KOLAKAPOSNEWS.COM, Kolaka -- Carut-marut pengelolaan dana CSR PT Vale di Kabupaten Kolaka kembali disuarakan melalui aksi demonstrasi. Aksi kali ini dilakukan oleh gabungan beberapa lembaga yang mengatasnamakan diri Front Kolaka Menggugat (FKM), Senin (7/6). FKM menuntut pembubaran komite CSR dan penghentian segala kegiatan atau proyek yang bersumber dari dana CSR PT Vale. Tak hanya itu, mereka juga mendesak DPRD Kolaka untuk menghadirkan empat pejabat Pemkab Kolaka dan CEO PT Vale saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dijadwalkan digelar pekan ini.
Koordinator aksi, Ivan Darmawan menuding terbentuknya komite CSR yang mengelola dana CSR PT Vale sebesar Rp 9 miliar tidak memiliki legal standing. Untuk itu, komite CSR harus dibubarkan karena diduga sarat kepentingan kelompok tertentu. "Itu bisa kita lihat dari 13 kegiatan yang lahir dari lembaga komite ini. Hasil investigasi kami yang mengerjakan kegiatan ini adalah kroni-kroni dari pejabat, dan lembaga komite ini sudah ditunggangi oleh oknum yang tidak bertanggungjawab untuk kepentingan tertentu. Inilah yang akan kita bongkar pada saat RDP nanti, makanya kita minta respon positif dari DPRD Kolaka," kata Ivan yang juga ketua Gapensi Kolaka.
FKM juga mendesak agar dalam RDP nanti DPRD dapat menghadirkan empat pejabat Pemkab Kolaka yang pernah berkonsultasi ke BPKP terkait pengelolaan CSR Vale melalui komite. Mereka adalah Asisten II Setda Kolaka, Kepala Bappeda, Sekretaris Inspektorat, dan Camat Kolaka. "Kemudian kami minta CEO PT Vale supaya juga dihadirkan. Kita tidak minta pihak manajemen yang lain, tapi kita minta CEO-nya langsung untuk dihadirkan supaya masalah pengelolaan CSR Vale di Kolaka ini bisa segera tuntas, karena ini masalah krusial. Saya bisa garansikan kalau mereka semua ini bisa dihadirkan maka semua tabir misteri tentang CSR Vale di Kolaka ini akan terungkap. Kita akan kupas secara tuntas dan akan kelihatan sebenarnya siapa dalang dari terbentuknya dari lembaga bodong bernama komite ini," tegas Ivan di hadapan Ketua DPRD Kolaka Syaifullah Halik dan anggota yang menemui massa aksi di gerbang utama Kantor DPRD Kolaka.
Diketahui, pembentukan komite CSR Vale tidak melibatkan DPRD. Ivan menilai hal ini menunjukkan tidak ada sikap saling menghargai antara pihak eksekutif dengan legislatif. "Kami meminta DPRD Kolaka untuk menggunakan hak interpelasinya. Bupati serta pejabat lainnya yang berhubungan dengan pembentukan lembaga bodong yang bernama Komite ini, untuk segera dipanggil dan menjelaskan proses terbentuknya Komite CSR PT Vale. Karena koordinator komite (Asisten II Setda Kolaka, red) juga tidak mampu memperlihatkan ke publik legal standing dari komite tersebut," tekan Ivan.
Usai menyampaikan tuntutannya melalui orasi, perwakilan massa aksi akhirnya diminta masuk ke dalam kantor dewan. Tak lama kemudian mereka membubarkan diri dengan tertib.
Sementara itu, Ketua DPRD Kolaka Syaifullah Halik yang ditemui wartawan media ini di ruang kerjanya, memastikan pihaknya segera menindaklanjuti tuntutan massa dengan menggelar RDP. "Kami agendakan untuk rapat dengar pendapat dalam waktu dekat ini, Insya Allah hari Kamis (10/6). Ada beberapa hal tuntutan teman-teman yaitu menghadirkan empat pejabat, yaitu Asisten II, Kepala Bapedda, Sekretaris Inspektorat, dan Camat Kolaka. Dan yang paling penting juga minta dihadirkan CEO PT Vale," katanya.
Syaifullah Halik pun berharap pihak-pihak terkait yang diundang dalam RDP nanti bisa hadir dan menjelaskan pengelolaan CSR secara terang benderang. "Kami ingin supaya persoalan ini cepat selesai, supaya tidak terus berpolemik. Makanya kami berharap mereka yang diundang ini untuk hadir dan menjelaskan sesungguhnya duduk persoalannya seperti apa, itu yang kita mau," pungkasnya.
Untuk diketahui, sebelum bergeser ke kantor DPRD Kolaka, massa gabungan LSM, Gapensi dan Mahasiswa terlebih dahulu berunjuk rasa di depan kantor Bupati Kolaka dan Kejaksaan Negeri Kolaka. Secara bergantian, perwakilan ketiga lembaga tersebut berorasi menyampaikan tuntutannya. Pada pokoknya, mereka menuntut Pemkab Kolaka membubarkan Komite CSR yang mengelola CSR Vale Rp9 miliar. Sebab pembentukan lembaga yang dikoordinatori oleh Asisten II Setda Kolaka itu diduga tidak memiliki legal standing. Massa aksi juga meminta pihak Kejaksaan untuk tidak berdiam diri melihat persoalan ini. "Kejaksaan jangan diam saja melihat polemik hari ini. Pengelolaan dana CSR PT Vale di Kolaka ini harus diusut karena kami duga ada pelanggaran hukum di dalamnya," tegas perwakilan LSM, Dudi, dalam orasinya.
Menyikapi hal tersebut, Kajari Kolaka Indawan Kuswandi meminta perwakilan massa untuk berdiskusi di dalam kantornya. Usai mendengarkan tuntutan massa, Kajari berjanji akan menindaklanjuti persoalan ini dengan memanggil pihak-pihak terkait. "Kami akan pelajari dulu, kami akan mengundang BPKAD dan Asisten II untuk menjelaskan terkait pengelolaan CSR PT Vale ini," ujarnya.
Seperti diketahui, medio tahun lalu, Pemkab Kolaka sempat berkonsultasi ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra terkait dana tanggung jawab sosial perusahaan. BPKP merekomendasikan CSR masuk ke dalam APBD agar mudah diawasi dan tidak membentuk komite untuk pengelolaannya.
Namun seperti yang saat ini diketahui, Pemkab ternyata abai dengan rekomendasi tersebut. Selain tidak memasukkan dana tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility/CSR) PT Vale dalam APBD, Pemkab bersama PT Vale malah membentuk komite pengelola CSR. Padahal saat konsultasi itu, Pemkab Kolaka diwakili oleh Asisten II, Kepala Bappeda, Sekretaris Inspektorat Daerah, dan Camat Kolaka.
Melalui situs www.bpkp.co.id, Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Tenggara Sasono Adi memberikan tanggapan bahwa pengelolaan CSR tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya. CSR termasuk ke dalam kategori hibah sehingga harus melalui mekanisme hibah. Hibah merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya pendapatan lain-lain. Oleh karena itu, pengelolaannya harus melalui mekanisme siklus APBD. "Pemkab Kolaka harus menyiapkan aturan-aturan atau payung hukum untuk mengatur pengelolaan CSR tersebut, sehingga proses pengelolaannya menjadi akuntabel. Selain itu, CSR merupakan tanggung jawab sosial lingkungan dari perusahaan kepada masyarakat. Perlu dipertegas lagi kepada perusahaan yang akan memberikan CSR mengenai dasar perlunya pembentukan komite yang melibatkan Pemerintah Kabupaten Kolaka dalam mengelola CSR tersebut," kata Sasono Adi seperti yang dikutip dalam situs tersebut.
Sasono Adi menambahkan bahwa CSR merupakan inisiatif perusahaan, akan tetapi seharusnya diketahui oleh bupati. Sebagai bentuk kontrolnya, maka dimasukkan dalam siklus APBD.
Selain itu, menurut Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020, Pendapatan hibah didefinisikan sebagai bantuan berupa uang/barang/jasa lainnya yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lainnya, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. "Jika perusahaan tersebut (PT.Vale, red) memberikan bantuan dana sebagai bentuk CSR kepada Pemkab Kolaka dengan mensyaratkan pembentukan komite, tidak sesuai dengan definisi hibah tersebut, dan lebih tepat dianggap sebagai Kerja Sama Daerah (KSD) sesuai PP Nomor 28 Tahun 2018," terangnya. (kal)