KOLAKAPOSNEWS.COM, KOLAKA - Dua dari empat pejabat yang berkonsultasi ke Inspektorat kita juga ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra terkait pengelolaan CSR PT Vale, hadir di gedung DPRD Kolaka mengikuti RapatDengar Pendapat (RDP), Kamis (10/6). Keduanya yakni Asisten II Mustajab dan Sekretaris Inspektorat Teguh Budi Raharjo.
Teguh Budi Raharjo berusaha menjelaskan alasan mereka tidak mengikuti rekomendasi BPKP. Menurutnya, saran dari institusi vertikal itu tidak bersifat mengikat. Artinya, boleh diikuti boleh tidak. Makanya, dua saran BPKP yakni memasukkan CSR ke dalam APBD dan tidak membentuk komite untuk pengelolaannya, diabaikan. "Karena CSR ini sendiri sebenarnya merupakan kewajiban dari perseroan terbatas yang sudah dibahas melalui RUPS. CSR PT Vale ini bagian dari program tahunan dari perseoran itu sendiri," kata Teguh Budi Raharjo.
Menurut Teguh, BPKP tidak pernah memberikan kata pasti bahwa CSR Vale harus masuk dalam APBD. "Saran BPKP tidak mengikat. Jadi CSR itu boleh masuk dalam APBD boleh juga tidak, karena CSR ini sepenuhnya kewenangan perusahaan. Jadi saran BPKP tidak mengikat, kalau dalam bentuk hibah harus masuk APBD tapi ini tidak (dalam bentuk hibah)," terangnya.
Teguh menjabarkan tentang konsultasi ke BPKP, setelah dalam RDP yang juga menghadirkan Forum Kolaka Menggugat (FKM) itu, ia dan Mustajab dicecar dasar terbentuknya komite. Pada kesempatan pertama, Asisten II Mustajab yang juga menjabat ketua komite CSR menjelaskan, komite terbentuk atas dasar nota kesepahaman antara PT Vale dengan Pemkab Kolaka.
Dalam nota kesepahaman disebutkan, PT Vale tidak memiliki tenaga yang memadai di Kolaka untuk melaksanakan program CSR. Perusahaan pertambangan nikel itu meminta Pemkab Kolaka melakukan pendampingan program yang sebelumnya telah diusulkan.
"Kami ditunjuk oleh bupati melalui nota tugas. Munculnya nota tugas ini atas MoU Bupati dengan PT Vale. Disitu mengatakan bahwa karena dari pihak PT Vale tenaganya tidak memadai di Kabupaten Kolaka maka mereka meminta kepada Pemda Kolaka untuk melakukan pendampingan program yang diusulkan oleh Pemda Kolaka. Maka terjadi lah MoU antara PT Vale dan Pemda Kolaka. Kemudian Pemda Kolaka menerbitkan nota tugas kepada kami (komite). Itu saja yang saya paham," terang Mustajab sambil memperlihatkan nota tugas Komite dan MoU, dalam forum RDP.
Penandatanganan MoU dilakukan pada Maret 2020. Pemkab Kolaka diwakili oleh Bupati Ahmad Safei sebagai pihak pertama. Sementara dari pihak PT Vale diwakili oleh Presiden Direktur Nicolas D.Kanter dan Direktur Bernadus Irmanto. "Penandatanganan MoU di bulan Maret 2020, antara PT Vale dengan Pemda Kolaka disarankan untuk dibentuk Komite CSR. Nah, pada saat itu kita juga kisruh sebenarnya, kita tidak tahu aturannya. Karena kita tidak tahu aturan maka kita konsultasi, selain dengan BPKP. Maka kami berkonsultasi ke sana," bebernya.
Perwakilan FKM, Ivan Darmawan juga mempertanyakan mengapa DPRD tidak dilibatkan dalam MoU dan nota tugas terbentuknya komite? Kemudian untuk mengelola dana CSR Vale mengapa tidak merujuk pada Perda Nomor 15 tahun 2014 yaitu Perda yang mengatur tata kelola dana CSR di Kolaka, lalu mengapa harus dibentuk Komite yang dasar hukumnya hanya MoU?
Menanggapi hal itu, Mustajab tak banyak menjelaskan. "Sepemahaman kami Perda tentang CSR ini untuk menaungi semua perusahaan di Kolaka. Tapi saya tidak bisa komentar banyak, karena sampai saat ini saya juga belum pernah membaca Perda tersebut. Pemahaman kami (dasar terbentuknya Komite CSR) hanya fokus di MoU. Dan MoU itu tidak berlaku selamanya, ini hanya berlaku satu periode setelah itu kembali lagi ke PT Vale mau diapakan ini barang, dilanjutkan atau tidak," kata Mustajab.
Dalam RDP yang dipimpin ketua Komisi III DPRD Kolaka Akhdan itu, masyarakat pembawa aspirasi juga meminta Mustajab selaku ketua Komite CSR Vale untuk menjelaskan secara terang benderang mengenai pengelolaan dana CSR Rp9 miliar. Sebab, selama ini pengelolaan dana CSR terus menjadi sorotan publik karena terkesan tidak transparan, terutama pada proyek-proyek yang didanai CSR tidak mencatumkan anggaran pada papan proyek.
Terkait itu, Mustajab juga menyadari pekerjaan yang dilakukan oleh Komite dianggap tidak transparan. Karenanya, ia meminta maaf. "Kami atas nama komite minta maaf terkait pekerjaan yang dianggap tidak transparan. Tapi yang jelas kami sudah berkerja secara profesional berdasarkan petunjuk teknis yang keluar dari PT Vale dan Pemda Kolaka. Tapi ternyata ada teman-teman yang mempertanyakan mengenai papan proyek (yang tidak tertulis anggarannya) nanti lah kami tegur (rekanan). Olehnya itu sekali lagi atas nama komite kami minta maaf. Tapi sebenarnya secara administrasi tetap transparan, karena ini diaudit juga oleh Inspektorat dan kami betul-betul menjalankan sesuai kaidah yang berlaku. Yang jelas sampai hari ini kami sudah laporkan progres kegiatan CSR ini sudah 40 persen," paparnya.
Sayangnya, Mustajab tidak dapat menjelaskan mengenai mekanisme pengelolaan proyek CSR, termasuk siapa-siapa saja yang kerja proyek tersebut dan berapa besar anggarannya. Namun demikian ia mengakui ada 13 item pekerjaan yang didanai CSR. "Pertama itu gedung pemuda, lampu jalan Pomalaa itu sekitar Rp1,2 miliar. Kemudian yang saya ingat lagi penimbunan terminal Dawi-dawi sekitar Rp500 juta, dan ada bangunan di atasnya sekitar Rp 300 juta, kemudian Taman Mangrove Rp500 jutaan. Kemudian ada pengadaan mesin foto copy dua unit, dan ada juga pelatihan. Selebihnya saya kurang ingat. Nanti saya jelaskan pada RDP berikutnya," janjinya.
Untuk diketahui, dalam nota tugas Komite CSR Vale yang ditandatangani oleh bupati Kolaka menugaskan Asisten Perencanaan dan Pembangunan Setda Kolaka Mustajab, sebagai ketua Komite, sekretaris Komite dijabat Indirwan, dan wakil sekretarisnya Israfil. Sementara anggota Komite CSR tercatat atas nama Mustaming dan Herdyanto Randa Mangiwa, serta sejumlah OPD, Camat Kolaka, Baula, Pomalaa dan Tanggetada. (kal)