Tak Hadiri RDP, DPRD Kolaka akan Panggil Lagi Adira

  • Bagikan
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin Ketua DRPD Kolaka, Sainal Amrin, di ruang rapat paripurna DPRD Kolaka pada Kamis (14/5). FOTO: Kaulia Ode/ Kolaka Pos

Terkait Pungutan Biaya Relaksasi Rp1,7 Juta

KOLAKAPOS, Kolaka -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kolaka, Sulawesi Tenggara, berencana akan memanggil kembali Pimpinan PT Adira Finance terkait pungutan biaya relaksasi (keringanan) kredit hingga Rp1,7 juta yang dianggap membebani nasabahnya. Panggilan ini merupakan yang kedua, setelah Adira tidak menghadiri undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin ketua DRPD Kolaka, Sainal Amrin, di ruang rapat paripurna DPRD Kolaka pada Kamis (14/5), kemarin. Dalam RDP itu, DRPD menghadirkan para pimpinan perusahaan keuangan bank dan non bank yang ada di Kolaka, diantaranya Bank BRI, BNI, BTN, Muamalat, Pegadaian, dan perusahaan leasing BFI. Mereka diminta menjelaskan sistem pemberian relaksasi kredit kepada nasabahnya yang terdampak Covid-19.

Ketua DRPD Kolaka, Sainal Amrin mengatakan karena tidak hadir dalam rapat itu, maka Adira akan dipanggil lagi untuk mengikuti RDP. Nantinya, DPRD akan meminta perusahaan leasing itu untuk menjelaskan adanya biaya Rp1,7 juta itu sebagai syarat untuk memperoleh relaksasi kredit. "Adira ini memang masih akan kami pagi lagi besok (hari ini, red). Karena memang ada informasi bahwa ada nasabah mereka yang meminta penundaan masa pembayaran kredit tapi dikenakan pembayaran Rp1,5 juta dan asuransi Rp200 ribu, totalnya Rp1,7 juta. Jadi kita undang lagi untuk RDP di Komisi II," kata Sainal Amrin kepada wartawan usai memimpin RDP yang juga dihadiri sejumlah nasabah Adira. Sebelumnya saat RDP berlangsung, nasabah Adira membeberkan keluhannya kepada pimpinan DPRD dan anggota terkait adanya syarat yang diterapkan Adira untuk penangguhan kredit. Mereka merasa dirugikan karena dibebakan biaya hingga Rp1,7 juta sebagai syarat untuk memperoleh penundaan pembayaran selama dua bulan. Ironisnya, biaya sebesar itu tidak masuk dalam pembayaran pokok atau bunga angsuran. "Kami ini sopir angkutan pak, dalam kondisi pendemi Covid seperti sekarang dimana kita bisa dapat uang untuk bayar cicilan dengan normal pak, penumpang saja susah. Coba kita bayangkan pak, kita ini masyarakat kecil tambah dikasih kecil lagi dengan disuruh membayar sebesar itu. Apalagi uang itu tidak jelas peruntukkannya," kata perwakilan nasabah Adira, Bustang. Dia menilai, Adira telah menerapkan kebijakan secara sepihak tanpa mempertimbangkan kemampuan nasabahnya di tengah pandemi Covid-19 ini. "Adira ini sudah menerapkan kebijakan yang sepihak pak. Bahkan kami dengar penerapan biaya itu sudah mendapat persetujuan dari OJK, tapi ternyata setelah kami tanyakan langsung ke OJK itu tidak betul. Jadi Adira ini juga sebenarnya sudah melakukan pembohongan publik," bebernya. "Jadi harapan kami sebenarnya singkat saja pak, kami ini juga ingin mendapatkan keringanan pembayaran cicilan seperti yang diterapkan di perusahaan pembiayaan yang lain itu. Mungkin kalau diminta membayar 50 persen dari angsuran normal, itu masih bisa kita usahakan. Karena seperti yang saya katakan tadi, kami ini sangat merasakan betul dampak Covid ini pak," tambahnya. Menanggapi hal itu, sejumlah anggota DPRD Kolaka juga meminta pimpinan Adira agar segera memenuhi panggilan untuk dilakukan rapat dengar pendapat. Bahkan ketua Komisi III DPRD Kolaka, Akhdan mengusulkan agar pimpinan Adira dipanggil paksa jika tidak mengindahkan panggilan dewan hingga tiga kali. "Karena Adira tidak hadir hari ini maka sebaiknya kita panggil paksa. Karena kewenangan DPRD itu memanggil sampai tiga kali dan apabila tidak datang juga itu bisa dipanggil paksa, supaya bisa menjelaskan persoalan ini. Jadi usul dari saya kita gunakan kewenangan itu (panggil paksa)," kata Akhdan. Senada, anggota DRPD Kolaka lainnya, Musdalim Zakkir juga meminta agar segera dilakukan pemanggilan kembali kepada Adira. Sebab menurutnya, keluhan masyarakat terkait adanya kewajiban membayar biaya relaksasi sebesar Rp1,7 juta itu harus segera mendapat penjelasan dari pihak Adira. "Kebijakan Adira ini memang sudah sangat luar biasa, ini harus segera dicarikan solusi. Kalau saya, Adira ini bisa dipanggil khusus atau bisa juga kita langsung ke kantornya sana karena mungkin dia malu-malu datang di DPRD. Jadi kita langsung ke kantornya supaya bisa melihat langsung fenomena seperti yang diungkapkan masyarakat tadi. Supaya kita bisa berdiskusi langsung dengan pimpinannya, karena persoalan ini butuh kejelasan secepatnya," tegas Musdalim. (kal/hen)

  • Bagikan

Exit mobile version