Wakil Ketua Komisi VI DPR Sebut Akan Laporkan Aqua ke OECD
KOLAKAPOS, Jakarta--Sidang dugaan pelanggaran pasal 15 ayat 3 huruf b dan pasal 19 huruf a dan b Undang undang no 5 tahun 1999 yang dilakukan oleh Aqua dalam hal ini PT Tirta Investama dan PT Balina Agung Perkasa tinggal menunggu keputusan dari Majelis Hakim.
Dalam sidang sebelumnya, tim investigator telah menyimpulkan bahwa Aqua terbukti bersalah.
Dasar yang dilakukan terdapat lebih dari dua alat bukti untuk membuktikan kesalahan Aqua.
Sebagai mitra Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Azzam Natawijana, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI memberikan tanggapannya.
"Dari informasi yang saya dapat Aqua jelas melanggar. Telah menghalang-halangi pedagang untuk menjual produk lain. Ini jelas melanggar UU no 5 tahun 1999 tentang persaingan usaha. Ini jelas monopoli perdagangan," ungkap Azzam.
Menurut Azzam, di Indonesia tidak dibenarkan ada yang memonopoli usaha. Bersaing boleh tapi dengan cara sehat.
"Tidak boleh ada pihak yang membatasi usaha orang lain, apalagi sampai mengancam pemilik toko. Lain hal kalau tokonya punya dia,” kata Azam.
“Tapi dalam kasus ini (Aqua-red) kan toko punya orang lain. Semua punya hak yang sama dalam menjual dan memasarkan satu produk. Kalau kasus ini muncul karena laporan pemilik toko ke KPPU yang merasa dirugikan saya kira itu sudah tepat. Apalagi ini dari KPPU yang punya inisiatif untuk mengatasi masalah ini. Semoga majelis KPPU bisa memutus dengan tepat dan adil,” lanjutnya
Azzam mengatakan bahwa komisi VI sangat mendukung langkah KPPU, dalam hal ini tim investigator untuk mengungkap kebenaran dalam kasus tersebut.
Disinggung soal perjalanan bersama ketua KPPU ke Perancis, dengan tegas Azzam mengatakan bahwa perjalanan ke Eropa justru untuk studi banding soal persaingan usaha di sana.
"Dengan kunjungan ke Eropa dimana wilayah yang paling tua dan paling maju dalam menerapkan UU Monopoli ini. Di Eropa salah satu tujuan utama kami ke Paris, tapi ini tak ada hubungannya dengan induk usaha Aqua di sana karena kami tidak ada agenda ke Aqua. Agenda kami mempelajari UU persaingan usaha dan monopoli ke OECD,” ucapnya.
Di Indonesia, Azzam menilai hukuman bagi pelanggaran monopoli belum maksimal.
"Walaupun sudah ada yang diproses, banding, sampai ada yang disanksi KPPU tapi kami menilai itu masih belum cukup. Kami mendorong untuk lebih baik lagi, yaitu meningkatkan sanksi. Selama ini sanksi maksimal denda Rp. 25 milyar. Tapi ini belum menimbulkan efek jera, makanya kami mengusulkan untuk mengganti dendanya sebesar 5 sampai 30 persen, " tuturnya.
Bahkan Azzam akan melaporkan Aqua ke Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) tentang pelanggaran yang telah dilakukan di Indonesia.
"Kami malah ingin memperkuat keputusan KPPU dengan melaporkan Aqua ke OECD induk organisasi persaingan usaha di Eropa," tandas Azzam.(jpnn)