Dikecam, Absensi Shalat Jumat “Ala Nur Alam”

  • Bagikan
KOLAKAPOS, Kendari--Langkah Gubernur Provinsi Sulawei Tenggara (Sultra) Nur Alam yang mewajibkan setiap Pegawai lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra untuk melakukan shalat Jumat secara berjamaah dan diwajibkan mengisi absen shalat mendapatkan kecaman dari Dekan Fakultas Ilmu Politik Dan Sosial (Fisip) Universiatas Haluoleo Bachtiar. Menurutnya kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Sultra Nomor 4 Tahun 2017 dan penegasan rapat pada tanggal 24 Januari 2017 tentang gerakan “Sultra Beribadah” seharusnya tidak dilakukan. "Ibadah itu urusan Tuhan dengan manusia bayangkan coba tadi orang mengatakan bahwa dia datang sembahyang di sini bukan datang untuk beribadah kepada Allah tetapi karena dia takut alpa, takut dipotong TPP (Tunjangan Penambah Penghasilan)," katanya sesuai shalat Jumat dimesjid Agung Al-kausar Kendari. Jumat (27/1). Kata dia, kebijakan Shalat Jumat yang ditempatkan di Mesjid Al-kausar Kendari itu, seharusnya diperhitungkan dampaknya yang akan terjadi apabila ribuan Pegawai Sultra melaksanakan shalat di satu tempat saja. "Ini coba lihat macet dimana-mana, coba nggak betul ini, coba lihat ini kemacetan di sana sini orang cari amal tapi bikin dosa, mengakibatkan orang menunggu sampai berjam-jam hanya karena kebijakan pemerintah. Padahal ini kan kita tahu bahwa urusan ibadah itu urusan umat itu sendiri dengan Tuhan dia mau salat di mana saja tidak ada keharusan," terangnya. Menurutnya, tugas pemerintah cukup dengan menyiapkan sarana peribadatan untuk umatnya jangan dengan cara mewajibkan salat di satu tempat saja. "Di negara-negara Islam saja tidak mengatur seperti itu yang terpenting Apa yang dilakukan oleh pemerintah menyiapkan fasilitas menyiapkan sarana peribadatan itu yang penting termasuk menjaga norma-norma peribadatan supaya tidak menimbulkan misalnya kesalah pahaman antar umat itu saja. Bayangkan habis shalat apa yang dikejar absen bukan lagi dzikir, tapi dikejar absen takut nanti dipotong TPPnya kebijakan apa ini seperti ini," protesnya. Ditambahkan, menurutnya majelis ulama seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) harus melakukan koreksi terhadap apa yang dilakukan oleh Gubernur Sultra itu. "Semua lembaga-lembaga Islam Harus melihat kebijakan ini tepat atau tidak kalau tidak tepat ini harus dikoreksi mana ada tempat yang mengharuskan orang seperiti ini. Saya belum pernah ketemu didaerah mana di negara mana yang harus sembahyang tidak sembahnyang dipotong TPPnya, jadi motivasi orang datang salat terutama pegawai-pegawai di provinsi ini motivasinya bukan karena Allah bukan karena menunaikan kewajibannya sebagai umat islam tetapi justru motivasinya itu adalah tidak alpa tidak dipotong TPPnya sekali lagi keliru," tandasnya. Di Infokan Shalat Jumat berjamaah tersebut, merupakan rangkaian dari kebijakan Gubernur Sultra Nur Alam memindahkan jam kerja di hari Jumat. Kebijakan ini dikeluarkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Sultra Nomor 4 Tahun 2017 dan penegasan rapat pada tanggal 24 Januari 2017 tentang gerakan “Sultra Beribadah” agar ASN lingkup Pemprov Sultra melaksanakan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Untuk umat Islam Pukul 04.00 Wita (salat Subuh berjamaah) Pukul 12.00 Wita (salat Jumat berjamaah) Untuk umat Kristiani, Pukul 04.00 Wita (ibadah di Gereja Ora et Labora), Untuk umat Hindu, Pukul 04.00 Wita (ibadah di Pura Penataran Agung Jagad Natha Kota Kendari).(k1/b/hen)
  • Bagikan