Kejari Bombana “Diserang”–Enggan Tandatangani Hasil Pleno Panwaslu

  • Bagikan
KOLAKAPOS, Rumbia--Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Bombana mendadak "diserang" massa dari mahasiswa dan masyarakat, yang tergabung dalam Pergerakan Pemuda Pemerhati Demokrasi (P3D) dan Laskar Anti Korupsi (LAK) Bombana, Kamis (2/3). Aksi yang ditunggangi Subur Nahling ini, menuntut Kejari segera menandatangani hasil rapat pleno Panwaslu. Pasalnya, hasil rapat pleno itu menyatakan, berdasarkan analisa ahli pidana bahwa telah terjadi tindak pidana pelanggaran Pemilukada di kecamatan Poleang Tenggara. "Pelanggarannya yakni segel kotak suara rusak, sehingga menimbulkan kecurigaan adanya kecurangan. Adanya wajib pilih di bawah umur dan kosongnya kertas suara dibeberapa kotak suara," ungkapnya. Menurutnya, perlu adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan penegakkan hukum terkait masalah tersebut. Ia menjelaskan, jika Kejari tidak menandatangi hasil rapat pleno tersebut, dikarenakan bukti formil berupa rekomendasi dari Panwascam yang ditujukan pada PPK dan diteruskan pada KPUD untuk PSU dan penyidikan kasus tindak pidana, yang perlu diketahui bahwa peraturan Bawaslu terkait sengketa Pilkada bila mana Panwascam tidak mengeluarkan rekomendasi, maka yang mengeluarkan rekomendasi adalah satu tingkat di atas Panwascam dalam hal ini Panwaslu kabupaten. "Ini sudah ada rekomendasi Panwaslu, kok Kejari tidak menandatangani hasil rapat pleno sebagai dasar penyelidikan ke penyidikan terkait kasus tindak pidana pelanggaran Pilkada. Ada apa dengan Kejari Bombana? Apakah Kejari Bombana sengaja mau menggugurkan hasil rapat pleno itu," ungkap Subur di hadapan para massa. Sementara itu, Kajari Bombana Baharudin, tetap bersikukuh tidak menandatangani hasil rapat pleno tersebut, dengan alasan bahwa berdasarkan kajian Kejari tidak ada syarat formil dan materil, yang mengharuskan Kejari menandatangani hasil rapat pleno tersebut. Sebab, tidak ada rekomendasi dari Panwascam dan PPK, sesuai yang tertera pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 10 tahun 2015. Dengan alasan itu kata Baharudin, pihaknya tidak menandatangani hasil rapat pleno tersebut sebagai tindak lanjut dari penyelidikan ke penyidikan terkait kasus tindak pidana pelanggaran Pemilukada. Terkait pandangan persepsi berbeda itu, ketua divisi investigasi jaringan advokasi dan kebijakan publik, Irfan, angkat bicara. Menurutnya, seharusnya Kejari Bombana dengan masalah tersebut tidak hanya melihat regulasi yang ada pada KPU, akan tetapi harus melihat pula regulasi yang ada pada Bawaslu, sehingga dengan begitu dapat melahirkan kesimpulan dari pokok masalah. (k6)
  • Bagikan