KOLAKAPOS, Balikpapan -- Harga rumah bersubsidi bagi MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) melalui skema dana FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) 2019 diproyeksi naik. Namun sejauh ini harga yang ditawarkan masih mengacu tahun lalu.
Ketua Real Estate Indonesia (REI) Balikpapan Edy Djuwadi mengaku telah mengusulkan kenaikan harga. "Untuk zona Kaltim usulan kami Rp 150 jutaan. Kalau full finishing Rp 170 jutaan," ujarnya. Kenaikan tersebut dilatarbelakangi meningkatnya harga sejumlah komponen produksi. Di antaranya bahan material seperti besi, atap, dan kayu. Kenaikannya berkisar 10 persen sejak pertengahan tahun lalu.
Sementara itu, Edy menuturkan rumah full finishing yang ditawarkan memungkinkan pengguna langsung dapat menempati hunian tanpa mengeluarkan biaya tambahan. Sebab selama ini, konsumen yang ingin menempati kerap merogoh kocek tambahan untuk finishing. "Dengan adanya kenaikan tersebut, tambahan biaya sudah termasuk dalam KPR," ujarnya.
Ia membeberkan, rata-rata biaya tambahan yang dikeluarkan konsumen untuk mencapai hunian full finishing berkisar Rp 20 jutaan. Itu juga yang membuatnya optimistis, kenaikan tersebut tidak akan memberatkan. Sebaliknya, menguntungkan konsumen. Terlebih sejak dua tahun terakhir, permintaan hunian bersubsidi semakin menanjak.
Diterangkan, sepanjang 2018, REI Balikpapan berhasil membangun sebanyak 5 ribu hunian berasal dari delapan pengembang. Tahun ini, ditargetkan dapat membangun dalam jumlah yang sama.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Asosiasi Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Kaltim Sunarti mengatakan, usulan Apersi harga rumah naik menjadi Rp 153 juta. Tapi belum tahu berapa harga yang akan ditetapkan. “Sampai sekarang kami juga masih menunggu ketentuan yang baru," katanya.
Senada, usulan tersebut menyesuaikan naiknya sejumlah komponen produksi. Seperti material yang sudah naik 20 persen sejak April 2018 lalu. Itu artinya, sebelum pemerintah menetapkan kenaikan harga, konsumen tetap memperoleh ketentuan harga yang berlaku tahun 2018, yakni Rp 142 juta.
Ya, sejak program satu juta rumah murah bergulir 2015 lalu, harga rumah bersubsidi mengalami penyesuaian setiap tahun. Dengan kenaikan 4 persen hingga 5 persen. Pada 2015, harga rumah bersubsidi zona Kaltim dipatok Rp 121 juta dengan bunga kredit 5 persen.
Selanjutnya 2016, harga rumah bersubsidi naik menjadi Rp 128 juta, kemudian 2017 naik menjadi Rp 135 juta dan Rp 142 juta periode 2018. Adanya kenaikan harga diharapkan memacu semangat pengembang membangun hunian. Apalagi, harga tanah dan material meningkat tiap tahunnya.
Disebutkan, sepanjang 2018, realisasi pembangunan rumah bagi MBR oleh Apresi DPD Kaltim sebanyak 16 ribu dari 38 ribu yang ditargetkan. Dikembangkan oleh 71 anggota. Pembangunan hunian terbanyak tersebar di Berau, Paser, Samarinda kemudian Balikpapan.
Dijelaskan, lambannya pembangunan terkendala sejumlah faktor. Di antaranya perizinan pembukaan lahan membangun perumahan. "Karena tata ruang belum mendukung pengembangan perumahan," ungkapnya.
Tantangan berikutnya, yakni rendahnya tingkat hunian konsumen yang telah memperoleh fasilitas KPR. Padahal Peraturan Menteri PUPR Nomor 20/PRT/M/2014 menyatakan apabila rumah FLPP tidak ditempati, maka fasilitas bunga murah hasil subsidi pemerintah akan dicabut.
Akibat minimnya fasilitas tersebut, tidak sedikit masyarakat yang menunda membeli rumah. Kondisi itu sontak memengaruhi animo pengembang membangun hunian. Kendati demikian, pihaknya bertekad untuk mengejar pembangunan unit. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 50 ribu unit pembangunan hunian yang ditargetkan pada 2019 ini. Laju peningkatan tersebut lantaran proyek pembangunannya menyebar ke tiap-tiap daerah. (jpnn)