Dana Silpa RSU Rp29 M Dipertanyakan
KOLAKAPOS, Parepare--Dana sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum (RSU) Andi Makkasau, dipertanyakan. Itu karena dana Silpa tahun anggaran 2014 dan 2015 yang mencapai Rp29 miliar tersebut, disebutkan dipinjamkan kepada oknum pejabat. Masing-masing dana Silpa tahun anggaran 2014 sebesar Rp16,2 miliar dan dana Silpa tahun anggaran 2015 sebesar Rp13,1 Miliar. Rincian dana ini sesuai hasil temuan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP-BPK RI) yang dibeberkan dua anggota Dewan Pengawas (Dewas) RSU dan LSM Mahatidana di hadapan penyidik Polres Parepare, kemarin. Karena itu Ketua LSM Mahatidana Rudy Najamuddin mempertanyakan dana Silpa tersebut. Dua anggota Dewas H Abd Rahman Mappagiling dan HA Rahman Saleh menjadi saksi dalam kasus ini. “Kami laporkan hal ini karena banyak persoalan yang terjadi di RSU, seperti kekurangan obat dan berbagai kejadian lainnya,” ungkap Rudy. Baik Rudy maupun dua anggota Dewas menduga peminjaman dana itu tanpa sepengetahuan pemerintah kota dalam hal ini wali kota selaku owner RSU. “Kami siap jadi saksi, murni karena masyarakat merasakan dampak dari kekurangan obat yang terjadi,” beber Rahman Saleh. Dia menyebutkan, jika utang obat di rumah sakit tipe B itu berkembang, karena jasa medik sudah empat bulan belum dibayar. Dia mengaku miris jika BPJS Kesehatan sudah menyetorkan dana sebesar Rp66 miliar selama dua tahun untuk klaim medik, namun masih saja ada utang obat dan jasa medik yang belum dibayar. “Sedangkan dana yang dibayarkan oleh pihak BPJS itu, termasuk di dalamnya ada pembelian obat dan pembayaran jasa medis, tapi kok tidak dilakukan pembayaran,” tambah Rahman Mappagiling, mantan anggota DPRD Parepare. Laporan ketiga orang ini diterima Kepala Unit Tipikor Polres Parepare, Inspektur Dua (Ipda) Sukri SH di Polres Parepare, kemarin. Plt Direktur RSU Andi Makkasau dr H Muh Yamin yang dikonfirmasi lewat telepon, kemarin, menanggapi laporan polisi yang dilayangkan kepada manajemen RSU itu. Menurut dia, pelaporan tersebut merupakan hak semua orang namun akan sangat berbahaya jika tidak dibuktikan kebenarannya. “Kita buktikan hasil laporan itu benar atau tidak tentu dengan bukti yang memang bisa dipetanggung jawabkan. Mudahan-mudahan bisa membuktikan laporan. Di sisi lain kalau saya terpanggil nanti, kalau kita masuk di ranah hukum masuk pada terbukti atau tidak, apakah memenuhi unsur,” katanya. Dia memastikan bahwa pemahaman yang melapor berbeda dengan apa yang dijalankan dalam manajemen RSU. “Itulah paham yang dilaporkan, namun dari sisi manajemen tidak seperti itu,” ujarnya. Dia mengaku, tahun 2014, 2015, dan 2016, manajemen RSU sudah diaudit oleh BPK dan BPKP. Namun hasilnya, tidak ada temuan penyalahgunaan anggaran dan wewenang. “Alhamdulillah, tidak ada temuan tentang penyalagunaan wewenang pengelolaan keuangan di rumah sakit, semua bisa dipertanggungg jawabkan,” aku dr Yamin yang masih tercatat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Parepare ini. Karena itu, dia mempertanyakan, di mana kelemahan manajemen RSU. “Di mana yang lemah, bahwa bukan saya yang memeriksa diri saya, saya juga diaudit oleh lembaga yang berwenang. Kami mendapat opini WTP, jadi darimana kami melakukan penyimpangan,” tandas mantan Kepala Dinas Kesehatan Enrekang ini. Hal lain yang mencuat saat Mahatidana dan dua anggota Dewas RSU ke polisi adalah soal masa jabatan pelaksana tugas (Plt) Direktur RSU Andi Makkasau. Sesuai surat Kepala BKN no K.26-20/V.24-25/99 pertanggal 10 Desember 2001, inti sarinya adalah jabatan Plt hanya berlaku tiga bulan dan harus di SK-kan oleh Pemerintah Daerah (Walikota). Namun disebutkan, jabatan Plt Direktur RSU oleh dr Yamin, justru sudah lebih dari dua tahun, dan itu belum juga diperpanjang. (parepos/fajar)