KOLAKAPOS, Kolaka -- Polemik di bidang pertambangan di Sulawesi Tenggara saat ini sedang menjadi isu hangat yang me-nasional. Teranyar, kisruh pertambangan di Pulau Wowanii, Kabupaten Konawe Kepulauan yang menuai beragam reaksi dan tanggapan dari berbagai kalangan.
Di Kabupaten Kolaka, Sultra, persoalan bisnis 'tanah merah' itu juga memantik reaksi Rektor Universitas Sembilanbelas November (USN) Kolaka, Azhari. Rektor mengaku turut prihatin dengan kisruh di dunia pertambangan di Sultra.
Kata Azhari, terjadinya polemik pengelolaan tambang di Sultra tak lepas dari cara pengelolaannya yang dinilai amburadul. Para pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) nyaris tak punya skil bagaimana mengelola tambang yang benar. "Permasalahan kita sekarang, kebanyakan di UIP-IUP pada sektor pertambangan kita rata-rata pengelolanya yang penting punya modal atau uang, tapi tidak memiliki skill di bidang pertambangan. Seperti yang disampaikan dari pihak Dinas ESDM Sultra melalui media beberapa waktu lalu, rata-rata perusahaan-perusahaan tambang di Sultra ini tidak memiliki Kepala Teknik Tambang (KTT), tidak memiliki ahli tambang di peruhasaannya. Makanya jangan heran penambang kita hari ini banyak menuai polemik," kata Azhari kemarin, (20/3).
Sebenarnya, sambung Azhari, yang seharusnya menjadi direktur perusahaan tambang itu adalah orang berlatarbelakang ilmu pertambangan. "Kenapa harus orang teknik tambang, ya, karena dia mengerti pengelolaan tambang yang benar. Ya, karena tambang ini merupakan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, sekali dibuka maka akan habis, karena itu diambil di dalam bumi. Sama halnya kita operasi tubuh manusia, kalau yang lakukan operasi adalah orang ahlinya maka hasilnya juga akan bagus. Sama halnya dengan tambang, jika orang ahlinya yang kelola maka pasca tambang lahannya masih bisa dimanfaatkan. Tapi kalau yang operasi memang hanya untuk cari duit, maka hasilnya pasti akan rusak," papar Azhari.
Khusus di Kabupaten Kolaka, Azhari juga menyayangkan dampak negatif yang ditimbulkan akibat aktivitas pertambangan. Terutama penggunaan jalan umum yang dijadikan sebagai lalu lintas truk pengungkut ore perusahaan tambang. "Di sini (Kolaka, red) jalan provinsi hancur hanya karena dilewati truk-truk tambang. Itu salah satu bukti bahwa tambang memang tidak mensejahterakan, tetapi malah merusak. Perusahaan petambangan yang seperti apa? Ya, pertambangan yang di dalamnya tidak mempunyai skill yang berkompeten, pertambangan yang bertujuan hanya untuk meraup untung sebanyak-banyaknya, dan mengabaikan dampaknya. Dan ini yang harus kita tolak," tegas Azhari.
Azhari juga mengkiritisi perusahaan tambang yang 'ogah' menggunakan tenaga kerja lokal, khususnya alumni USN lulusan teknik pertambangan. "Memang kami punya kualitas lulusan tidak bisa dibandingkan dengan ITB, tetapi kalau lingkup Sulawesi Tenggara jurusan tambang tertua ada di USN Kolaka. Saya kira permasalahan lingkungan kita tidak akan secarut marut seperti hari ini, kalau alumni tambang yang ada di sini diberdayakan," tandasnya.
Pernyataan Azhari di atas diungkapkan saat membuka seminar nasional yang digelar USN Kolaka, di Auditorim USN, Rabu (20/3). Seminar nasional yang diprakarsai mahasiswa Progaram Studi Teknik Pertambangan USN tersebut mengangkat tema 'Kontestasi Politik dan Sumber Daya Alam di Tengah Pusaran Korupsi'. Seminar nasional itu menghadirkan empat narasumber yang berkompeten di bidang pertambangan skala nasional. Diantaranya, Direktur Teknik dan Lingkungan, Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM RI, Ir Rizal Kasli, Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia, Prof Dr H Muh Nurdin, dan pemerhati tambang Indonesia, Dr Muhammad Uhaib As'ad yang juga dosen Fisip di Universitas Islam Kalimantan. Para peserta terdiri dari berbagai kalangan, mulai akademisi, politikus, dan penggiat tambang di Sultra. Hadir pula Kajari Kolaka, Taliwondo, perwakilan Kapolres Kolaka, Dandim 1412 Kolaka, serta perwakilan beberapa perusahaan pertambangan di Bumi Mekongga, Kolaka.
Ketua panitia seminar, Putu Eden Suardika mengaku pihaknya sengaja menggelar seminar nasional bertema tambang tersebut karena melihat pertambangan di Sultra belum memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Malah yang terjadi sebaliknya, masyarakat hanya merasakan dampak negatif akibat aktivitas tambang itu sendiri.
"Dalam seminar hari ini (kemarin, red) sebenarnya kita juga panitia mengundang salah satu wakil pimpinan KPK, yaitu pak Laode Muhammad Syarif, namun beliau lagi sibuk di Jakarta. Tapi satu dua bulan ke depan ini teman-teman dari prodi Teknik Sipil juga akan menggelar seminar nasional mengenai harga-harga konstruksi bangunan yang kami lihat biasa dijadikan lahan korupsi para pejabat. Kita akan undang KPK, kebetulan pak Laode Syarif sudah memberikan sinyal," kata Putu didampingi ketua BEM Sainstek USN, Ibnu Setiawan Mustapa. (kal/hen)