Pemerintah Ancang-Ancang Tarik Utang Rp 147,5 Triliun

KOLAKAPOS, Jakarta--Pemerintah telah menetapkan target indikatif penerbitan surat berharga negara (SBN) pada kuartal ketiga 2017 mencapai Rp 147,5 triliun.
Surat utang itu diterbitkan melalui proses lelang dengan frekuensi 13 kali.
Penerbitan SBN tersebut dilakukan guna memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menjelaskan, frekuensi lelang surat utang negara (SUN) akan dilakukan enam kali.
Sementara itu, surat berharga syariah negara (SBSN) sebanyak tujuh kali.
’’Total target indikatif yang diumumkan itu sudah termasuk target penerbitan surat perbendaharaan negara (SPN) tiga bulan dan SPN syariah enam bulan. Masing-masing sebesar Rp 5 triliun dan Rp 2 triliun pada setiap lelang,’’ kata Robert di Jakarta.
Robert menambahkan, pengumuman target indikatif tersebut dilengkapi kalender penerbitan SBN.
Kalender itu memuat jadwal indikatif penerbitan dengan jenis seri dan tenor SBN yang dilelang selama triwulan ketiga dan hingga akhir 2017.
Indikator risiko utang pada Mei 2017 menunjukkan sedikit perubahan pada risiko tingkat bunga.
Variable rate ratio berada di level 11,3 dan refixing rate di level 19,3.
Indikator jatuh tempo utang dengan tenor hingga lima tahun naik dari 37,2 persen menjadi 38,6 persen dari total outstanding.
Rata-rata perdagangan SBN di pasar sekunder pada Mei lalu cenderung meningkat bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Porsi kepemilikan oleh asing atas SBN yang dapat diperdagangkan pada Mei 2017 mencapai 39,15 persen.
Mayoritas investor asing masih memegang SBN dengan jangka menengah–panjang atau lebih dari lima tahun.
Imbal hasil SUN, baik domestik maupun SUN valas, pada akhir Mei turun jika dibandingkan dengan posisi akhir 2016.
Tahun lalu, rata-rata penurunan mencapai 59 bps untuk SUN domestik dan 17 bps untuk SUN berdenominasi USD.
Direktur Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal menyatakan, pemerintah harus menghentikan kecenderungan pembiayaan anggaran melalui utang yang meningkat dengan cepat dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu, pemerintah harus memperbaiki manajemen risiko utang. (jpnn)