KOLAKAPOSNEWS.COM, Kolaka - Warga Kelurahan Watuliandu, Kabupaten Kolaka, mengeluhkan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tidak disetorkan ke kas negara. Warga sudah membayar PBB, tapi ditilep (digelapkan) oknum kolektor yang memungut PBB.
Warga Watuliandu Eddy Farman mengungkapkan, dugaan penggelapan pembayaran PBB terkuak setelah ia menerima surat rincian tunggakan PBB dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kolaka. Dalam surat itu, Eddy Farman disebut menunggak membayar PBB selama delapan tahun dengan nilai Rp799.928 (termasuk denda 2 persen). Dia pun kaget karena Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB yang diterimanya setiap tahun selalu rutin ia bayar. "Selama ini saya tidak pernah menunggak membayar tagihan PBB. Saya malu dikatakan tidak taat bayar pajak," kata Eddy kepada Kolaka Pos seraya memperlihatkan bukti-bukti kwitansi pembayaran SPPT PBB, Jumat (29/9).
Eddy Farman bukan satu-satunya korban penggelapan dari oknum kolektor PBB. Ada beberapa warga Watuliandu lainnya mengalami hal yang sama. "Banyak warga yang jadi korban, cuma mereka tidak berani bicara," ujar Eddy.
Dia pun berharap persoalan ini ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait dengan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku penggelapan pajak tersebut. "Pelaku harus disanksi supaya ada efek jera. Dan harapan saya, Bapenda Kolaka juga harus menelusuri persoalan ini. Saya khawatir jangan sampai persoalan seperti ini tidak hanya terjadi di Kelurahan Watuliandu, tapi di kelurahan dan desa lain juga," imbuhnya.
Warga Watuliandu lainnya yang tidak ingin disebutkan namanya juga mengalami hal yang sama dengan Eddy Farman. Warga tersebut mengaku baru mengetahui menunggak PBB saat akan mengurus sertifikat balik nama atas kepemilikan tanah. Saat itu, dia diwajibkan melunasi utang PBB yang sebenarnya telah dibayar setiap tahunnya. "Kata petugas, ada beberapa tahun yang belum saya bayar dengan nilai hampir dua juta. Padahal itu sudah saya lunasi," ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Lurah Watuliandu Muhammad Adiyanto mengakui ada sebagian warganya yang mempertanyakan terkait uang PBB yang digelapkan oknum kolektor. Namun uang PBB yang disetorkan oleh warga tersebut, diakuinya bukan pada saat dirinya menjabat. "Saya menjabat Lurah bulan September 2022, dan rata-rata keluhan (dugaan penggelapan) terjadi sebelum saya menjabat," kata Adiyanto, Minggu (30/9).
Meskipun demikian, Adiyanto tak lepas tangan. Ia sudah menindaklanjuti keluhan warganya tersebut dengan memanggil pegawai kelurahan yang menjadi kolektor PBB. Menurutnya, ada dua orang kolektor yang mengakui menggunakan setoran PBB warga untuk keperluan pribadi. "Saya sudah minta mereka untuk mengembalikan uang setoran PBB warga. Jadi solusinya saya potong gajinya mereka untuk mengganti uang PPB itu, dikembalikan dengan dendanya," jelasnya.
Ia pun menghimbau kepada warga yang merasa dirugikan terkait PBB agar segera melaporkan ke kantor lurah dengan membawa bukti pembayaran. "Sampai saat ini sudah ada empat orang saya fasilitasi dikembalikan uangnya, rata-rata yang pembayaran PBB dua tahun. Jadi untuk warga yang merasa menjadi korban silahkan datang ke kantor. Saya pasti akan fasilitasi agar dikembalikan uangnya sepanjang ada bukti-bukti dan orangnya (kolektor) masih ada di kelurahan," jelasnya.
Adiyanto menambahkan, saat menjabat Lurah Watuliandu pada September 2022 lalu, capaian pembayaran PBB warga memang sangat minim. Yaitu hanya 12 persen dari Rp103 juta nilai total pokok PBB warga Watuliandu. Untuk mendongkrak capaian tersebut, ia pun melakukan evaluasi kinerja kolektor. "Alhamdulillah untuk tahun 2023 sampai hari ini capaian PBB di Kelurahan Watuliandu sudah 75 persen," pungkasnya. (kal)