Warga : PT MBS Harus Angkat Kaki dari Amonggedo
KOLAKAPOS, Unaaha -- Pembagian royalti PT. Multi Bumi Sejahtera (MBS) kepada warga pemilik lahan tambang yang diolah oleh perusahaan milik Saut Sitorus di kecamatan Amonggedo berakhir ricuh. Pembagian royalti yang dijadwalkan akan dilakukan pada Sabtu (24/11) lalu, di kantor kelurahan Amonggedo itu terpaksa dibatalkan.
Pembatalan pembagian royalti ini di sebabkan sejumlah warga menolak pembagian tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan perjanjian antara warga dalam hal ini koperasi Dunggua Jaya dan perusahaan. Dimana dalam perjanjian tersebut warga akan diberikan 3 dolar per metrik ton.
Namun kenyatan yang terjadi, perusahaan telah melakukan penjualan ore nikel sebanyak 35 ribu mertik ton artinya perusahaan seharusnya menyiapak royalti sebesar Rp. 1,4 M, namun kenyataanya perusahaan hanya akan memberikan royalti Rp. 450 juta, itupun pembayaranya akan diangsur sebanyak dua kali.
Hal ini lah yang memicu warga menolak menerima royalti tersebut dan menginginkan perusahaan PT MBS untuk angkat kaki dari Amonggedo. " Sesuai komitmen antara MBS dengan Koperasi Dunggua Jaya, masyarakat Dunggua mendapatkan Royalti sebesar 3 dollar per metrik ton.," Ungkap Arjun perwakilan warga pemilik lahan.
Di tempat yang sama, Kepala Desa Dunggua, Maliatin Deny, mengatakan, perusahaan harus komitmen dengan apa yang telah di sepakati bersama, antara warga pemilik lahan dan perusahaan, maka dari itu, perusahaan yang telah menjual ore nikel sebanyak 35 ribu metrik ton harus mengeluarkan royalty sesuai dengan apa yang di sepakati sebelumnya yakni 3 dollar per metrik ton.
Sehingga jika di kali dengan kurs dolar saat ini , perusahaan harus menyiapkan sebesar Rp 1,4 Milyar dari hasil penjualan ore nikel sebanyak 35 ribu mertik ton, bukan Rp. 450 juta yang akan diterima warga pemilik lahan. Inilah yang membuat warga kesal dengan tidak komitmenya perusahaan dalam pemberuan royalti.
" Saya dipilih oleh mayoritas masyarakat Dunggua. Jadi sudah kewajiban saya untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak mereka. Kami hanya menuntut royalti 3 dollar per metrik ton," Ucap Maliatin.
Sementara itu, dalam rapat yang digelar di Kantor Kelurahan Amonggedo tersebut, Riwanto selaku koordinator panitia 5 yang diketahui bagian dari PT. MBS menyampaikan bahwa pihak perusahaan hanya akan membayarkan royalti sebesar Rp 450 juta itu pun secara bertahap kepada 197 Kepala Keluarga dengan cara di angsur dua kali, dimana pertama atau pembagiaan yang akan dilakukan sabtu lalu akan di berikan Rp. 200 juta dan tahap kedua Rp. 250 juta. " Untuk pemilik sertifikat 37 orang mendapat Royalti sebesar Rp.3,2 juta. Sementara untuk masyarakat umum Rp.500 ribu per KK," Kata Riwanto.
Aturan itulah yang membuat warga Dunggua marah, karena tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Apa lagi telah di ketahui jika penjualan ore nikel kini sudah mencapai 35 ribu mertik ton, sehingga warga menolak panitia 5 karena tidak berpihak pada masyarakat Dunggua demikian dengan camat Amonggedo Nuriadin di duga telah menerima uang dari perusahaan sehingga mengenyampingkan kepentingan masyarakatnya.
Kericuhan massa aksi memuncak saat Direktur PT. MBS, Saut Sitorus muncul di lokasi rapat. Saat itulah warga berteriak agar rotalti mereka dibayarkan sesuai perjanjian dan penjualan ore nikel dan meminta agar PT MBS untuk segera angkat kaki dari Amenggedo.
Menanggapi teriakan warga, Saut Sitorus emosi dan menegaskan jika dirinya tidak akan melanjutkan usaha pertambangan di wilayah Konawe, atau dalam hal ini di Kecamatan Amonggedo
" Saya tidak butuh tambang, MBS saya tutup," Ucap Sitorus dengan nada emosi.
Melihat tindakan warga mulai anarkis, Bos PT MBS kemudian dievakuasi oleh pihak keamanan. Saut Sitorus kemudian dikawal ketat oleh aparat untuk kemudian pergi meninggalkan lokasi aksi. Setelah Bos Tambang itu meninggalkan tempat wargapun berhasil dikendalikan oleh aparat.(m4/b/hen)