Projo Ancam Laporkan Pemekaran Desa Konawe Ke Presiden
KOLAKAPOS, Unaaha--Lembaga Kontrol Pro Jokowi (Projo) DPC Kabupaten Konawe menyorot pemekaran sejumlah desa di Kecamatan Anggotoa. Opsi terakhir, jika temuan Projo ini terbukti maka nasib Anggotoa sebagai kecamatan baru bakal dikembalikan ke induknya, Kecamatan Wawotobi.
Kecamatan Anggotoa dimekarkan dengan jumlah 12 desa yakni Desa Anggotoa, Laloato, Kukuluri, Tonganggura, Ana Osu, Ana Lahambuti, Manggialo, Korumba, Ulu Lamokuni, Wowa Nario, Nario Indah dan Desa Lawuka. Dari itu semua, 7 desa berdasarkan temuan Projo tidak layak untuk dimekarkan.
Ketujuh desa itu yakni, Desa Laloato, Tonganggura, Ana Osu, Manggialo, Ulu Lamokuni, Wowa Nario dan Desa Lawuka. Ketujuh desa ini masuk dalam kategori tidak laik mekar, sebab baik jumlah penduduk, fasilitas pendukungpun belum memadai bahkan proses penetapannya pun sebagai desa sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
Atas dasar inilah, Projo Konawe menyimpulkan jika Kecamatan Anggotoa belum laik mekar. Sebab desa pendukung sebagai syarat pemekaran kecamatan sudah bermasalah lebih dulu, sehingga tidak bisa dijadikan landasan pemekaran wilayah baru. Dalam artian cacat hukum dan harus dibatalkan demi hukum.
"Dalam kajian kami, pemekaran desa-desa di Kecamatan Anggotoa ini sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, mulai dari UU No 6 Tahun 2014, PP No 47 Tahun 2016 hingga Permendagri No 1 Tahun 2017." Jelas Kabid Hukum DPC Projo Konawe, Abiding Slamet saat ditemui di Sekretariat Projo Konawe, (3/4) kemarin.
Menurut Abiding, ada sejumlah kejanggalan dalam proses pemekaran desa-desa yang ada di Kecamatan Anggotoa. Regulasi yang tidak jelas dan keputusan yang terburu-buru dianggapnya ada kesengajaan di dalamnya, sebab baik Pemerintah Daerah (Pemda) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) saling lempar tanggung jawab.
"Kami secara tegas berdasarkan temuan-temuan kami meminta agar Pemda ataupun DPRD meninjau dan mengevaluasi pemekaran Kecamatan Anggotoa yang sudah diperdakan sebagai daerah baru. Sebab regulasi yang dikeluarkan sudah bertabrakan dengan aturan yang sudah dijelaskan sebelumnya." Tegas Abiding.
Imbasnya, lanjut Abiding, masyarakat yang harus dikorbankan, sebab desa-desa yang baru mekar ada yang belum menerima Dana Desa (DD), sementara pembagian DD dari desa induk sudah tidak ada sehingga pelayanan pemerintahan tidak berjalan maksimal, ujung-ujungnya masyarakat digantung.
Untuk itu, kata Abiding, jika masalah ini tidak segera disikapi maka Projo akan menggiring masalah ini ke anah hukum, sebab temuan ini sudah bisa masuk dalam kategori pidana. Pertama soal pemalsuan dokumen, seperti pengelembungan jumlah penduduk hingga korupsi, seperti kebijakan yang merugikan dan kepala daerah yang harus bertanggung jawab.
"Semua harus bertanggung jawab dan Kepala Desa yang menjabat selain dari PNS akan kami laporkan pula, sebab dugaan kami ada konspirasi di dalamnya, untuk itu jika permasalahan ini tidak dievaluasi maka projo akan melaporkan masalah ini ke mendagri dan kementrian pedesaan juga akan melaporlan langsung ke ketua projo pusat yakni joko widodo." Tandas Abiding.(m4/b/hen)