Awalnya Dipandang Sinis, Kini Terbukti Tingkatkan Produksi dan Nilai Jual
Program pertanian ramah lingkungan System of Rice Intensification (SRI) yang diperkenalkan PT Vale Indonesia di Kolaka, tidak serta merta mendapat atensi positif dari petani. Namun, Onang, salah satu petani yang mengadopsi SRI kini menjadi mendapat atensi tinggi dari petani lainnya karena berhasil mendongkrak produksi dan nilai jual.
Nawir, Kolaka
Onang Sumarna terlihat aneh di mata para petani di desa Puubunga, kecamatan Baula, Kolaka. Teknik tanam yang ia gunakan bukan hanya dianggap anti mainstream, tapi memiliki resiko gagal yang tinggi. Onang seolah melawan perkembangan zaman yang mengandalkan intervensi bahan kimia untuk meningkatkan pertumbuhan padi dan membasmi hama. Ia justru mengandalkan bahan alami.
Namun Onang tetap tenang. Berbekal ilmu yang diperolehnya dari pelatihan program pertanian ramah lingkungan yang diselenggarakan oleh PT Vale Indonesia, ia tetap mengikuti langkah demi langkah program yang dikenal dengan nama System of Rice Intensification (SRI).
Selama masa tanam itu, tak jarang Onang mendapat pertanyaan bahkan pernyataan yang meragukan keberhasilan cara tanamnya. Misalnya, bila petani biasanya menanam bibit padi lima batang perlubang, Onang hanya satu batang perlubang. Saat petani lain menggunakan pestisida dan bahan kimia lain, ia malah beralih menggunakan bahan alam. Pertanyaan itu, dianggap candaan saja oleh Onang. "Mereka bilang kalau ada keong atau hama yang lain, bisa-bisa padi dimakan semua, saya bakal gagal panen dan rugi. Banyak lagi yang mereka tertawakan, seperti lahan yang tak ditaburi pupuk kimia,” ujar pria asal Sunda, Jawa Barat ini.
Tapi itu dulu. Sekarang Onang menjadi pusat perhatian para petani konvensional di Baula. Program SRI yang diimplementasikan di sawahnya terbukti mumpuni. Padi yang ditanam di lahannya yang hanya seluas 40 are, berdiri tegak setegak keteguhan Onang mengadopsi SRI disaat petani lain masih mengandalkan bahan kimia.
Jika para petani konvensional di Baula -termasuk Onang saat masih menggunakan bahan kimia-, hanya dapat menghasilkan 1,7 ton gabah di lahan seluas 40 are, kini Onang menghasilkan nyaris 50 persen lebih banyak. Sawahnya ditaksir menghasilkan 2,5 ton gabah.
Tidak cuma itu yang membuat Onang sumringah. Hasil panen berupa beras organik yang digarapnya, memiliki diversitas harga dengan beras yang produksinya menggunakan bahan kimia. Dipasaran, beras organik dihargai 50 persen lebih mahal. Jika beras konvensional dihargai Rp10 ribu perkilogram, beras organik dijual Rp15 ribu perkilogram. Onang kini menang hasil produksi lebih banyak nyaris 50 persen dan harga jual juga meningkat 50 persen.
Sambil menyeka keringat di wajahnya, Onang yang kini berusia 60 tahun berujar pandangan sinis yang awalnya ia terima, kini berubah jadi manis. Para petani di desa Puubunga mulai menjadikan Onang dan padi SRI sebagai referensi. Tak sedikit petani yang mulai bertanya tetang teknik SRI kepadanya, dan mengaku ingin melakukan hal serupa dengannya.
"Sesungguhnya sejak dulu petani telah mengenal cara bertani seperti itu (SRI). Salah satu buktinya, sejak dulu leluhur memperlakukan tanah dan padi sebagai induk dari kehidupan. Lahan sawah padi organik tak pernah diberi pupuk atau pestisida kimia. Kotoran hewan dan daun busuk itukan punya unsur hara tinggi. Selama ini memang ada anggapan salah dikalangan petani. Mereka menganggap kalau mau panen banyak, harus mengutamakan kesuburan tanamannya. Padahal, yang terpenting adalah tanah. Kalau tanah subur, ditanami apa saja pasti tumbuh dengan baik,” beber Onang.
Varietas padi SRI sendiri kata Onang terkenal enak dikonsumsi dan wangi. Karena itu, Onang bertekad untuk mengaplikasikan keberhasilannya menggunakan teknik SRI dilahan yang lebih luas.
Meski demikian, aplikasi sistem SRI tidak semudah yang dibayangkan. Paling tidak, petani harus lebih tekun dan ulet dalam menyiapkan pupuk kompos. Tapi pupuk kompos memiliki kelebihan sendiri, yakni sekali tabur, masih dapat menyupalai kesuburan tanah untuk musim tanam selanjutnya. Tidak seperti pupuk organik yang harus ditabur setiap musim tanam. "Pupuk organik yang dibutuhkan kurang lebih 2,5 ton untuk luas 40 are karena untuk perhektarnya itu 5 sampai 6 ton," jelasnya.
Di temapt yang sama, Konsultan mitra PT Vale Indonesia, Gia Mega Nanda mengatakan, memang tidak mudah memperenalkan teknik SRI pada petani. Tiap petani memiliki cara pandang dan pola pikir yang berbeda. Agar SRI dapat diterima secara luas, PT Vale harus melakukan sosial meeting dulu untuk memetakan masalah tiap petani untuk menentukan langkah yang akan ditempuh.
Setelah masalah petani dan pertanian berhasil dipetakan, dimulailah tahap pelatihan. PT Vale tidak memaksa petani untuk mengikuti pelatihan. hanya petani yang berminat dengan teknik budidaya alami yang mengikuti pelatihan. Saat itu, terang Gia, hanya 34 orang yang berminat mengikuti pelatihan. Pelatihan itu terangnya, bagian dari proses panjang untuk mempopulerkan SRI di Kolaka. "Usai pelatihan, tiap petani dipersilahkan mengaplikasikan ilmu yang mereka peroleh di lahan masing-masing. PT Vale tetap ambil bagian dengan menurunkan pendamping yang didatangkan langsung dari Jawa," katanya.
Untuk SRI ini, PT Vale ungkap Gia, tidak memfokuskan pada bantuan sarana dan prasarana. Tapi, PT Vale mendorong petani untuk kreatif memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia disekitarnya. Misalnya, untuk membuat pupuk cair organik yang disebut mool mikro organisme lokal, petani mendapat edukasi untuk menghasilkannya dari bahan alami disekitarnya, seperti dari pohon pisang, pohon gamal atau keong mas. "Itu bisa diolah dengan bahan-bahan sederhana dengan modal yang minim dikemas dengan cara yang minim juga itu bisa bertahan sampai dua tahun," ungkap Gia.
Dari 34 petani yang mengikuti pelatihan SRI, beberapa diantaranya telah mengaplikasikan di lahannya masing-masing dengan dimensi sendiri. Ada yang mengaplikasikan SRI untuk komoditas padi, sayur, cengkeh, serta merica. Bahkan kata Gia, petani di Baula dan Lamedai telah menerapkan pupuk cair organik. Di baula seluas 1,7 hektar dan di Lamedai seluas 1,25 hektar.
"Jadi intinya kami lebih mengedukasi kepada petani agar bisa mandiri, karena kita tidak berfokus terhadap penjualan produk tapi kami kasih dapurnya agar petani bisa dengan mudah mengolah sendiri bahan yang ada di alam. Sehingga kita latih agar petani bisa membuat sendiri pupuk organik tersebut," pungkas Gia.
Sementara itu, Direktur Corporate Affairs and General Admins PT Vale Indonesia Tbk, Yusuf Suharso, menjelaskan Penerapan Pertanian Sehat Ramah Lingkungan Berkelanjutan (PSRLB) ini ditargetkan dapat membina dan mendampingi para petani lokal dalam menerapkan sistem pertanian, yang bebas dari unsur kimiawi sehingga menjadi ramah lingkungan dan sehat untuk dikonsumsi baik oleh petani maupun masyarakat.
"Program ini diharapkan dapat meningkatkan taraf ekonomi para petani lokal, karena hasil produk organik utamanya beras organik memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada beras biasa atau konvensional,” jelasnya.
Dia menyebutkan ada empat desa di area pemberdayaan PT Vale sebagai area percontohan untuk pengembangan program ini, yakni Desa Puubunga, Desa Puuroda, Desa Puulemo, dan Desa Lamedai. (*/ema)