ditanam agar menunjang obyek wisata di Kayu Angin. "Ironisnya, disaat pemerintah pusat sangat konsen untuk perlindungan hutan mangrove, dengan menerbitkan beberapa kebijakannya dan bahkan ditingkat masyarakat berupaya untuk merehabilitasi dan menjaga hutan mangrove agar tetap terjaga, tetapi dilain pihak beberapa oknum dan pengusaha justru melakukan pengrusakan," jelasnya. Menurutnya, perlu juga tindakan tegas pemerintah untuk menyikapi hal ini jangan terus dilakukan pembiaran, agar hutan mangrove yang menjadi tumpuan benteng kehidupan masyarakat pesisir hidupnya tidak terancam. Kalau kondisi ini tidak segera diatasi dan disikapi serius, maka akan semakin banyak mangrove yang rusak. "Pemerintah sebagai pemangku dan penanggung jawab wilayah harus bertindak, tidak sekedar "melongo", mengunggu laporan dan kritikan pedas dari para aktivis lingkungan, termasuk para jurnalis yang konsen pada kondisi mangrove," tutupnya. (wir)
  • Bagikan

Exit mobile version