KOLAKAPOS, Makassar -- Dinas Kesehatan Provinsi Sulsel dan Kota Makassar terus mengimbau warga Sulsel untuk tetap waspada terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Di siklus 10 tahunan, warga yang terkena wabah DBD sudah mencapai 438 orang hingga akhir januari ini. Sementara suspek atau diduga DBD sebanyak 218 orang. Angka itu, kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Bachtiar Baso merupakan rekaman data Dinkes per tanggal 1 Januari hingga 24 Januari 2019.
Bachtiar mengatakan untuk jumlah korban jiwa sudah mencapai tujuh orang. Beberapa daerah yang mengalami kasus DBD tertinggi adalah Pangkep (77), Bulukumba (69), Takalar (61), Gowa (45), Wajo (36) dan Maros (26). Bahkan selama tiga hari, laporan kasus DBD mengalami peningkatan dua kali lipat. Tanggal 22 Januari hanya 224 kasus, 23 Januari 365 kasus dan tanggal 24 Januari menembus angka 8438 kasus. “Status Sulsel belum pada tahap kejadian luar biasa atau KLB. Teman-teman di daerah masih bisa melakukan penanganan penderita DBD,” katanya, saat dikonfirmasi via telepon, Selasa (29/1).
Bachtiar menyebutkan Pemprov Sulsel selalu dalam posisi siap membantu pemerintah kabupaten/kota. Termasuk menerima pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik Pemprov Sulsel. Untuk mencegah wabah DBD tersebut, Bachtiar mengimbau masyarakat melakukan gerakan 3M+. Yakni menutup semua tampungan air atau sumber air, menguras bak mandi, dan mendaur ulang barang bekas. Terlebih, ia mengajak masyarakat menggunakan ikan pemakan jentik-jentik.
“Penyakit DBD ini tidak ada obatanya. Untuk itu kami meminta kepada masyarakat supaya berperan aktif dalam menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Bersihkan tempat-temapt yang sekiranya jadi tempat nyamuk bersarang dan bagusnya lagi pelihara ikan pemakan jentik untuk di tempat penampungan air,” tuturnya.
Menurutnya, jumlah kasus DBD bakal terus meningkat setiap harinya. Terlebih, saat ini memasuki musim penghujan yang membuat jentik serta jumlah nyamuk terus bertambah. Apalagi, saat musim penghujan yang banyak genangan yang merupakan tempat nyamuk menetaskan telur. “Jumlah kasus DBD sepertinya bakal meningkat terus. Kami setiap harinya memonitor terus dari laporan Dinkes-dinkes di setiap daerah. Apalagi sekarang sudah mauk musim penghujan, jadi masyarakat dihimbau untuk selalu waspada dan jaga kebersihan lingkungan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuang Baji, dr Mappatoba menjelaskan, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, puncak penyeberan penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah saat memasuki musim hujan. “Karena memang sifat penyebaran penyakit DBD biasanya di musim hujan. Sekitar Oktober hingga Januari. Tapi biasanya, kasus DBD paling tinggi banyak ditemukan Januari,” ungkapnya.
Mappatoba berasumsi jika masyarakat sudah mengetahui dan paham benar langkah apa yang harus dilakukan untuk menghindari penyakit yang disebabkan nyamuk aedes aegypti itu. Berbicara mengenai DBD, berbicara soal kebersihan, baik di rumah maupun lingkungan sekitar. Jentik nyamuk berkembang biak di air yang tenang dan benda-benda yang tidak digunakan. “Masyarakat semakin sadar pentingnya hidup sehat. Menjaga kondisi agar bisa terhindar dari penyakit DBD,” ungkapnya.
Dia melanjutkan, gejala klinis yang ditunjukkan penyakit ini adalah demam yang puncaknya terjadi pada hari kelima. “Yang dikhawatirkan dari DBD adalah shock akibat terjadi pendarahan dalam tubuh karena kekurangan cairan dalam tubuh. Tapi jika sudah hari kelima dan bisa diawasi, berarti lewati masa kritis,” ungkapnya.
Lebih jauh dikatakan, saat ini, hampir semua fasilitas kesehatan (faskes) sudah paham benar dengan langkah cepat yang harus dilakukan dalam menghadapi pasien demam berdarah. Termasuk RSUD Labuang Baji yang menjadi rumah sakit rujukan. ”Kita punya Standar Operasional Prosedur menangani DBD. Dokter yang tangani juga sudah punya protap,” tandasnya. (bkm)