KOLAKAPOS, Jakarta -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) saat ini masih menunggu salinan putusan inkrah (berkekuatan hukum tetap) sidang Wali Kota Kendari nonaktif, Adriatma Dwi Putra (ADP). Seperti diketahui, Rabu (31/10) ADP oleh pengadilan Tindak Pidana Tipikor divonis bersalah menerima suap dari pengusaha Hasmun Hamzah selaku pemilik perusahaan PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) sebesar Rp.6,8 miliar. ADP divonis 5 tahun 6 bulan penjara, ditambah denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen OTDA) Kemendagri, Soni Soemarsono mengatakan, untuk kasus tersebut pihaknya menunggu dokumen atau salinan putusan inkrah dari hasil sidang. Jika, salinan putusan sudah diterima dan pihak ADP tidak mengajukan banding atas vonis hakim, maka proses pemberhentian terhadap Sekretaris DPW PAN Sulawesi Tenggara (Sultra) itu langsung diproses seperti yang sudah diatur dalam perundang-undangan.
"Kalau wali kota sudah incrah tidak ada banding dan seterusnya, maka secara otomatis menurut aturan perundang-undangan wakilnya itu otomatis akan diproses menjadi walikota," kata Soni kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin.
Mekanisme pemberhentian lanjut Soni adalah ketika putusan sudah dinyatakan incrah dan Kemendagri pun sudah mendapatkan salinan putusan secara resmi maka pihaknya akan langsung mengeluarkan SK pemberhentian Wali Kota Kendari nonaktif. Sekaligus meminta kepada pemerintah daerah melalui DPRD Kota Kendari untuk segera menggelar paripurna mengusulkan Wali Kota definitif.
"Kemudian sekaligus paripurna DPRD kemudian mengusulkan Wakil Wali Kota menjadi Wali Kotanya disertai dengan pemberhentian Wali Kota. Sementara untuk Wakil Wali Kota sementara kosong," tambahnya.
Selain Adriatma Dwi Putra, majelis hakim juga menjatuhkan vonis kepada mantan Wali Kota Kendari dua periode, Asrun yang juga merupakan ayah dari ADP. Vonis Asrun sama beratnya dengan ADP.
Selain vonis tersebut, keduanya juga dicabut hak politik untuk dipilih sebagai pejabat publik selama 2 tahun yang dijalani setelah keduanya bebas dari masa hukuman. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa 8 tahun penjara, denda 500 juta dan pencabutan hak politik selama 3 tahun. (HRM/FIN)