Komite CSR Diisi Mantan Pengkritisi PT. Vale

  • Bagikan

KOLAKAPOSNEWS.COM, Kolaka -- Pengelolaan dana CSR PT.Vale oleh Komite yang dibentuk bersama oleh Pemkab Kolaka dan perusahaan tambang nikel itu, masih jadi tanda tanya besar. Ketua Forum Swadaya Masyarakat Daerah (Forsda) Sultra, Djabir Teto Lahukuwi bahkan menuding Komite tersebut digunakan untuk "membungkam" suara kritis terhadap janji palsu PT.Vale.

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan Djabir terkait tudingannya itu. Diantaranya, tak ada sosialisasi dari PT.Vale maupun Pemkab terkait pembentukan Komite dan perekrutannya, serta diduga orang yang mengisi komite tersebut merupakan mantan pengkritisi PT.Vale.

Menurut Djabir, ia hanya mengetahui secara pasti, Komite tersebut dikoordinatori oleh Asisten II Setda Kolaka, Mustajab. Sisanya, ia belum bisa memastikan karena tidak memegang SK Komite. "Yang saya tahu persis itu hanya Pak Mustajab, karena waktu RDP (Rapat Dengar Pendapat) dia sendiri mengaku sebagai koordinator CSR PT.Vale, yang lain-lainnya saya belum tahu,” ujarnya melalui sambungan telepon, Senin (19/4).

Namun dari informasi yang ia peroleh, salah satu anggota Komite tersebut merupakan warga Kolaka yang dulu getol menagih janji PT.Vale untuk membangun pabrik, bahkan sampai ke Jakarta. "Tiba-tiba sekarang dia jadi anggota Komite CSR PT.Vale itu sendiri. Jadi dugaan kami juga bahwa terbentuknya Komite ini ada kongkalingkong antara PT.Vale dengan Pemda Kolaka, supaya mungkin PT.Vale ini tidak didesak lagi untuk membangun pabrik di Kolaka. Apalagi orang yang masuk di dalam Komite CSR ini adalah orang yang pernah demo usir Vale sampai di Jakarta sana. Jadi PT.Vale sengaja meninabobokan orang yang pernah demo mereka," tudingnya.

Djabir juga mengaku sudah mengecek SK keanggotaan Komite CSR di Biro Hukum Setda Kolaka. Sebab, saat RDP di DPRD beberapa waktu lalu, Asisten II Setda Kolaka mengaku mendapat perintah dari bupati untuk meng-SK-kan Komite. Namun terangnya, SK tersebut ternyata tidak terdaftar di Biro Hukum Setda Kolaka. “Kalau tim Komite dibentuk atas kesepakatan antara PT.Vale dan Pemda Kolaka dan kemudian mereka di-SK-kan oleh bupati berarti SK ini atas nama pemerintah. Ini juga yang jadi pertanyaan besar, anggaran CSR tidak masuk dalam APBD tapi bupati mengeluarkan SK, dasarnya apa?," heran Djabir.

Seharusnya kata Djabir, pengelolaan CSR tidak perlu melalui Komite, karena penggunaan CSR dapat dilakukan oleh perusahaan sendiri. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). CSR adalah tanggungjawab sosial perusahaan di sekitar wilayah perusahaan itu berada. "Jadi keterlibatan Pemda itu harusnya hanya mengusulkan programnya, nanti perusahaan yang mendanai, jadi bukan mengelola anggaran," ujarnya lagi.

Selain eksistensi komite, Djabir juga mengaku tengah mengkaji keterlibatan pemerintah dalam pemanfaatan dana CSR tersebut. Selain meng-SK-kan Komite, pemerintah juga kata Djabir mendudukkan ASN dalam struktur Komite CSR.

Jika memang SK Komite tersebut diteken bupati, maka dapat diartikan dana CSR yang akan dikelola oleh Komite, adalah milik Pemkab. Artinya lagi, harus masuk dalam APBD. "Berarti, kalau ada unsur ASN yang masuk komite dan mereka di-SK-kan oleh bupati ini dasarnya tidak jelas? Kemudian anggaran ini dikelola dengan sistem apa, dan aturan apa mereka membuka rekening bersama? Ini yang sementara kita kaji secara hukum untuk pelaporan ke penegak hukum. Supaya penegak hukum ini memeriksa mereka benar tidak mengelola dana CSR dengan menggunakan rekening bersama? Jadi kita update terus ini mengenai Komite. Selain itu, kami juga akan mendesak Vale bangun smelter, karena ada kecurigaan saya bahwa PT. Vale ini sengaja membentuk Komite, dan memasukan orang-orang yang pernah demo usir Vale di Kolaka supaya mereka diam," pungkasnya. (kal)

  • Bagikan

Exit mobile version