Mutasi Karyawannya ke Ambon, DJL Dipanggil DPRD Kolaka
KOLAKA POS, Kolaka -- Komisi III DPRD Kolaka, Akhirnya memanggil pihak Perusahaan Perekebunan Kelapa Sawit PT. Damai Jaya Lestari (DJL) setelah sebelumnya pada Rabu (10/05) diadukan oleh ratusan Karyawannya karena hendak memutasinya ke pulau Seram Ambon. Pada kesempatan itu Juru Bicara Karyawan Abdullah mengadukan Pihak DJL karena pemutasian itu dianggap tidak masuk akal.
"Secara Logika Pemutasian tidak masuk diakal, apalagi yang dimutasi adalah sebagian besar istri-istri pekerja, dari 123 orang yang akan dimutasikan hanya 7 orang laki-laki, bahkan sudah pernah dimediasi ke Disnaker tapi sampai sekarang juga yang mau dimutasikan tidak pernah diberangkatkan ke Ambon, jadi kami menyimpulkan ini hanya akal-akalan pihak perusahaan saja mau memberhentikan karyawan," terang Abdullah ketika mengadu ke DPRD.
Abdullah juga menambahkan, parahnya lagi pihak perusahaan menyatakan bahwa tidak akan memberikan pesangon bagi mereka yang menolak mutasi tersebut jika tidak membuat surat pengunduran diri.
Menanggapi Hal tersebut Ketua DPRD Kolaka Parmin Dasir yang menerima para karyawan mengatakan akan segera memanggil pihak Perusahaan untuk membicarakan masalah tersebut. Dan pada Jumat (12/10) akhirnya Komisi III DPRD menghadirkan Pihak Perusahaan dan Disnaker serta pihak terkait lainnya.
Ketua Komisi III, Edy Gunawan Arafiq yang memimpin rapat tersebut meminta pihak perusahaan untuk menjelaskan aduan para Karyawan tersebut dan menyelesaikannya sesegera mungkin. "Kita minta pihak perusahaan untuk menjelaskan permasalahan ini dan kalau perlu segera diselesaikan, jangan berlarut-larut sebab ini penting untuk diselesaikan," ungkap legislator PKS tersebut.
Sejumlah anggota DPRD lainnya juga meminta Pihak Perusahaan untuk menjelaskan persoalan mutasi tersebut."Ada yang mengungkapkan kemarin bahwa kok tenaga harian lepas juga di mutasi, apakah memang ada aturannya bahwa jika suami istri bekerja keduanya dalam perusahan tersebut baik itu salah staunya tenaga harian lepas, apakah juga memang harus di mutasi?, lalu katanya sebagian besar yang dimutasi ini adalah pemilik lahan, bagaimana penjelasannya?," kata Rusman, legislator Demokrat dalam pertemuan itu.
Sementara itu Legislator Golkar H. Mustafa meminta pihak perusahaan menjelaskan mengenai hak-hak pekerja yang dimutasi tersebut. "Apakah dengan mutasi ini hak-hak karyawan masih ada hingga sampai ditempat tujuan? dan kalau bisa pihak perushaan memberikan format surat pengunduran diri kepada para karyawan, karena mereka juga mengatakan bahwa mereka rata-rata pekerja yang tidak tahu menahu soal itu," ungkap H. Mustafa.
Selain itu pertanyaan juga datang dari Edy Haryono, legislator PDI-P itu mempertanyakan masalah pesangon dan perihal stats karyawan yang tidak ingin menerima mutasi tersebut. "Kalau memang mau diberangkatkan waktunya kapan? apakah ditanggung oleh pihak perusahaan atau tidak, lalau jika mereka tidak mau dimutasi bagaimana dengan status mereka? apakah akan mendapat pesangon atau bagaimana?," paparnya.
Hal lain yang menjadi pertanyaan anggota Komisi III lainnya juga yaitu mengenai dampak pemutasian tersebut di daerah tujuan. "Saya mau tanya bagaimana selanjutnya dampak dari pemutasian tersebut, di pulau Ambon itu bagimana penerimaan masyarakat disana? kan kasian warga kita nantinya disanan, disini saja ada riak-riak kalau ada warga lain datang untuk bekerja," tutur H. Syarifuddin Baso, legislator PDI-P dalam pertemuan tersebut.
Menanggapi pertanyaan dari Anggota DPRD tersebut, Perusahaan DJL yang diwakili oleh Kepala Personalia, Gusman menjelaskan terkait pemutasian adalah kebijakan perusahaan dan sesuai dengan kriteria dan aturan yang ada di Perusahaan DJL. "Terkait Pemutasian itu ada beberapa kriteria berdasarkan surat tahun 2007 bahwa pekerja atau karyawan DJL yang suami istri tidak dibenarkan bekerja dua-dua atau salah satunya personil, adapun yang pekerja yang merasa sebagai pemilik lahan kriterianya yang dimutasi itu adalah pekerja yang bekerja kurang 20 hari dalam satu bulan, dan ini yang terkena kemarin namun demikian pada saat pertemuan 8 Februari dengan Kepala Desa itu diganti dengan alasan sebagai pemilik lahan dan masyarakat setempat, jadi mereka diganti dengan beberapa orang yang sudah disetujui Kepala Desa, dan mereka itu adalah pekerja yang sifatnya hanya pendatang," terang Gusman.
Selain itu Kata Gusman, permasalahan itu sudah beberapa kali dimediasi oleh Dinakertrans dan sudah menemukan titik terang, namun pihak perushaan belum bisa mengambil keputusan karena para pekerja belum mengikuti anjuran mediasi tersebut dengan memuat surat pengunduran diri.
"Dan kami sudah melakukan mediasi, mediasai pertama 9 Maret 2017 ada yang minta bekerja kembali ada yang minta diberhentikan dan diberikan pesangon namun disitu tidak ada titik kesepakatan, dan kami lakukan pertemuan mediasi kembali pada 3 April 2017 dianjurkan oleh Dinakertrans bahwa yang tidak mau bekerja dianggap mengundurkan diri, kemudian yang mau berangkat silahkan berangkat ke Ambon, dalam kesempatan pula karyawan kita mengambil kesimpulan untuk tidak berangkat Ke Ambon tetapi meminta pembayaran 15 persen dari pesangon sebagai tanda jasa, kami tidak bisa mengambil keputusan waktu itu karena kami bukan pengambil keputusan, dan pada mediasi ketiga yang dihadiri Ibu Direktur yang menganjurkan agar karyawan yang dimutasi dan menolak ke Ambon agar membuat surat Pengunduran diri, namun sampai saat ini surat penguduran diri itu belum kami terima sehingga kami tidak bisa menindaklajuti seperti apa," papar Gusman.
Phak Perushaan juga menyatakan bahwa soal pemberangkatan ke Ambon semuanya ditanggung oleh Perusahaan dan juga akan memberikan hak-hak karyawan sebagaimana aturan yang ada jika mereka tidak ingin dimutasi dengan catatan membeuta surat Penguduran diri.
Dalam kesempatan itu, Mediator dari Dinakertras Kabupaten Kolaka, Hj.Fatma membenarkan bahwa persoalan tersebut terkatung-katung karena para pekerja belum membuat surat penguduran diri. "Tidak ada pekerja yang membuat surat pengunduran diri dan memasukkannya ke Perusahaan, sehingga terkedala disitu, kami bekerja kalau sudah ada surat pengudnuran diri itu, begitu juga perusahaan akan menindak lanjuti jika sudah ada surat penguduran diri itu," terang Fatma. Dia juga menambahkan bahwa pihak perusahaan akan memberikan konpensasi 15 % sesuai aturan yang ada jika para pekerja sudah memenuhi persayaratan tersebut.
Akhirnya dalam pertemuan tersebut Ketua Komisi III, Edy Gunawan Arafiq menyarankan Pihak Perusahaan untuk kembali bertemu dengan para karyawan dan segera mengambil keputusan. "Kalau bisa segera lakukan pertemuan kembali dan melibatkan juga pemerintah setempat dan harus ada keputusan disitu, kalau bisa sebelum bulan puasa ini, dan jangan lagi sampai berlarut-larut begini, saya kira suadah ada titik terang tinggal bagiaman diselesaikan saja," ujarnya.(cr4/b/hen)