Kota Bekasi Masih Minim Figur Perempuan
KOLAKAPOS, Bekasi--Bakal calon kepala daerah (Balonkada) Kota Bekasi mulai bermunculan. Bahkan sejumlah partai sudah melakukan penjaringan diinternal partainya. Namun, sayangnya figur perempuan masih sangat minim.
Dari pantauan di lapangan, hanya dua nama yang baru muncul, yakni Siti Aisyah dari Partai Golkar dan Dial Hasan, Gerindra. Nama-nama yang mulai muncul mayoritas dari calon kandidat figur laki-laki.
Sehingga, tantangan sistem perpolitikan di Kota Bekasi ke depan yakni minimnya suplai pemimpin wanita yang berkualitas untuk menahkodai pemerintahan di daerah.
Anggota Fraksi Golkar DPRD Jawa Barat, Siti Aisyah mengatakan, dominasi figur pria dibandingkan wanita karena proses rekrutmen politik pada perempuan sangat kecil.
Mereka kalah bersaing dari berbagai segi, termasuk kemampuan melobi hingga kemampuan financial.
Namun, Siti memiliki pandangan sendiri melihat kaumnya kalah dominasi dibanding laki-laki.
Baginya, figur pria-wanita tidak perlu dikototomikan dalam dunia politik. Karena sistem demokrasi di Indonesia yang paling diperlukan saat ini adalah bagaimana figur yang ada memiliki karakter kepemimpinan kuat untuk mensejahterakan rakyat.
“Jika kita berbicara kepemimpinan, kita tidak perlu membahas dikotomi antara figur laki-laki dan figur perempuan. Sebab, letak masalahnya bukan di situ. Siapapun yang akan jadi pemimpin kelak harus yang memiliki rekam jejak yang baik di dalam sistem pemerintahan,” jelas Ketua Komisi IV DPRD Jawa Barat itu.
Selain itu, kata Aisyah, pemimpin wajib punya visi kepemimpinan yang kuat untuk kesejahteraan rakyatnya. Dan tidak kalah pentingnya dari kepemimpinan itu, figur yang ada tidak punya potensi melakukan korupsi dan memperkaya diri selama menjabat.
Menurutnya, kalah dominasi kader politik perempuan di Kota Bekasi karena lambatnya proses kaderisasi kepemimpinan politik terhadap perempuan dari berbagai jenjang. Termasuk juga adanya pengaruh kultur lokal dan budaya politik di Kota Bekasi.
Dia juga cukup prihatin dengan kepengurusan Parpol mulai di tingkat Pusat, Provinsi, Kota dan Kabupaten, Kecamatan hingga kelurahan masih begitu minim. Sehingga saat proses politik untuk diajukan sebagai calon legislatif (Caleg) partai kesulitan stok kader perempuan berkualitas untuk memenuhi quota 30 persen.
“Padahal, dalam Undang-undang telah dijamin kuota perempuan 30 persen. Namun, dari perspektif ini, resource atau sumber daya politik perempuan kita masih sangat terbatas dari tingkat proses rekrutmen politik dari bawah ke atas,” jelas Aisyah.(jpnn)