Kisruh Taksi Online Jangan Dipolitisasi
KOLAKAPOS, Makassar--Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, meminta agar kisruh taksi online tidak dipolitisasi. Ia juga mengaku belum mendengar soal rekomendasi larangan taksi online beroperasi, yang akan dikeluarkan DPRD Sulsel.
“Masalah taksi online ini sangat peka,” kata Syahrul, kemarin.
Syahrul berharap agar antara taksi online dan konvensional tidak saling menghalangi dalam mencari penumpang. Selain itu, sambil menunggu keputusan Kementerian Perhubungan terkait taksi online keluar, semua pihak diharapkan untuk tetap tenang, jangan ada yang berbuat sesuatu yang merugikan.
“Kita disini cukup damai-damai kok. Jangan dipertajam oleh siapa saja. Tenang-tenang saja sambil menunggu komitmen nasional keluar, mereka nanti bisa menyesuaikan,” jelasnya.
Gubernur dua periode ini menegaskan, persoalan ini jangan dipolitisasi. Apalagi menjadi pahlawan yang seakan-akan berjuang untuk mengatasi persoalan. Karena sebenarnya, tanpa berjuang pun, persoalan pasti akan bisa diselesaikan.
“Jadi saya minta semua pihak untuk tetap tenang. Jangan saling mengganggu,” pesannya.
Sebelumnya, DPRD Sulsel menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas Perhubungan Sulsel untuk membicarakan nasib taksi online menyusul keluarnya peraturan menteri tersebut.
Sementara, Kepala Dinas Perhubungan Sulsel, Ilyas Iskandar, meminta taksi online sementara waktu menghentikan operasionalnya sambil menunggu keputusan pemberlakuan revisi Peraturan Menteri Perhubungan nomor 26 tahun 2017.
Ia menegaskan, sepanjang belum ada aturan dari Kemenhub, taksi online dianggap ilegal.
Ilyas juga meminta pengelola taksi online bersabar menunggu hasil revisi Kementerian Perhubungan terhadap beberapa pasal. Informasi yang diperoleh, aturan terkait operasional taksi online baru keluar 1 November mendatang.
“Kementerian rencana akan mengeluarkan aturan 1 November mendatang. Jadi sepanjang regulasi terkait taksi online belum ada, kita minta dihentikan dulu operasionalnya,” jelas Ilyas.
Kewenangan terkait angkutan online, lanjutnya, berada di Kementerian Perhubungan. Kewenangan Dishub hanya melakukan komunikasi antara angkutan konvensional dan sewa khusus.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) mencabut 14 pasal pada Peraturan Menteri nomor 26 oleh Mahkamah Agung. Salah satunya pada pasal 51 ayat 3.
Bunyi pasal tersebut yakni larangan bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi kegiatan, menetapkan tarif dan memberikan promosi tarif di bawah tarif batas bawah yang telah ditetapkan, merekrut pengemudi. (fajar)