Sulawesi Tenggara memang kaya dengan sumber daya mineralnya. Investor tambang pun "menggempur" Bumi Anoa. Sektor pertambangan nikel cukup berkontribusi signifikan terhadap perekonomian. Tapi, tidak bisa dipungkiri, dampak negatifnya sangat serius bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal. Miris. Seperti anak ayam yang mati di lumbung padi.
Perubahan iklim ekonomi sangat terasa pada kelompok nelayan dan petani. Degradasi lahan pertanian, pencemaran air, dan penurunan kualitas habitat laut. Problem yang muncul akibat aktivitas pertambangan. Olehnya itu, pemangku kebijakan harus turun tangan mengatasi masalah tersebut. Tak sekadar fokus pada keuntungan ekonomi, tapi harus memperhatikan kesejahteraan ekologis dan sosial.
Jeritan nelayan dan petani atas dampak industri nikel tak bisa diabaikan. Hasil tangkapan ikan menurun. Lahan pertanian rusak. Ancaman kehilangan mata pencaharian masyarakat lokal sangat terbuka. Kondisi itu butuh penanganan serius dan solusi yang relevan. Pemberdayaan kolaboratif untuk pembangunan berkelanjutan dapat menjadi jalan keluarnya. Kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat melalui berbagai program yang berfokus pada mitigasi dampak lingkungan dapat dikembangkan. Misalnya, perusahaan dapat mendukung teknologi pertanian berkelanjutan dan praktek perikanan yang ramah lingkungan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) yang terarah.
Sulawesi Tenggara, khususnya kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, Konawe Utara, dan Bombana menjadi sasaran empuk investor tambang. Kehadiran perusahaan-perusahaan pertambangan di kawasan ini telah membawa dampak ekonomi yang signifikan, namun juga menimbulkan tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang kompleks. Oleh karena itu, pemberdayaan kolaboratif antara perusahaan dan masyarakat lokal melalui program CSR menjadi sangat penting untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan.
Tiga prinsip kunci dalam proses kolaborasi pemangku kepentingan (stakeholder) menjadi kerangka kerja efektif menjalankan program CSR. Tiga prinsip kunci itu meliputi; Kepercayaan (Trust), Kompetensi (Competence), dan Timbal Balik (Reciprocity). Selain itu, ada beberapa tahapan dalam proses kolaborasi tersebut yakni tahap identifikasi (identifying), tahap prioritas (Prioritizing), Konsultasi (Consulting), Dialog (Dialogue), Koordinasi (Coordination), dan Kolaborasi (Collaboration).
Tahap Identifikasi (Identifying). Pada tahap awal ini, perusahaan perlu menentukan isu-isu yang relevan untuk program CSRnya. Hal ini melibatkan proses pengenalan masalah-masalah yang perlu diatasi, yang dilakukan melalui partisipasi aktif dari para pemangku kepentingan. Dengan melibatkan mereka sejak awal, perusahaan dapat memastikan bahwa isu-isu yang diangkat benar-benar mencerminkan kebutuhan dan harapan komunitas serta lingkungan sekitar.
Tahap prioritas (Prioritizing). Setelah isu-isu telah diidentifikasi, langkah berikutnya adalah menetapkan prioritas. Dalam tahap ini, perusahaan fokus pada isu-isu yang paling mendesak dan memiliki dampak terbesar. Penetapan prioritas ini penting agar sumber daya yang tersedia dapat dialokasikan secara efektif dan efisien, sehingga program CSR dapat memberikan manfaat yang maksimal.
Konsultasi (Consulting). Tahap konsultasi melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan. Perusahaan mengadakan konsultasi untuk mendapatkan masukan dan saran terkait strategi dan kebijakan CSR. Melalui konsultasi ini, perusahaan dapat memperoleh perspektif yang beragam dan memastikan bahwa program yang direncanakan dapat diterima dan didukung oleh semua pihak yang terlibat.
Dialog (Dialogue). Dialog yang berkelanjutan antara perusahaan dan pemangku kepentingan merupakan elemen kunci dalam proses pemberdayaan ini. Dialog ini memungkinkan perusahaan dan pemangku kepentingan untuk membahas berbagai isu yang muncul dan mencari solusi bersama. Dengan demikian, tercipta komunikasi yang terbuka dan transparan yang dapat memperkuat kepercayaan dan kerjasama antara kedua belah pihak.
Koordinasi (Coordination). Koordinasi merupakan tahap di mana upaya dari berbagai pihak dikoordinasikan agar dapat berjalan secara sinergis. Perusahaan memastikan bahwa semua pihak bekerja bersama secara efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Koordinasi yang baik memungkinkan penggabungan sumber daya dan kemampuan dari berbagai pemangku kepentingan, sehingga program CSR dapat dilaksanakan dengan lebih optimal.
Kolaborasi (Collaboration). Tahap akhir dari proses pemberdayaan ini adalah membangun kemitraan dan kerjasama yang kuat. Perusahaan dan pemangku kepentingan bekerja sama dalam menggabungkan sumber daya dan kemampuan untuk mencapai tujuan CSR. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat hubungan antara perusahaan dan pemangku kepentingan, tetapi juga meningkatkan efektivitas dan dampak dari program CSR yang dijalankan. Dengan menjalankan keenam tahapan ini, perusahaan dapat menciptakan program CSR yang efektif dan berkelanjutan, serta membangun hubungan yang kuat dan saling menguntungkan dengan para pemangku kepentingan.
Kolaborasi perusahaan nikel dan komunitas lokal memiliki peran kunci dalam pemberdayaan program CSR yang holistik untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Program CSR yang dirancang dengan baik juga dapat membantu memperkuat hubungan antara perusahaan dan komunitas lokal, menciptakan kepercayaan dan kerjasama yang lebih baik. Program CSR dapat menjadi alat yang efektif untuk mengatasi permasalahan sosial. Perusahaan dapat berperan aktif dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal melalui berbagai inisiatif sosial. Program ini tidak hanya fokus pada pemulihan lingkungan, tapi juga peningkatan kapasitas dan kesejahteraan masyarakat. Kualitas hidup nelayan dan petani dapat ditingkatkan melalui pendidikan, pelatihan dan dukungan finansial. Terutama generasi muda. Mereka harus dibina untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan di pasar kerja modern.
Dari sisi ekonomi, CSR dapat membantu menciptakan lapangan kerja baru dan mendukung perkembangan usaha kecil dan menengah (UKM) di Sulawesi Tenggara. Perusahaan dapat berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya, yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Dukungan finansial dan teknis kepada UKM dapat membantu masyarakat lokal untuk mengembangkan usaha mereka, meningkatkan pendapatan, dan mengurangi ketergantungan pada industri pertambangan. Selain itu, program kesehatan seperti penyediaan fasilitas medis dan kampanye kesehatan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat di sekitar kawasan industri.
Permasalahan lingkungan juga menjadi fokus utama dalam program CSR di kawasan ini. Aktivitas pertambangan sering kali menyebabkan kerusakan lingkungan seperti deforestasi, pencemaran air, dan degradasi tanah. Melalui program CSR yang berorientasi lingkungan, perusahaan dapat bekerja sama dengan komunitas lokal untuk melakukan rehabilitasi dan konservasi lingkungan. Misalnya, program reboisasi untuk mengembalikan fungsi hutan, inisiatif pengelolaan limbah yang berkelanjutan, dan proyek-proyek energi terbarukan dapat memberikan dampak positif jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat.
Selain itu, perlindungan aset masyarakat dan budaya lokal juga cukup krusial. Keberadaan industri tidak boleh mengorbankan warisan budaya dan nilai-nilai lokal yang telah lama dijaga oleh masyarakat. Melalui kebijakan yang inklusif dan partisipatif, suara masyarakat lokal harus didengar dan diperhitungkan dalam setiap langkah pembangunan. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa kemajuan ekonomi tidak hanya menguntungkan segelintir pihak tetapi juga memberikan manfaat yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat, menjaga keseimbangan antara pembangunan industri dan perlindungan komunitas lokal.
Kolaborasi yang erat antara perusahaan dan masyarakat menjadi simpul membangun hubungan emosional. Ketika perusahaan menunjukkan komitmen mereka terhadap tanggung jawab sosial melalui program CSR yang nyata dan berdampak, masyarakat akan lebih mendukung keberadaan perusahaan tersebut. Ini akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi operasi perusahaan dan memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi kedua belah pihak. Dengan demikian, kawasan pertambangan dan industri di Sulawesi Tenggara dapat berkembang secara berkelanjutan, menjaga keseimbangan antara kemajuan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan kelestarian lingkungan.
Kesimpulannya, penyaluran dana CSR bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Namun, kehadiran investor dapat menciptakan kolaborasi pembangunan berkelanjutan. Perusahaan tambang dapat menjadi solusi atas permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pada akhirnya akan melahirkan hubungan harmonisasi perusahaan dan masyarakat. Dengan komitmen dan kerjasama yang kuat, kawasan ini dapat menjadi contoh sukses dari pembangunan industri yang berkelanjutan dan inklusif. (iskandar.faperta@uho.ac.id.)