KOLAKAPOSNEWS.COM, Kolaka -- Pandemi Covid-19 telah menyerang segala sendi kehidupan. Aspek kesehatan, pariwisata, ekonomi dan politik turut pula terdampak. Hal itu diperparah dengan semakin banyaknya pendapat yang digulirkan kehadapan publik, yang justru hanya membuat kerancuan.
Hal tersebut disoroti ketua Lembaga Missi Reclasseering Republik Indonesia (LMR-RI) Komisariat Wilayah Sulawesi Tenggara, Haning Abdullah. Menurutnya, hal terpenting dari kondisi saat ini adalah menjaga persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seluruh masyarakat Indionesia yang majemuk harus bersatu padu, cinta damai, dan saling mengasihi. "Kekuatan seperti inilah yang kita inginkan seperti sekarang ini agar persatuan tetap dikedepankan untuk membuat semua fokus ke dalam NKRI, sebab NKRI adalah harga mati," kata Haning.
Haning melihat, banyak perbedaan dalam menyikapi Covid-19. Karenanya timbul berbagai macam prediksi dan pendapat dari berbagai pihak. "Mirisnya, hal tersebut bukannya bermuara pada penyatuan persepsi, justru melahirkan berbagai polemik, yang berbias pada kita sendiri," ujarnya.
Pria yang juga sering membawa ceramah di mesjid ini, menjelaskan, baiknya perbedaan pendapat yang berpotensi menimbulkan perpecahan tidak perlu diumbar ke publik. "Memang sekarang adalah era kebebasan, tapi kan harus kita lihat dampak positif dan negatif ketika pendapat kita dipublis. Perdebatan-perdebatan lewat media kan sebenarnya bukan menyelesaikan masalah, malah masyarakat di lapisan bawah itu tambah bingung bahkan mereka hilang kepercayaan. Bahkan kadang kala kita bingung yang mana bisa dipercaya, cendikiawan kah, penagamat kah, intelektual kah atau institusi yang memang berwenang untuk itu? Kan kalau ada masalah hukum kan ada institusi penegak hukum, kalau persoalan agama ada yang berwenang juga disitu. Tapi yang lucu kadang kala orang disiplin ilmunya politik tata negara tapi kok ikut-ikut berbicara seakan menguasai soal virus Covid-19. Maka disinilah letak fungsi LMR-RI sebagai lembaga reclassering. Kami menyarakan agar kembalikan lah kepada yang tupoksi atau kewenangannya masing-masing," katanya.
Dari sisi ekonomi, pemerintah kata Haning, telah menempuh bermacam cara untuk menumbuhkan kembali perekonomian. Namun karena sistem pengawasan tidak ketat, ketika berada di daerah, program pemerintah pusat terkadang tidak terealisasi dengan baik. Contohnya, saat pemerintah membuka keran investasi yang dilengkapi dengan regulasi mumpuni, ketika sampai ditingkatan terbawah justru menjadi rawan debat. "Misalnya disektor pertambangan, regulasinya sudah cukup bagus tapi lagi-lagi ada berbagai macam problem yang terjadi pada tingkat bawah. Contohnya, hasil uji surveyor saja kadang membingungkan. Walau sudah uji sampel di lokasi tambang, uji sampel di jetty, uji sampel di atas tongkang, tapi lagi-lagi ketika keluar uji sampel pabrik yang dikeluarkan oleh surveyor kadang jauh perbedaanya. Ini yang perlu kita pertanyakan, dimana masalah sebenarnya ini kenapa bisa terjadi perbedaan hasil uji sampel. Nah regulasi inilah yang menurut saya pemerintah perlu dibenahi, agar keinginan pemerintah bahwabagaimana hulu hidup, hilir hidup dan semua berjalan secara seimbang. Karena ada kecenderungan seperti ini hulunya susah, hilirnya hidup dan akhirnya pelaku usaha mengalami kerugian besar. Dan ini sekarang sudah menjadi persoalan nasional juga tentang kinerja surveyor," jelasnya.
Menurut Haning, sistem pengambilan sampel itu harus diperbaiki. Surveyor yang mengambil sampel di tongkang itu juga yang digunakan di pabrik. "Sehingga kalau terjadi selisih lho kan anda sendiri yang sampel. Ini kadang kala yang banyak terjadi di perusahaan-perusahaan carsurin, ketika sampai di pabrik terjadi perbedaan hasil sampel. Dan masing-masing merasa diri benar, pada akhirnya mereka yang berpolemik pengusaha yang dirugikan," pungkas Haning. (kal)