KOLAKAPOSNEWS.COM, Kolaka -- Perusda Kolaka tidak perlu “peras keringat” membela diri lagi terkait tudingan pelanggaran di jalan umum. Balai Pelaksana Jalan nasional (BPJN) Sultra telah memberi pengakuan bahwa Perusda sangat berkomitmen memenuhi 15 syarat yang telah diberikan sebagai syarat menggunakan jalan umum.
Pengakuan tersebut diungkapkan perwakilan BPJN saat melakukan peninjauan lapangan aktivitas hauling Perusda yang melewati jalan umum, bersama Pemkab Kolaka, DPRD Kolaka, mahasiswa dan Perusda Kolaka, Senin (19/10) lalu.
Konklusi yang ditarik dari observasi tersebut, Perusda diakui telah menunjukkan komitmen untuk memenuhi 15 persyaratan yang diberikan BPJN saat memberi izin penggunaan jalan. Namun, ada beberapa poin yang mesti dimaksimalkan. Yaitu Perusda diminta membetonisasi jalan hauling dari lokasi tambang di Desa Pesouha Kecamatan Pomalaa yang berjarak 100 meter sebelum masuk ke ruas jalan nasional. Betonisasi dimaksudkan untuk menghindari luberan lumpur yang menempel pada ban truk pengangkut material ore ke jalan nasional.
Kepala Teknik Tambang Perusda Kolaka, Ishak Nurdin menjelaskan, jalan tersebut saat ini sudah dilakukan pengerasan untuk mengantisipasi melubernya lumpur ke jalan nasional. Sebelumnya, ia berujar Perusda tidak membetonisasi jalur tersebut karena merupakan jalan desa. "Pada intinya dari kewajiban yang tertuang dalam 15 poin ketentuan yang harus dipenuhi, beberapa poin itu kita sudah penuhi 100 persen. Namun memang ada beberapa poin yang dianggap belum maksimal, yaitu perkerasan jalan 100 meter dari lokasi tambang sebelum masuk ke ruas jalan nasional, kemudian juga 100 meter dari jetty sebelum masuk ke jalan nasional. Tapi kita sudah benahi kemarin, dan semua tim sudah melihat bahwa sebenarnya BPJN juga sudah memaklumi bahwa itu sudah kita patuhi, memang keinginan BPJN di Desa Pesouha itu mau sama dengan di jetty itu yaitu dibetonisasi tapi kan kita sudah lakukan perkerasan," beber Ishak, kemarin.
Kemudian, terang Ishak, adanya lumpur di jalan nasional yang digunakan Perusda sepanjang 10 kilometer dari Desa Pesouha ke lokasi jetty di Desa Tambea, tidak hanya disebabkan oleh aktivitas hauling itu Perusda sendiri, tetapi ada penyebab lain. "Misalnya, karena adanya hujan yang membawa lumpur ke jalanan. Kemudian juga yang menggunakan jalan umum ini kan banyak perusahaan lain, bukan cuma Perusda," bebernya.
Setelah dilakukan observasi pada Senin lalu, ada tiga poin yang disepakati. Salah satu diantaranya, BPJN sebagai pemberi izin penggunaan jalan nasional diminta agar mengevaluasi kepatuhan Perusda terhadap 15 poin tersebut. "Izin kami dari BPJN akan berakhir 21 November 2020, jadi itu sudah harus ada permohonan lagi. Tapi ini juga kami sedang pertimbangkan apakah kita akan kembali bermohon izin menggunakan jalan nasional 10 kilometer itu atau cuma izin crossing (melintas) saja. Karena sekarang ini sebenarnya kami sudah ada alternatif bahwa jalan produksi itu akan melintas di wilayah IUP PT Antam. Kami sudah dua kali bertemu dengan manajemen PT Antam dan untuk membicarakan hal ini dan sudah dua kali juga turun ke lapangan, jadi tinggal ditindaklanjuti. Jadi, kalau ini dilakukan maka kami tinggal bermohon izin crossing saja ke BPJN dan tidak lagi menggunakan jalan nasional 10 kilometer itu," jelasnya.
Menurut Ishak, dari segi hitungan ekonomi dan tingkat resiko, penggunaan jalan produksi di wilayah IUP PT Antam, aktivitas hauling Perusda akan lebih menguntungkan dibanding melewati jalan nasional seperti sekarang ini. "Karena di jalan alternatif ini kita bisa gunakan kendaraan hingga 10 roda dan waktu aktivitasnya siang, jam 8 pagi sampai jam 5 sore," katanya.
Ishak juga mengungkapkan, pada saat dilakukan observasi bersama, tim tidak menemukan adanya kerusakan jalan akibat aktivitas hauling Perusda, seperti yang disebut-sebut demonstran beberapa waktu lalu. "Jadi memang tidak ada kerusakan jalan akibat aktivitas hauling Perusda, dan itu diakui pihak BPJN sendiri," pungkasnya. (kal)