Petani Koltim Keluhkan Rendahnya Harga Gabah
KOLAKAPOS, Tirawuta--Para petani yang ada di Kabupaten Kolaka Timur, khususnya yang
ada di Kecamatan Ladongi dan Poli-polia mengeluhkan rendahnya harga jual gabah kepada para
pengumpul. Akibatnya,pendapatan merekapun menjadi berkurang dari beberapa musim sebelumnya.
Hal itu bukannya tak memiliki alasan. Namun, karena tidak adanya
pembeli gabah yang berasal dari luar Koltim atau Sulawesi Selatan. Padahal, ketika ada pembeli dari
Sulawesi Selatan, para petani sawah mengaku bisa meraih keuntungan perhektarnya sekitar puluhan juta rupiah.
"Sejak tidak ada pembeli dari Sulawesi Selatan yang datang. Sudah
paling tinggi lima sampai enam juta perhektarnya tiap musim. Sebab, pembeli disini memasang harga
paling tinggi Rp 3.500 perkilonya. Itupun kalau gabahnya dalam keadan bagus, kalau tidak
bagus, dibawah harga," ungkap Indra salah satu petani sawah yang berdomisl di Kecamatan Ladongi
Kelurahan Welala kepada wartawan koran ini kemarin.
Untuk biaya kerja dalam satu hektar sawah katanya bisa mencapai
sekitar lima juta rupiah setiap musim tanam. Sedangkan pupuk yang digunakan dalam satu hektarnya sudah
paling sedikit enam sak dengan harga tiap saknya berkisar Rp, 90-100 ribu rupiah. Sementara
untuk hasil panennya jika dalam keadaan bagus bisa mencapai 50 karung tiap hektarnya. Namun
untuk musim panen saat ini paling banyak 30-40 karung, bahkan ada yang sepuluh karung.
"Kalau di jual dengan harga saat ini yang hanya Rp, 3.500 perkilonya,
paling besar untung sekitar enam juta tiap kali panen, itupun kalau panennya bagus. Tapi kalau
tidak bagus, dalam satu hektar kadang tidak kembali modal," jelasnya.
Untuk itu katanya, dengan rendahnya harga gabah yang telah ditepkan
para pembeli saat ini,
membuat para petani sawah mengalami keresahan. Pasalnya, terjadinya
penurunan harga gabah
sering terjadi ketika sudah memasuki musim panen. Namun setelah musim
panen, harga gabah
kembali naik. Lagi pula katanya, para petani mengalami kesusahan untuk
menjual gabah dari
Sulawesi Selatan seperti beberapa tahun lalu yang langsung di datangi
dengan harga yang lebih
tinggi. "Sekarang, kami tidak bisa menjual lagi sama pembeli dari
Sulawesi Selatan. Sebab, ada
larangan. Lagi pula mereka sudah tidak datang lagi di Koltim karena di
larang," jelasnya.
Sama halnya dengan Daeng Ali warga Kecamatan Poli-polia. Ia hanya
berharap, agar pemerintah
bisa menetapkan harga standar gabah. Sebab, pembeli dengan seenaknya
telah menatapkan harga
tanpa mempertimbangkan nasib para petani. Apalagi katanya, pembeli
dari luar kota sudah tidak
ada karena adanya jual gabah keluar daerah. "Kalau masih ada pembeli
dari luar, kami bisa
mencapai keuntungan bisa puluhan juta perhektarnya. Sebab, harganya
lebih tinggi. Jadi, kami
harap pemerintah bisa memberikan jaminan harga kepada para petani
sawah," tutupnya. (ing/hen)