Dosen USN dan Mari Tebari Lakukan Penelitian Bambu Laut di Pulau Pelangi
KOLAKAPOS, Kolaka - Sejumlah dosen Universitas Sembilanbelas November (USN) Kolaka bersama kelompok Masyarakat Bahari Teluk Bone Lestari (Mari Tebari) terus melakukan penelitian biota laut di perairan teluk Bone. Salah satu fokus penelitiannya adalah biota berjenis bambu laut, yang banyak ditemukan di wilayah pesisir Pulau Pelangi, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Bambu laut atau yang bernama latin isis hippuris, adalah karang lunak yang merupakan salah satu penyusun terumbu karang. Pada umumnya, bentuk bambu laut seperti pohon dan melekat di dasar perairan.
Dosen Peneliti Ilmu Perikanan dan Kelautan USN Kolaka, Syahrir mengatakan, berdasarkan hasil identifikasi, biota bambu laut ini banyak ditemukan di Pulau Pelangi. Hal ini pun mengundang para akademisi USN Kolaka dan kelompok Mari Tebari untuk melakukan penelitian lebih jauh.
"Bambu laut banyak kita temukan di Pulau Pelangi. Makanya nanti selanjutnya kita akan petakkan dan teliti lebih jauh berapa koloni yang ada di situ, dan jenisnya apa saja," kata Syahrir, Selasa (16/7).
Bahkan, menurut Syahrir, jika dikembangkan lebih serius, Pulau Pelangi sangat berpotensi untuk dijadikan pusat konservasi bambu laut di kawasan perairan Teluk Bone. Apalagi keberadaan biota jenis ini mulai langka, dan sudah dalam perlindungan terbatas. "Ekspolitasi bambu laut sudah dilarang secara umum melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 46 Tahun 2014. Jadi memang tidak boleh dieksploitasi dan diperjualbelikan, kecuali untuk keperluan penelitian," ujarnya.
Untuk itu, Syahrir dan peneliti lainnya sangat mengharapkan dukungan dari sejumlah pihak, utamanya dari Balai Pengelola Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar, agar penelitian dan pengkajian populasi bambu laut di Pulau Pelangi lebih difokuskan lagi ke depan. "Saat ini saya dan teman-teman masih lakukan penelitian langkah awal, biayanya pun hasil patungan dari teman-teman dosen USN Kolaka dan kelompok Mari Tebari. Ini juga sebenarnya sekalian kita berekowisata bahari, karena kalau ekowisata kan ada sentuhan ekologinya. Jadi ke depan, kalau memungkinkan lokasi itu nanti kita akan jadikan pusat pengamatan bambu laut. Hanya saat ini lagi menunggu kerjasama dengan BPSPL Makassar, kebetulan saya sudah komunikasi, mudah-mudahan tahun ini bisa jalan," kata Syahrir yang juga ketua kelompok Mari Tebari.
Ia menambahkan, selain melakukan penelitian bambu laut, pihaknya juga melakukan penelitian keberadaan logam berat yang ada di perairan Teluk Bone. Hasilnya, ditemukan sejumlah logam berat berdampak negatif bagi kesehatan. "Kalau pencemaran tentang logam berat sudah kita lakukan selama dua tahun ini. Tapi, saya belum bisa rilis hasilnya, karena ini sensitif," tandasnya. (kal)