KOLAKAPOS, Kolaka -- Sebagai implementasi percepatan penanganan kumuh, Program Kotaku telah melakukan peningkatan kualitas, pengelolaan serta pencegahan timbulnya permukiman kumuh baru, dengan kegiatan-kegiatan pada entitas kelurahan, serta kawasan dan kabupaten/kota. Kegiatan penanganan kumuh ini meliputi pembangunan infrastruktur serta pendampingan sosial dan ekonomi untuk keberlanjutan penghidupan masyarakat yang lebih baik di lokasi permukiman kumuh perkotaan. Hal tersebut dikatakan oleh Koordinator Kota 2 Program Kota Tanpa Kumuh (Koorkot 2 Kotaku) Kabupaten Kolaka, Masrik yang ditemui, belum lama ini.
Menurut Masrik, di Kabupaten Kolaka pada tahun 2018 lalu program Kotaku telah melakukan upaya pembangunan di dua kecamatan yakni Kecamatan Kolaka dengan jumlah 7 kelurahan yaitu Kelurahan Sabilambo, Kelurahan Lalombaa, Balandete, Tahoa, Loloeha, Lamokato dan Kelurahan Watuliandu. Sementara untuk Kecamatan Latambaga terdapat 6 kelurahan yang menjadi sasaran program ini yaitu Kelurahan Induha, Kelurahan Mangolo, Ulunggolaka, Kolakaasi, Sea dan Kelurahan Sakuli.
“Tujuan dari program ini adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung perwujudan permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan. Alhamdulillah pada tahun 2018 yang lalu program ini mengerjakan 139 kegiatan pembangunan antara lain pembangunan drainase lingkungan, jalan beton, normalisasi sungai, Paving block, saluran limbah rumah tangga, gorong-gorong duekker, Sumur bor serta tempat pembuangan sampah sementara yang dikerjakan oleh kelompok masyarakat yang disebut KSM. seluruh kegiatan menggunakan anggaran yang bersumber dari Bantuan Dana Investasi (BDI) Penataan Lingkungan Berbasis Komunitas (PLPBK) tahun 2018 lebih dari 7 milyar rupiah dan ditambah dengan swadaya masyarakat,” jelas Masrik.
Lebih jauh ia mengungkapkan bahwa ada delapan indikator pembangunan dalam program Kotaku yakni Bangunan Gedung, meliputi Ketidakteraturan dalam hal dimensi, orientasi, dan bentuk; kepadatan tinggi tidak sesuai dengan ketentuan dalam rencana tata ruang, ketidaksesuaian dengan persyaratan teknis sistem struktur, pengamanan petir, penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan bahan bangunan. Jalan Lingkungan meliputi Kondisi permukaan jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan dengan aman dan nyaman, Lebar jalan yang tidak memadai, Kelengkapan jalan yang tidak memadai.
“Selain hal tersebut, penyediaan air minum meliputi ketidaktersediaan akses air minum, tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu, tidak terpenuhinya kualitas air minum sesuai standar kesehatan. Drainase lingkungan meliputi ketidakmampuan mengalirkan limpasan air hujan, menimbulkan bau, tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan. Pengelolaan air limbah meliputi, ketidaktersediaan sistem pengelolaan air limbah, ketidaktersediaan kualitas buangan sesuai standar yang berlaku, tercemarnya lingkungan sekitar. Pengelolaan persampahan meliputi ketidaktersediaan sistem pengelolaan persampahan, ketidaktersediaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan, tercemarnya lingkungan sekitar oleh sampah. Pengamanan kebakaran meliputi ketidaktersediaan sistem pengamanan secara aktif dan pasif, ketidaktersediaan pasokan air untuk pemadaman yang memadai, ketidaktersediaan akses untuk mobil pemadam kebakaran. Ruang terbuka publik meliputi ketidaktersediaan lahan untuk ruang terbuka hijau atau RTH, serta Ketidaktersediaan lahan untuk ruang terbuka non-hijau/ruang terbuka publik atau RTP juga menjadi prioritas pada program ini,” terang Masrik. (kal)