Ombudsman Temukan Penjualan Seragam yang Mencekik
KOLAKAPOS, Makassar--Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan tahun ajaran baru kerap menjadi ajang bagi pihak sekolah untuk mencari keuntungan. Mulai dari jual beli bangku, penjualan seragam hingga buku pelajaran.
Secara umum, menurut Ketua Ombudsman Sulsel, M Subhan, pelaksanaan PPDB tahun ini lebih baik dibanding tahun ajaran sebelumnya dari segi jual beli bangku.
“Mungkin karena sudah ada yang tersandung masalah hukum sehingga aksi jual beli bangku sudah nyaris tidak terdengar tahun ini,” jelas Subhan.
Namun, di awal tahun ajaran 2017/2018 ini, Ombudsman mencatat sejumlah laporan yang masuk terkait praktik jual beli seragam dan buku di sejumlah sekolah yang dinilai cukup mencekik.
Menurut Subhan, ada beberapa laporan masuk dari orang tua siswa yang tidak mampu, jika penjualan seragam di sekolah cukup memberatkan.
Menjadi masalah, tidak banyak yang mau mau melaporkan masalah yang dihadapi karena posisinya cukup sulit terhadap sekolah.
Dia mengatakan, penjualan seragam hampir di semua sekolah cukup memberatkan. Dari hasil penelusuran ombudsman, seragam yang dijual ke siswa berkualitas rendah yang dijual dengan harga dinaikkan 4 hingga lima kali lipat.
“Penjualan seragam hampir semua sekolah memang tidak dipaksanakan tapi disyaratkan. Itu kan sama saja siswa dibebani untuk beli seragam di sekolah,” kata Subhan.
Dia menerangkan, seperti penusurannya, baju putih berkualitas rendah dijual seharga Rp170 ribu. Padahal di pasaran, untuk kualitas bagus harganya hanya Rp80 ribu. Ada juga sekolah ditemukan menjual baju, dasi dan dua pasang kaos kaki dengan harga Rp100 ribu. Belum lagi baju batik merah untuk SD yang harga pasarnya Rp30 ribu dijual pihak sekolah Rp125 ribu.
Di SMPN 6 misalnya, sekolah menjual pakaian seragam satu paket untuk pelajar perempuan seharga Rp1.375.000 dan untuk laki-laki Rp1.200.000.
Sementara di SMPN 21, harga seragam satu paket dijual Rp800 ribu.
Bahkan, ada juga sekolah, yakni SD Inpres Hartaco Indah yang mulai menjual buku.
“Ada orang tua yang melaporkan ke Ombudsman, anaknya lulus di SMPN 6. Untuk membeli seragam, terpaksa pinjam uang di rentenir. Sayangnya yang bersangkutan melapor setelah membeli seragamnya,” jelas Subhan.
Dia sangat menyayangkan sikap Dinas Pendidikan Kota Makassar yang setiap ditanya soal itu, selalu mengatakan tidak ada masalah, tidak ada yang ditemukan seperti itu. Padahal pada kenyataannya, Disdik tidak sepenuhnya turun ke lapangan untuk melihat persoalan yang terjadi.
“Ini yang saya herankan. Kalau disampaikan ke kepala dinas, pasti dibantah kalau ada seperti itu. Disdik katanya buka Posko pengaduan, tapi toh tidak maksimal juga,” pungkasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Makassar, Hasbi, menegaskan, Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Makassar akan memberikan sanksi ke sekolah yang melakukan pemaksaan pembelian baju seragam dan kepada siswa-siswi baru.
“Seragam itu tidak menjadi keharusan untuk dibeli di sekolah. Kalau seragam putih biru, putih merah dan pramuka bisa dibeli di luar sekolah. Kalau seragam khas sekolah seperti baju batik dan olahraga dijual di koperasi sekolah. Kalau ada yang melapor dan terbukti pasti ada sanksi tergantung pelanggarannya,” sebut Hasbi. (fajar)