Komisi V DPR : Kenaikan Tarif Tol JORR Langgar Aturan
KOLAKAPOS, Jakarta--Pimpinan Komisi V DPR RI meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membatalkan rencana pengintegrasian tarif tol JORR karena dinilai berpotensi melanggar UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Untuk itu, Komisi V meminta Kementerian PUPR membatalkan kenaikan tersebut.
“Pengintegrasian tarif tol JORR ini berpotensi melanggar pasal 48 UU Jalan. Ada indikasi kenaikan tarif terselubung dalam kebijakan ini khususnya untuk pengguna tol jarak pendek. Dan kenaikan itu sangat signifikan yaitu 57 persen dari tarif awal Rp 9.500 menjadi Rp 15.000. Padahal, jika mengacu UU, dengan inflasi hanya 3 persen per tahun maka kenaikan masksimal hanya 6 persen,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo.
Selain laju inflasi, tarif tol juga dihitung berdasarkan kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan, dan kelayakan investasi. Dan bila mengacu pada daya beli masyarakat, pada kuartal I 2018, proporsi pendapatan masyarakat yang dibelanjakan menurun menjadi 64,1 persen.
“Daya beli lemah, artinya kemampuan bayar pengguna jalan juga mengalami penurunan. Tapi kenapa di saat seperti ini pemerintah justru mengambil kebijakan mengintegrasikan tarif tol yang akan membebani pengguna tol,” kata Sigit.
Menurut Sigit, sebaiknya pemerintah sebagai regulator fokus untuk mengingatkan dan mengawasi pengelolaan jalan tol oleh operator agar memenuhi SPM. Apalagi, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendapati banyak persoalan dalam pengelolaan tol mulai dari SPM yang tidak dipenuhi hingga penetapan tarif yang membebani masyarakat.
“Hasil evaluasi BPK atas pengelolaan beberapa ruas tol di Jawa dari tahun 2014-2016 menemukan 6 (enam) masalah pokok yang dapat mengganggu pengelolaan operasional jalan tol pada Kementerian PUPR, BPJT dan BUJT berkaitan dengan kelancaran lalu lintas dan kebijakan tarif tol. Seharusnya ini dibenahi dulu, baru buat aturan baru soal tarif,” kata Sigit.
Berdasarkan laporan BPK, 6 masalah pengelolaan tol tersebut di antaranya meliputi proses penilaian pemenuhan SPM belum memadai dan terdapat beberapa jalan tol yang tidak memenuhi standar pada aspek kelancaran lalu lintas, kebijakan penerapan integrasi sistem pembayaran pada jalan tol Trans Jawa dalam menghadapi lalu lintas lebaran Tahun 2016 tidak didukung kajian/rencana antisipasi yang memadai atas dampaknya.
Menurut Sigit, kenaikan tarif tol belum mempertimbangkan pemenuhan pelayanan atas kelancaran lalu lintas dan kondisi daya beli masyarakat serta terdapat kenaikan yang melebihi kenaikan laju inflasi.(jpnn)