Pansus RUU Pemilu Sepakat Saksi Tidak Dibiayai Negara

  • Bagikan
KOLAKAPOS, Jakarta--Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, jika saksi parpol dalam pelaksanaan pemilu dibiayai negara, berarti saksi tersebut bertanggung jawab kepada pemerintah. Padahal, saksi parpol bertanggung jawab kepada parpol, bukan kepada pemerintah. Meski demikian, Tjahjo mengatakan, pada prinsipnya pemerintah memberikan kesempatan pelatihan saksi dalam pelaksanaan pemilu kepada penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu. ”Tapi kalau pelatihan saksi secara umum, mungkin teman-teman pers, elemen masyarakat, relawan kampus, bisa menggunakan anggaran negara melalui Bawaslu atau KPU,” kata Tjahjo. Saksi partai berbeda untuk masing-masing partai karena setiap partai memiliki strategi yang berbeda. Dengan demikian, pembiayaan saksi partai harus oleh masing-masing parpol. ”Jadi pengertiannya tidak membiayai saksi tapi untuk pengawas,” ucap menteri asal PDIP ini. Diketahui, pemerintah dan panitia khusus (Pansus) RUU Pemilu DPR RI telah sepakat membatalkan wacana saksi di setiap pelaksanaan pemilu dibiayai negara. ”Tadi siang sudah disepakati bahwa saksi parpol tidak dibiayai negara,” kata Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta. Sebagai gantinya, Pansus dan pemerintah sepakat saksi-saksi dari partai politik dilatih oleh Badan Pengawas Pemilu dan Bawaslu menyiapkan satu pengawas di setiap tempat pemungutan suara (TPS). ”Setuju dengan opsi empat. Tidak ada dana saksi partai politik. Yang ada jadinya saksi-saksi partai politik dilatih oleh Bawaslu, dan biaya pelatihannya ini dibiayai negara,” ujarnya. Opsi tersebut dilontarkan oleh Yandri dalam rapat Pansus sebagai jalan tengah soal dana saksi parpol. ”Kami juga akan memperkuat tugas pengawasan di TPS oleh Bawaslu satu orang. Akan kami kasih tugas dan kewajibanya,” ujar Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu. Yandri mencontohkan, kewajiban pengawas tersebut adalah menyampaikan hasil rekapitulasi suara kepada semua partai politik peserta pemilu. Jika laporan tersebut tak disampaikan, pengawas akan diberi sanksi. ”Karena itu uang negara yang dipakai,” kata dia. PDIP dan Golkar tetap pada pendiriannya bahwa saksi partai politik menjadi bagian dari tanggung jawab partai politik sebagai peserta Pemilu. Sehingga tidak perlu ada sama sekali biaya negara yang dibebani. ”Kalau kemudian pelatihan saksi yang harus dibiayai oleh negara tidak tepat karena saksi itu tanggung jawab dari Parpol. Dia bertanggung jawab terhadap parpol,” ujar Anggota Pansus dari Fraksi PDIP Arif Wibowo. Namun demikian, pada akhirnya usulan jalan tengah seperti disampaikan Mendagri tersebut mendapat persetujuan Pemerintah dan diketok menjadi keputusan Pansus RUU Pemilu. Selain menyelesaikan perdebatan terkait dana saksi, RUU Pemilu juga telah menyelesaikan pembahasan mengenai ambang batas parlemen atau parliementary threshold (PT) yakni sebesar 4 persen. Kesepakatan itu diambil dari hasil lobi antar pimpinan Fraksi di DPR RI. Hingga kemudian akan disahkan nantinya di rapat Pansus RUU Pemilu. ”Lobi-lobi antar ketua fraksi dan ketua kelompok fraksi di Pansus, disepakati angka empat persen untuk ambang batas parlemen,” kata Ketua Pansus RUU Pemilu, Lukman Edy. Menurut Lukman, fraksi di DPR menyepakati angka ambang batas itu setelah membahas empat pilihan ambang batas parlemen 3,5 persen, 4 persen, 5 persen, dan 7 persen. Atas kesepakatan itu, ia optimistis rapat Pansus akan menyepakati penetapan ambang batas itu tanpa melakukan pemungutan suara. Lalu, terkait ambang batas calon presiden atau Presidential Threshold, kata Lukman, masih terus dibahas di pansus. Isu krusial ini tinggal dua yang mengemuka yakni 0 persen dan 20 persen. Menurut Lukman, ada tiga fraksi yang mengusulkan ambang batas pengajuan calon presiden bagi parpol 20-25 persen yaitu PDI Perjuangan, Partai Golkar, dan Partai Nasdem. Sementara 7 fraksi mengusulkan tanpa ambang batas. (jpnn)
  • Bagikan