Kopel Tagih Oknum Dewan Sulsel
KOLAKAPOS, Makassar--Ternyata diam-diam sejumlah oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel masih memiliki utang ke kas daerah. Utang yang belum dikembalikan tersebut berasal dari Tunjangan Komunikasi Intensif sebesar Rp209.403.862,00.
Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Sulawesi Selatan (Sulsel) mendesak agar oknum dewan yang telah menikmati TKI pada periode 2009-2014, segera mengembalikan ke kas daerah. Termasuk mereka yang kembali duduk di periode sekarang ini.
“Boro-boro minta tunjangannya dinaikkan, Utang Tunjangan Komunikasi Intensifnya saja belum dikembalikan pada periode sebelumnya,” tegas Direktur Kopel Sulsel, Musaddaq.
Musaddaq menambahkan, Tunjangan Komunikasi Intensif diminta untuk dikembalikan kepada kas daerah berdasarkan PP 21/2007 perubahan kedua PP 24/2004 tentang kedudukan keuangan pimpinan dan anggota DPRD.
“Kita desak sekwan pro aktif menagih, ini harusnya sudah masuk ke ranah hukum jika tidak mau mengembalikan,” Tutupnya.
Apalagi, semua legislator DPRD Sulsel periode lalu terlibat dalam utang TKI, namun sebagian dari mereka sudah mengembalikan, ada juga beberapa diantaranya belum mengembalikan ke kas daerah.
Ditanya siapa-siapa yang belum mengembalikan TKI, Musaddaq hanya meminta media untuk menanyakan langsung ke yang bersangkutan. “Kita tanyakan saja ke yang bersangkutan mengapa belum dikembalikan,” katanya.
Selain menyoroti TKI yang belum dikembalikan, Kopel juga menyayangkan sikap pemerintah pusat yang akan menaikkan tunjangan anggota dewan. Menurut Musaddaq, kenaikan tunjangan dewan hampir pasti bakal menguras dana di APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Hal itu sebagai konsekwensi dari implementasi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Anggota dan Pimpinan DPRD.
”Kenaikan tunjangan itu tentu akan menjadi beban keuangan daerah, yang pada akhirnya akan mengurangi belanja layanan publik,” kata Musaddaq.
Seharusnya kata dia, pemerintah pusat jangan terburu-buru menaikkan tunjangan tanpa melihat kondisi lembaga legislatif ini, yang oknum anggotanya terlibat kasus penyimpangan.
“Kenaikan tunjangan bukan garansi untuk meningkatkan kinerja dewan. Melainkan akan lebih menyuburkan praktik-praktik korupsi,” cetusnya. (fajar)