Mahasiswa IAIN Kendari Kecam Aturan Larangan Menggunakan Cadar
KOLAKAPOS, Kendari--Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Kendari menerbitkan kode etik larangan Mahasiswinya menggunakan cadar saat berinteraksi dengan dosen.
Hal itu disampaikan Analis Humas dan Protokoler IAIN Kendari Lili Ulfiah. Menurut dia aturan tersebut terdapat pada kode etik pasal 14 poin 10 menyebutkan, bahwa menutup wajah bagi mahasiswi dalam proses belajar mengajar menyulitkan dosen pada saat tatap muka. Dan hal itu masuk dalam pelanggaran sedang IAIN Kendari. "Kami sulit mengenali mahasiswi saat proses pembelajaran apabila menggunakan penutup wajah atau cadar, sehingga diterbitkan aturan itu," jelasnya saat ditemui di ruangannya. Kamis, (05/09).
Aturan itu lanjutnya, hanya berlaku pada saat proses perkuliahan berlangsung. Namun, saat di luar jam kuliah, para mahasiswi diperbolehkan memakai kembali cadarnya. "Maaf kami atau dosennya hanya memastikan apakah mahasiswinya, karena kita tidak bisa menjamin apakah yang diajak komunikasi ini mahasiswinya kita atau bukan. Dan larangan itu hanya pada saat berinteraksi," papar wanita berhijab itu.
IAIN Kendari kata Lili sapaan karibnya, akan mengkaji pemakaian cadar, apakah wajib atau tidak. Dan pengkajian tersebut akan diselenggarakan secara terbuka, agar semuanya tahu. Akan tetapi di dalam Al Quran sudah dijelaskan, bahwa yang boleh dilihat itu sebenarnya wajah dan telapak tangan.
Lebih jauh ia menjelaskan, dalam bidang pendidikan berinteraksi secara langsung akan lebih efektif ketika melihat secara langsung ekspresi mahasiswa. Disisi lain, untuk mengetahui apakah mahasiswinya mengerti atau tidak. "Tanpa ekspresi kita tidak bisa mengetahui sama sekali, apakah mengerti dengan materi yang dibawakan," urainya.
Saat ditanya banyak yang menganggap larangan menggunakan cadar melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), ia menuturkan, soal itu akan ditelisik lebih jauh, apakah itu termasuk kategori pelanggaran HAM atau bukan. "Kita akan dudukkan bersama dan akan dibuka secara hukum, pelanggaran HAM nya dibagian mana, karena IAIN Kendari sebenarnya tidak ada maksud melanggar hak-hak mahasiswa yang memilih mempercayai bahwa bercadar itu adalah kewajiban buat mereka," tegasnya.
Selain itu ia menjelaskan, setelah dikeluarkan aturan tersebut, pihaknya mempublis lewat website IAIN Kendari dan seluruh dekan dekan atau setiap Fakuktas sudah mensosialisasikan aturan itu. Belum lagi Ketua Presiden Mahasiswa dan Ketua Senat Mahasiswa dan Mahasiswi ikut dalam kegiatan penyusunan kode etik. Jadi penolakan itu menjadi pertanyaan besar. "Kok bisa penolakannya setelah diterbitkannya aturan padahal mereka ikut dalam penyusunan aturan itu. Memang mahasiswa tidak ikut, namun presiden mahasiswa ikut," ungkapnya.
Sementara itu salah seorang Mahasiswa IAIN Kendari yang tidak ingin disebutkan namanya, menyampaikan, bahwa dirinya mengecam atau sangat tidak setuju dengan aturan tersebut. Menurutnya, pemakaian cadar itu dapat melindungi dirinya dari godaan lawan jenis atau semacamnya. "Kalau saat berinteraksi dengan dosen dibuka, terus bagaimana dengan mahasiswa yang sejak sekolah sudah menggunakan cadar," urainya.
Dirinya sangat sepakat jika mahasiswi menggunakan cadar atau penutup wajah saat berada di luar Kampus maupun saat berinteraksi dengan dosen. "Saya rasa untuk mengetahui mengerti dengan tidak soal pembelajaran tanpa harus membuka cadar. Bisa buka cadar kecuali sama muhrimnya, jika saat berinteraksi dengan dosen mending dibuka saja sekalian," tutupnya. (P2/hen)