Bawaslu Kaji Model Penindakan Kampanye Hoaks
KOLAKAPOS, Jakarta--Meski sindikat Saracen terbongkar, namun masih muncul kekhawatiran pilkada serentak 2018 bakal diwarnai penggiringan opini dengan data menyesatkan alias hoaks.
Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin menyatakan, pihaknya saat ini mengkaji fenomena tersebut. Sebab, fenomena jual beli isu di media sosial relatif baru.
Di sisi lain, dalam konteks kepemiluan, payung hukumnya belum dijabarkan secara tegas. ’’Kayaknya, itu yang belum terpikir selama ini,’’ ujarnya kepada Jawa Pos.
Sayangnya, dia belum bisa menjabarkan aturan maupun sanksi yang mungkin diberikan. Sebab, diperlukan kajian di tingkat pimpinan maupun konsultasi dengan sejumlah pihak terkait.
’’Kami usahakan sebagaimana pengawasan akun-akun yang kampanye negatif, bernuansa SARA, dan lain-lain,’’ tuturnya.
Afif menjelaskan, selama ini regulasi yang ada baru menjangkau akun-akun yang terdaftar secara resmi.
Akun yang tidak terdaftar sebagai milik pasangan calon diserahkan kepada lembaga pemerintah dan penegakan hukum.
’’Jika dilakukan akun anonim, akan dilaporkan ke Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) serta Polri,’’ jelasnya.
Sementara itu, Mendagri Tjahjo Kumolo mengimbau calon untuk adu program dan konsep dengan seluruh calon.
Sebab, jika mereka menggunakan cara saling fitnah dan menjatuhkan, ujungnya adalah gangguan terhadap demokrasi. ’’Pola-pola fitnah membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa yang majemuk ini,’’ katanya.
Tjahjo juga berharap KPU maupun bawaslu bisa mengakomodasi peraturan yang tegas terkait dengan fenomena tersebut.
Bahkan, jika ada calon yang nekat memfitnah dan memecah persatuan, Mendagri berharap ada tindakan administratif berupa diskualifikasi. (jpnn)