PDIP Diminta Tak Mengusung Marianus Sae di Pilgub NTT
KOLAKAPOS, Jakarta--Sejumlah pemuda NTT yang tergabung dalam “Koalisi untuk Demokrasi Berintegritas di NTT” (selanjutnya Koalisi) mendorong partai politik untuk tidak mengusung bakal calon gubernur (bacagub) Nusa Tenggara Timur (NTT) 2018 yang diduga bermasalah secara hukum dan moral.
Seruan itu disampaikan perwakilan Koalisi, Paulus Gregorius Kune dalam keterangan persnya, sebelum menggelarkan aksi di Kantor DPP PDIP Perjuangan, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta.
Koalisi tersebut terdiri dari sejumlah elemen masyarakat yakni Komite Masyarakat Ngada-Jakarta (Kommas Ngada-Jakarta), Forum Pemuda NTT Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Formadda NTT), Amman Flobamora dan Kompak NTT.
Untuk diketahui, Provinsi NTT merupakan salah satu dari 171 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak 2018. Sejumlah bakal calon sudah bermunculan di publik dan mengaku serta mengklaim sudah mendapatkan rekomendasi dari partai politik.
Yang terpenting dari Pilkada NTT tahun 2018, menurut Koalisi, adalah menghasilkan pemimpin yang berkapasitas dan berintegritas untuk membangun NTT yang lebih baik.
Lebih lanjut, Koalisi menyebutkan salah satu bakal calon gubernur yang diduga masih bermasalah secara hukum dan moral adalah Bupati Ngada Marianus Sae. Dia dikabarkan bakal diusung oleh PDI Perjuangan. Di beberapa media, Marianus mengaku optimistis didukung oleh PDIP (9 kursi) dan PKB (5 kursi) dengan jumlah 14 kursi, melebihi syarat minimal koalisi partai mengusung pasangan calon gubernur-wakil gubernur di NTT.
Koalisi berpandangan meskipun belum ada pengumuman resmi dari DPP PDIP terkait bacagub yang akan diusung di Pilgub NTT.
“Kami mendengar salah satu nama yang akan diusung PDIP di Pilgub NTT adalah Marianus Sae. Jika ini benar, maka kami sangat menyayangkan. Karena Marianus adalah bupati yang patut diduga masih bermasalah secara hukum dan moral. PDIP seharusnya mengusung bacagub yang berintegritas, tidak boleh orang yang bermasalah secara hukum dan moral,” ujar Paulus Gregorius Kune.
Menurut Polce sapaan Paulus Gregorius Kune, Marianus merupakan Bupati yang menyandang status tersangka dalam kasus pemblokiran Bandara Turelelo-Soa, Ngada, Bejawa, NTT pada 21 Desember 2013.
Kasus ini, kata Polce, sudah lama ditangani oleh Polda NTT dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian Perhubungan, namun penanganannya sangat lamban dan tidak jelas sampai sekarang.
“Kasus blokir bandara ini sangat jelas. Karena yang memerintah Satpol PP Ngada untuk blokir bandara pada saat itu adalah Marianus Sae. Tetapi, status Marianus Sae masih tersangka, sementara 23 Satpol PP sudah masuk penjara, padahal Satpol PP ini hanya menjalankan perintah atasan kala itu," tandas dia.
“Kasus Marianus Sae menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan dunia penerbangan kita. Kami minta Marianus Sae diproses secara hukum agar mendapatkan kepastian hukum,” kata dia menambahkan.
Sekretaris Jenderal Kommas Ngada-Jakarta ini menduga penanganan kasus ini tidak netral dan transparan. Karena itu, Polce berharap PDIP tidak menerima dan tidak mengusung Marianus Sae yang diduga telah melanggar hukum dan membahayakan para penumpang pesawat yang diblokir Marianus Sae.
Selain kasus pemblokiran bandara, Polce juga menduga Marianus tersangkut kasus moral.
“Sementara kasus moral yang diduga dilakukan Marianus Sae adalah menghamili mantan pembantunya, MSN dan sudah melahirkan seorang anak. Kasus ini sudah ditangani oleh Tim Relawan Untuk Kemanusiaan Flores (TRUK-F) di NTT,” ungkap dia.
Polce mengatakan kasus yang dialami MSN telah diadvokasi oleh para suster dan pastor di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Terkait kasus dugaan menghamili MSN ini, Koalisi berencana akan menyerahkan data-data ke DPP PDIP untuk menjadi pertimbangan dalam memilih bacagub NTT.
Anggota Koalisi yang juga menjadi Koordinator Bidang Advokasi dan Hukum Formadda NTT Hendrikus Hali Atagoran meyakini bahwa PDIP akan selektif dalam memilih cagub NTT dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk aspek integritas.
Menurut Hali, aspek integritas ini tentunya terkait dengan ketaatan bacagub terhadap aturan dan tidak melakukan perbuatan asusila.
"Sebagai partai politik yang berkuasa di NTT dan Indonesia, PDIP harus berkontribusi nyata untuk melahirkan pemimpin daerah yang berkualitas dan berintegritas. Tidak memilih atau mengusung bacagub yang patut diduga bermasalah secara hukum dan moral, seperti Marianus Sae,” tutur dia.
Sebagai partai politik, kata Hali, PDIP mempunyai tanggung jawab konstitusional dan moral untuk melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang berkualitas, berintegritas, jujur, dan bersih.
Harapannya, kata Hali, pemimpin-pemimpin daerah tersebut mampu membawa masyarakat kepada kesejahteraan.
"Nah, jika PDIP mendukung Marianus Sae, maka bisa berdampak negatif terhadap PDIP karena akan dinilai oleh masyarakat NTT mendukung orang yang diduga bermasalah secara hukum dan moral. Hal ini tidak sesuai dengan semangat Nawa Cita dan revolusi mental yang diusung PDIP bersama Jokowi-JK di tingkat nasional," pungkas dia.
Selain ke kantor DPP PDIP, Koalisi juga melakukan aksi dan minta audiensi dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Kamis (24/11). Koalisi meminta penjelasan dari Menteri Budi Karya terkait perkembangan penanganan kasus blokir bandara Turelelo-Soa.
Koordinator Kommas Ngada Jakarta Roy Watu Pati mengatakan pihaknya sudah berkali-kali melakukan aksi dan audiensi ke Kementerian Perhubungan untuk meminta informasi terkait kasus penanganan kasus blokir bandara Turelelo-Soa. Namun, terkesan Kemenhub dan kepolisian lamban, tidak netral dan transparan dalam menangani kasus ini.
“Pertanyaan kami, mengapa 23 Satpol yang diperintah Marianus Sae sudah dipenjara, sementara dia belum? Kami duga Marianus Sae adalah aktor intelektual yang harus dijerat setara atau lebih dari 23 Satpol PP Kabupaten Ngada," ujar Roy.
Roy menjelaskan Marianus Sae sudah ditetapkan tersangka oleh Polda NTT pada 26 Desember 2013 lalu dalam kasus blokir bandara ini. Namun, sampai sekarang ini status belum jelas.
Lebih lanjut, Roy mengatakan kasus blokir bandara menjadi catatan buruk kinerja Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kemenhub dan kepolisian khususnya Polda NTT.
“Kami sudah mengawal kasus ini kurang lebih empat tahun. Kami menemukan terasa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas sehingga tidak bisa menjerat Marianus Sae,”kata Roy.
Ia menilai PPNS dan kepolisian terkesan tidak serius, tidak profesional dan tidak netral dalam mengusut kasus ini. Karena ini, dia meminta komitmen dari Menteri Perhubungan agar segera menuntaskan kasus blokir bandara ini. Pasalnya, kasus tersebut telah merusak citra penerbangan Indonesia dan membahayakan keselamatan masyarakat Indonesia.(fri/jpnn)