Gunakan Mesin Sensor untuk Kendalikan Konten Negatif

  • Bagikan
KOLAKAPOS, Jakarta--Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan menggunakan metode baru dalam menangani konten negatif yang beredar di dunia maya. Yakni dengan mesin sensor internet yang disebut sebagai Perangkat Pengendalian ProAktif. Melalui keterangan resmi, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aprika) Kementerian Kominfo Semual A Pangerapan menjelaskan bahwa sistem Perangkat Pengendali Proaktif memiliki cara kerja sistem dengan cara crawling konten. ”Yaitu menjelajah, membaca, dan mengambil atau menarik konten negatif yang sesuai dengan kriteria pencarian,” tutur pria yang akrab disapa Semmy itu. Hasil crawling lalu disimpan dalam storage yang kemudian untuk analisis lebih mendalam dengan metoda analitik tertentu. Hasilnya output berupa domain, sub domain, dan URL. Output ini kemudian diverifikasi dan divalidasi sampai dilakukan pengambilan keputusan yang kemudian dikirim ke sistem Trust+positif. Plt Kabiro Humas Kementerian Kominfo Noor Iza mengatakan, proses verifikasi dan validasi harus dilakukan dengan seksama. Menurutnya, bisa saja konten-konten lain yang sebetulnya tidak memiliki konten negatif malah ikut terjaring mesin sensor tersebut hanya karena mengandung kata-kata yang identik dengan konten negatif. ”Itu kan long list. Nanti diseleksi lagi dengan kriteria lebih dalam. Setelah ketemu, kita sortir lagi, apakah itu merupakan konten OTT (over-the-top) atau konten website,” katanya. Jika konten negatif tersebut merupakan konten OTT, Kementerian Kominfo akan langsung berkomunikasi dengan OTT terkait untuk meminta konten tersebut di-take down dalam 2x24 jam. Dia mencontohkan konten negatif yang ditemukan di Telegram. Pekan lalu, ada aduan masuk ke Kementerian Kominfo mengenai stiker digital berbau pornografi yang terdapat di Telegram. ”Itu sudah langsung kami komunikasikan dengan pihak Telegram. Mereka langsung merespons dengan takedown konten tersebut,” terang Noor Iza. Terkait dengan konten negatif pada layanan OTT itu, Menkominfo Rudiantara mengatakan bahwa Indonesia memiliki tingkat literasi yang berbeda dengan negara maju lainnya. Karena itu, akan sangat penting jika masing-masing OTT harus melakukan self-filtering untuk menjaga dari konten negatif. ”Hal tersebut harus menjadi bagian dari tanggung jawab penyedia konten dan OTT dalam melakukan bisnis dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Apabila tidak menjalankan bagaimana pelayanan masyarakat dapat terjadi,” tegas Rudiantara. Noor Iza mengatakan, penggunaan mesin sensor internet itu akan membuat penyisiran konten negatif. Dia mengatakan, selama ini, proses pengendalian konten negatif dilakukan dengan tiga cara. Yakni aduan melalui email dan nomor WhatsApp Kementerian Kominfo, laporan dari instansi atau lembaga terkait, dan menelusuri secara manual situs-situs yang mengandung konten negatif oleh tim Trust+Positif. ”Dari data yang dikumpulkan tersebut, setelah melalui proses verifikasi, langsung dikiriman kepada para Internet Service Provider (ISP) melalui email atau sistem komunikasi data khusus untuk diblokir,” terangnya. Noor Iza mengatakan, proses pengendal konten negatif tersebut masih belum efektif. Jumlah konten negatif yang begitu banyak dan terus bertambah dalam waktu yang cepat membuat Kementerian Kominfo kewalahan. ”Kita harus cari cara efektif yang bisa mendapatan jumlah konten negatif yang banyak dalam waktu cepat. Sekarang kita pakai mesin. Dulu kan masih mekanik. Mesin ini kan otomatis,” tutur dia. Terkait dengan privacy, Noor Iza memastikan bahwa mesin sensor internet tersebut hanya bekerja di ranah terbuka. Seperti website-website dan OTT. ”Kita tidak bisa masuk ke situ. Hanya ke situs yang open for publik,” kata dia. Pengadaan mesin sensor internet tersebut dilelang dan dimenangkan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI). Kominfo menargetkan pengoperasian mesin sensor dimulai Januari 2018 mendatang. Pemasangan paling lambat dilakukan 31 Desember ini. Sebelumnya akna dilakukan uji coba. Proses pelelangan dibuka sejak 30 Agustus 2017. Ada 72 peserta seleksi dan hanya 21 peserta yang mengirimkan dokumen prakualifikasi. Setelah diseleksi, enam peserta yang lolos tahap berikutnya. Dari enam peserta itu, hanya dua peserta yang mengirimkan dokumen administrasi, teknis, dan harga. Kementerian Kominfo pun menetapkan PT INTI sebagai pemenang. Harga penawaran yang diajukan PT INTI adalah Rp 198 miliar dengan harga terkoreksi Rp 194 miliar. Untuk pengoperasiannya, Kementerian menyiapkan anggaran sebesar Rp 74 miliar di tahun depan. Mesin sensor internet ini ditargetkan mampu memblokir konten-konten negatif di internet dengan lebih cepat dan tepat. Pemerintah memprediksi 50 persen konten negatif bisa langsung diblokir ketika mesin dioperasikan nanti. Pengadaan mesin sensor internet oleh Ditjen Aptika Kemenkominfo turut membawa angin segar bagi Bareskrim Polri yang juga bertugas menangani kejahatan transnasional. Dittipid Siber Bareskrim Polri yang berada di bawah naungan mereka akan terbantu dengan kehadiran mesin sensor internet berbasis crawling itu. Sebab, kejahatan cyber crime yang mereka tangani serupa dengan sasaran Ditjen Aptika Kemenkominfo. Kasubag Ops Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri AKBP Susatyo Purnomo menuturkan, secara resmi memang belum ada komunikasi antara instansinya dengan Ditjen Aptika Kemenkominfo soal mesin sensor internet tersebut. ”Tentunya kalau terkait alat itu nanti mungkin setelah datang alatnya atau nanti dikomunikasikan lagi,” ungkap. Susatyo menyampaikan bahwa pengadaan alat yang dilakukan Polri dengan Kemenkominfo berbeda. Karena itu, dia juga belum begitu tahu soal detail mesin sensor internet yang didatangkan dengan dana miliaran rupiah tersebut. Namun demikian, koordinasi di antara mereka tidak pernah putus. ”Kami koordinasi dengan Kemenkominfo hampir setiap hari,” ujarnya. Menurut Susatyo, Polri maupun Kemenkominfo punya semangat yang sama dalam penanganan kejahatan cyber crime. ”Intinya kami sama-sama berusaha untuk mencegah masyarakat terpapar konten-konten negatif,” tutur dia. Meteka memang punya tanggung jawab agar masyarakat jauh dari konten negatif yang saat ini banyak bertebaran di dunia maya. Meski belum tahu pasti bagaimana kinerja mesin yang dibeli oleh Ditjen Aptika Kemenkominfo, Susatyo yakin betul tujuan pengadaan mesin tersebut baik. ”Pada dasarnya prinsipnya sama,” ucap dia. Prinsip yang dia maksud tidak lain adalah sama-sama memerangi konten negatif di internet. Baik itu konten berbau pornografi, penyebarluasan paham terorisme, maupun ujaran kebencian. Sebagaimana sudah berjalan saat ini, Polri bakal menindaklanjuti seluruh laporan dari Kemenkominfo. Termasuk di antaranya memproses secara hukum para pelaku dibalik persebaran konten negatif. ”Itu sudah pasti. Kalau memang memenuhi unsur-unsur pidananya, kami tindak lanjuti,” terang Susatyo. Keterangan itu sekaligus menegaskan komitmen Polri dalam pemberantasan kejahatan cyber crime. Berdasar data Polri, sepanjang tahun lalu tidak kurang 4.453 kasus kejahatan cyber crime ditangani oleh Korps Bhayangkara. Dari angka tersebut, setidaknya 22 persen atau setara dengan 988 kasus berhasil mereka selesaikan. Tidak heran Polri turut menyambut baik kehadiran mesin sensor internet di Ditjen Aptika Kemenkominfo. ”Bagus toh,” ugkap Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Martinus Sitompul. (jpnn)
  • Bagikan

Exit mobile version