KPU Diminta Perhatikan Tiga Hal dalam Pembentukan Badan Ad Hoc

  • Bagikan
Sutamin Rembasa

KOLAKAPOS, Andoolo -- Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Konsel agar beberapa hal dalam pembentukan badan ad hoc tentang pembentukan dan tata kerja Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada penyelenggaraan Pilkada Konsel tahun ini.

Ketua JaDI Konsel, Sutamin Rembasa menyebut setidaknya ada tiga hal yang harus menjadi perhatian dalam pembentukan badan ad hoc, yakni profesional, kredibel dan bertanggungjawab. Menurutnya, ketiga hal itu berkaitan dengan rekrutmen, pembekalan dan kontrol. Dalam proses rekrutmen badan ad hoc dilakukan secara berjenjang dengan melibatkan masyarakat (civil sociaty).

"Salah satu persoalan mendasar adalah terkait kerja-kerja penyelenggara Pilkada ad hoc di lapangan, mulai dari PPK di tingkat kecamatan, PPS di tingkat desa atau kelurahan, serta KPPS di tingkat tempat pemungutan suara," jelasnya.

Sementara itu untuk lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), penyelenggara mulai dari Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam), Pengawas Lapangan (PL) hingga pengawas di tingkat TPS. "Untuk rekrutmen PPK, PPS dan KPPS, harus selalu berkonsultasi satu tingkat di atasnya, meminta pendapat, saran dan petunjuk. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, PPS dan KPPS tidak ada lagi ketentuan diusulkan oleh kepala desa atau lurah. Ini jadi modal untuk menjaga independensi," terangnya.

Lebih jauh eks komisioner KPU Konsel periode 2013-2018 itu mengatakan, penyelenggara harus benar-benar menjaga integritas dan kemandirian, serta menjaga marwah lembaga. Sebab hal ini berdampak pada kepercayaan publik.

"Pembekalan atau peningkatan kapasitas kelembagaan maupun anggota PPK, PPS dan KPPS, saya berharap agar KPU Konsel terus berupaya memutakhirkan sosialisasi kepada para anggota PPK, PPS maupun KPPS. Hal ini karena aturan Pilkada yang berubah dari waktu ke waktu. Namun kita akui, bagi penyelenggara ad hoc yang telah bertugas sebelumnya, sosialisasi dan bimbingan teknis ini tak dianggap penting. Mereka menilai bimbingan teknis yang dilakukan sama dengan bimbingan teknis sebelumnya," ungkapnya.

Ditambahkannya, jika ada sikap begini yang menggampangkan atau meremehkan hal yang baru, penyesuaian hal yang baru akan jadi problem. Contohnya, isu-isu yang mencuat mengenai surat suara kurang di TPS, Pemilih yang mencoblos di dua TPS, pelayanan kepada pemilih yang memiliki e-KTP namun tidak terdaftar di DPT. Hal-hal tersebut kata dia, tidak akan terjadi jika anggota KPPS mengikuti bimbingan teknis secara tuntas.

"Pemahaman penyelenggara pemilu jadi catatan utama, penyegaran dan pembekalan jadi penting karena ada perubahan-perubahan regulasi. Sementara terkait masalah kontrol, terdapat berbagai instrumen untuk mengawasi dan mengontrol kinerja KPU, PPK, PPS hingga KPPS. Selain masyarakat dan LSM, pemantau Pemilu, pengawasan juga dilakukan Bawaslu Konsel sesuai tingkatannya," pungkas Sutamin. (k5)

  • Bagikan