Di tengah hiruk-pikuk industri pertambangan nikel di Sulawesi, petani dan nelayan lokal menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan mata pencaharian mereka. Bagaimana mereka bisa bangkit kembali?
Tambang nikel di Indonesia, terutama di wilayah Sulawesi dan Maluku, telah membawa perubahan signifikan terhadap lanskap sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Aktivitas pertambangan yang intensif sering kali menyebabkan degradasi lahan pertanian yang signifikan. Proses penambangan yang melibatkan penggalian tanah dan penggunaan bahan kimia berpotensi merusak struktur tanah dan mengurangi kesuburannya. Selain itu, limbah tambang mencemari sumber air, yang berdampak negatif pada budidaya ikan dan aktivitas perikanan lainnya.
Keberadaan tambang yang masif dan eksploitasi sumber daya mineral telah menggeser struktur sosial yang ada, di mana banyak petani dan nelayan yang sebelumnya mengandalkan sumber daya alam kini harus beradaptasi dengan realitas baru. Banyak dari mereka dipaksa untuk mencari alternatif penghidupan di luar bidang pertanian dan perikanan, sebuah transisi yang tidak selalu mudah dan seringkali membawa tantangan besar. Penelitian Nuraeni (2018) melaporkan bahwa berkembangan pertambagan industri nikel juga membawa beberapa dampak negatif, termasuk budaya hidup konsumtif, kurangnya motivasi untuk mengembangkan usaha, dan kecenderungan masyarakat untuk mencari cara mendapatkan sesuatu secara instan dan mudah, pendapatan masyarakat lokal yang sebelumnya didominasi oleh sektor pertanian dan perikanan kini bergeser ke sektor pertambangan dan jasa terkait.
Aktivitas pertambangan yang intensif sering kali menyebabkan degradasi lahan pertanian yang signifikan. Tanah pertanian di daerah tersebut mengalami penurunan kesuburan akibat pencemaran oleh limbah tambang. Banyak petani harus meninggalkan lahan mereka. Tanah yang tercemar dan erosi yang terjadi membuat lahan menjadi tidak layak untuk kegiatan pertanian.
Tidak hanya lahan pertanian yang terdampak, tetapi juga perairan sekitar tambang mengalami pencemaran yang serius. Limbah tambang yang mengandung logam berat dan bahan kimia berbahaya sering kali mengalir ke sungai dan laut, mencemari habitat perikanan dan mengancam kehidupan ikan. Nelayan yang sebelumnya mengandalkan perairan yang bersih untuk menangkap ikan kini harus menghadapi penurunan drastis dalam hasil tangkapan mereka. Berdasarkan observasi dan pendapat masyarakat sekitaran pesisir pantai Konawe Utara, bahwa limbah tambang nikel telah menyebabkan pencemaran air yang serius, mempengaruhi hasil tangkapan ikan nelayan setempat.
Fenomena ini tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga sosial. Petani dan nelayan yang kehilangan mata pencaharian utama mereka sering kali mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan pekerjaan baru yang ditawarkan di sektor lain, seperti pekerjaan buruh tambang atau pekerjaan informal lainnya. Kurangnya keterampilan baru dan minimnya akses pelatihan membuat banyak dari mereka kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru yang layak. Selain itu mengidentifikasi tantangan yang dihadapi petani dan nelayan di Kabupaten Konawe Utara dalam transisi mata pencaharian mereka akibat kegiatan tambang nikel.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan rehabilitasi lingkungan, pengembangan keterampilan baru, dan dukungan dari berbagai pihak termasuk pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat sipil. Rehabilitasi lahan dan perairan yang rusak menjadi langkah awal yang krusial, diikuti dengan program-program pelatihan yang membantu masyarakat lokal memperoleh keterampilan yang relevan dan berkelanjutan. Pengembangan agrosilvopastura dan rehabilitasi ekosistem perairan bisa menjadi solusi berkelanjutan. Kolaborasi dengan perusahaan tambang untuk investasi dalam program pengembangan masyarakat juga sangat diperlukan melalui program CCP (CSR Collaboration Program).
Dengan langkah-langkah konkret dan kolaborasi berbagai pihak, reinkarnasi petani dan nelayan di kawasan tambang nikel bukanlah mimpi yang mustahil. Ini adalah kesempatan untuk menciptakan model pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Kondisi ini memaksa nelayan untuk meninggalkan profesi mereka atau beralih ke pekerjaan lain yang tidak selalu memberikan penghasilan yang layak. Fenomena ini bukan hanya tantangan, tetapi juga peluang untuk menciptakan model pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan di kawasan tambang nikel Indonesia.(iskandar.faperta@uho.ac.id.)