Modus Ulah Jaringan Togiman alias Toge

  • Bagikan
KOLAKAPOS, Jakarta--Lagi-lagi soal ulah Togiman alias Toge. Badan Narkotika Nasional (BNN) berhasil membongkar transaksi uang sebesar Rp 6,4 triliun hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) jaringan bandar narkoba yang sudah mendapatkan dua kali vonis mati itu. Sebanyak tiga orang berhasil diamankan dalam kasus tersebut. Ketiganya yakni Devi Yuliana, Hendi Rumli, dan Fredi Herunusa Putra. Deputi Pemberantasan BNN Irjenpol Arman Depari mengatakan, pengungkapan perkara TPPU Narkotika tersebut dilakukan pihaknya berawal dari informasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2017 lalu akan adanya transaksi uang dalam jumlah besar yakni Rp 6,4 triliun yang mencurigakan hingga langsung dilakukan penyelidikan. "Setelah melakukan penyelidikan kurang lebih selama satu tahun, dan berkat kerja sama yang baik dari beberapa instansi diantaranya Perbankan, OJK, dan Bareskrim Polri akhirnya berhasil membongkar transaksi uang dalam jumlah besar yang mencurigakan tersebut pada 14 Februari 2018," jelasnya saat gelar press release di Kantor BNN Cakung, Jakarta Timur, Rabu siang (28/2). Dari pembongkaran kasus transaksi uang dalam jumlah besar tersebut, pihaknya pun berhasil mengamankan tiga orang tersangka. Ketiganya yakni Devi Yuliana, Hendi Rumli, dan Fredi Herunusa Putra. Dan setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, diketahui ketiganya merupakan jaringan dari bandar narkoba Togiman, Haryanto Candra dkk yang bertugas sebagai pengelola keuangan hasil kejahatannya dalam bisnis narkoba. "Jadi transaksi uang dalam jumlah besar tersebut merupakan uang hasil TPPU Narkotika jaringan narkoba bandar Togiman, Haryanto Candra dkk. Dan itu bisa dibuktikan dengan penelusuran aset dan aliran keuangan. Bahkan, jaringan ini juga ada keterkaitannya dengan bandar almarhum Fredi Budiman," terangnya. Untuk modus yang dilakukan para tersangka dalam perkara TPPU Narkotika tersebut, yakni dengan sengaja mendirikan beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa importir termasuk juga money changer. Setidaknya ada enam perusahaan yang sengaja didirikan. Keenamnya yakni PT. Prima Sakti, PT. Dikjaya, PT. Grafika Utama, PT. Hoki Cemerlang, dan PT. Devi dan Rekan Sejahtera. "Jadi para tersangka ini kemudian pura-pura mengimpor sejumlah barang dari luar negeri. Dan untuk membayar barang impor tersebut, kemudian tentunya harus ada invoice atau dokumen pembayaran. Karena mereka ini aslinya tidak melakukan impor barang, otomatis juga tidak memiliki invoice. Tetapi kemudian mereka memalsukannya," ungkapnya. Setelah memiliki invoice palsu, para tersangka pun kemudian langsung ke bank untuk melakukan pembayaran terhadap pembelian sejumlah barang impor fiktif tersebut dengan sejumlah uang yang nominalnya bervariasi atau sesuai dengan jumlah yang telah sengaja ditentukan sendiri oleh para tersangka. Menurutnya, pembayaran tersebut dilakukan dengan jumlah paling sedikit Rp 1 miliar. "Karena memiliki invoice itu, tentu bank akan menerima saat tersangka akan melakukan pembayaran. Namun, pembayaran itu ditujukan ke nomor rekening bank luar negeri milik para tersangka yang sengaja dibuat melalui para pegawainya ketika diajak jalan-jalan ke luar negeri. Jadi para pegawainya itu diberi bonus jalan-jalan ke luar negeri, dan saat itu mereka juga disuruh buka rekening bank luar negeri. Nanti kemudian dikumpulkan jadi satu ," ucapnya. Berdasarkan data yang diperoleh, beberapa uang hasil perkara TPPU Narkotika tersebut ditransfer ke beberapa bank luar negeri diantaranya yakni di Jepang, China, India, Jerman dan Australia. Selama 2014 - 2016, tercatat salah satu perusahaan tersebut telah mengirimkan uang ke luar negeri hingga Rp 6,4 triliun dengan 2.136 invoice fiktif. "Dari tangan ketiga tersangka, berhasil diamankan beberapa barang bukti diantaranya 3 unit apartemen, 6 ruko, 1 rumah, 3 mobil, 2 toko, sebidang tanah, dan uang tunai sebesar Rp 1,65 miliar dengan perkiraan sementara total aset sebesar Rp 65,9 miliar. Dan karena ini lintas negara, maka akan kita telusuri ke sana," bebernya. Diakui Arman Depari, pihaknya tidak mudah mengungkap kasus perkara TPPU Narkotika ini. Bahkan, pihaknya memerlukan waktu yang lumayan cukup lama yakni hampir satu tahun. Menurutnya, hal tersebut dikarenakan banyak kendala yang dihadapi diantaranya pengecekan aset dan tersangka yang memiliki banyak identitas sehingga sulit untuk dideteksi. "TPPU merupakan salah satu kegiatan utama dalam pemberantasan narkoba. Karena tujuan utama dari bisnis narkoba adalah uang. Karena itu kita tidak hanya fokus mengikuti barang bukti narkoba dan pelakunya saja tapi juga ikuti aliran uangnya. Karena kalau uang disita, diharapkan para pelaku tindak bisa beroperasi lagi, tidak bisa memengaruhi hukum termasuk petugas," pungkasnya. Arman Depari juga menambahkan, berdasarkan catatannya yang dimilikinya jika dua orang tersangka yakni Devi Yuliana dan seorang rekannya tersebut pernah diamankan Bareskrim Polri dan Polda dalam kasus perjudian online. Sehingga pihaknya pun akan kembali melakukan pengembangan untuk mengetahui adakah keterkaitan sindikat antara judi online dan narkoba. Dan hal tersebut pun juga dibenarkan oleh petugas perwakilan Bareskrim Mabes Polri yang hadir dalam pres release tersebut. Menurutnya, tersangka Devi Yuliana dan rekannya pernah diamankan pihaknya pada 2016 lalu dalam perkara judi online. "Polanya sama yang dilakukan dengan kasus perkara TPPU Narkotika ini. Saat itu dia juga melibatkan beberapa perusahaannya yang sama-sama dengan perkara ini," katanya. Sementara itu, Kepala PPATK mengatakan, jika tugas utama PPATK adalah mencegah terjadinya TPPU. Oleh karena itu, pihaknya pun akan membantu penegakan hukum dengan memberikan hasil analisisnya. Menurutnya, pihaknya sudah dua kali memberikan informasi kepada BNN dan semua sudah direspon baik hingga membuahkan hasil. "Kami sudah dua kali memberikan informasi. Pertama itu sebesar Rp 3,7 triliun dan yang kedua ini, Rp 6,4 triliun. Dan semua direspon hingga membuahkan hasil. Tentu, ini akan membuat kami akan lebih semangat lagi untuk terus berkerja. Dan untuk diketahui jika di TPPU ada 26 tindak pidana yang sangat paling terjadi yakni dari tindak pidana korupsi, narkotika, dan perpajakan," katanya. (jpnn)
  • Bagikan

Exit mobile version