Warga dan LSM Soroti Kinerja DPRD dan Polisi
KOLAKAPOS, Unaaha -- Sepuluh tahun terakhir aktivitas penambangan pasir di sepanjang sungai Konaweha, khususnya di kecamatan Sampara, Bondoala dan Morosi, semakin merajalela. Sedikitnya terdapat puluhan perusahaan penambang pasir yang menggunakan alat mesin pompa penyedot beroperasi di desa Besu, kecamatan Morosi.
"Sudah beberapa kali kami atas nama warga Morosi, datang ke kantor DPRD Konawe guna menyampaikan masalah maraknya aktivitas penambangan pasir secara liar di wilayah kami, namun belum ada respon sama sekali," ujar salah satu warga Besu, Ansar.
Ia mengatakan, Selain para penambang diduga tidak mengantongi izin penambangan, juga dipastikan dampak negatif akan timbul akibat penambangan secara membabi buta. Keresahan warga sudah terbukti tahun ini, dimana hampir seluruh wilayah Morosi terendam banjir akibat meluapnya sungai Konaweha.
Ia mendesak agar DPRD Konawe turun langsung melihat kondisi masyarakat di lapangan. "Jangan cuma sibuk mengurus urusan proyek atau bisnis pribadi, sebab beberapa kali kami datang ke DPRD untuk bertemu khususnya komisi II yang membidangi masalah tambang, tetapi selalu kecewa tidak satupun anggota dewan yang hadir di kantor semua lagi ke luar daerah," kata Ansar.
Yang sering kami temui di kantor dewan cuma satu dua orang pegawai staf DPRD yang sepertinya sudah dididik dan dilatih untuk berkata “Pak ketua dan wakil ketua lagi ke luar daerah” Inilah kata-kata yang kami dapatkan setiap kali datang ke DPRD konawe.
Sementara itu, Direktur LSM Simpul Masyarakat Anti Korupsi dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SIMAKLAH), Imran Lesu kepada Kolaka Pos mengatakan, jika pihaknya telah beberapa kali mengawal aksi demonstran warga asal kecamatan Morosi dan Bondoala. Atas nama lembaga juga selaku warga masyarakat Konawe tentu prihatin melihat dampak ancaman kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat rusaknya permukaan bumi di Konawe.
Sebab menurutnya, tidak hanya kawasan hutan yang rusak akibat dieksploitasi secara membabi buta tetapi aliran sungai rusak dan hancur akibat terjadinya penambangan pasir menggunakan alat berat pada pinggiran sungai Konaweha. Kemudian menggunakan mesin penyedot pompa di dalam sungai.
"Kami terakhir datang ke DPRD Konawe hari Rabu 17 Juli 2019, guna menyampaikan aspirasi kekhawatiran masyarakat agar pihak DPRD menggunakan fungsinya, namun beberapa poin penting yang akan kami suarakan ternyata gagal, karena tak satupun anggota DPRD Konawe yang hadir kala itu. Juga ketika kami hendak menyampaikan aspirasi kami ke hadapan Bupati Konawe dan wakil Bupati Konawe, kedua pejabat tinggi di Konawe tidak hadir, lagi ke luar daerah kata petugas penjaga pintu kantor Bupati Konawe. Untuk itu, atas nama warga masyarakat Konawe saya berjanji untuk menggelar aksi serupa dengan jumlah massa yang lebih besar pula," tegasnya.
Selain menyoroti kinerja DPRD, pihaknya juga menyoroti tugas penegak hukum yang seolah-olah tidak memihak kepada masyarakat.
"Kami minta kepada kepolisian untuk menindak pelaku pengrusakan lingkungan tanpa memandang bulu, jangan cuma penambang miskin atau warga kurang mampu yang diproses lalu ditutup usahanya, sementara bagi orang yang berduit dibiarkan beroperasi semaunya. Juga pemerintah daerah melalui badan lingkungan hidup harus menerapkan fungsinya bersama badan perizinan daerah. Tidak boleh tinggal diam karena itu aset daerah, kalau toh harus membuka usaha penambangan sekiranya harus memiliki izin resmi dan melalui kajian dampak lingkungan, kemudian mematuhi aturan dan larangan yang ada," kata Imran Lesu. (k11/c)