KOLAKAPOSNEWS.COM, Kolaka - Bupati Kolaka Ahmad Safei merasa jengah dengan spekulasi seputar akhir masa jabatannya. Ia mengaku mendengar selentingan yang mencemoohnya karena telah mengajukan pengunduran diri sebagai bupati, namun masih berdinas sebagai bupati, bahkan meresmikan gedung baru RS Benyamin Guluh pada Senin (2/10/2023). Safei sendiri telah mengajukan pengunduran diri sebagai bupati karena memilih melanjutkan pengabdiannya lewat jalur parlemen di DPR RI.
Saat peresmian switch on lampu jalan by pass Kolaka-Pomalaa program CSR PT Antam, Senin (2/10/2023) malam, bupati dua periode itu menjelaskan dengan jelas regulasi yang mengatur hal itu. Menurutnya, masa jabatannya sebagai bupati akan berakhir setelah ia ditetapkan masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT). Sebagai pribadi yang taat hukum, ia akan selalu bertindak sesuai ketentuan hukum. "Hukumnya itu mengatakan begini, orang yang diangkat dengan surat keputusan juga diberhentikan dengan surat keputusan," ungkapnya.
Sesuai asas tersebut, saat ini ungkap Safei ia malah menunggu terbitnya Surat Keputusan (SK) pemberhentiannya sebagai bupati Kolaka dari Mendagri. Bahkan menurutnya, tanpa perlu diminta, ia akan berhenti dari jabatannya ketika SK telah terbit. Alasannya, karena ia sendiri yang meminta berhenti dari jabatannya sebagai bupati. "Jabatan ini kan saya yang minta berhenti. Kalau masa jabatan saya seungguhnya itu tanggal 14 Januari 2024 baru berakhir. Tapi karena saya minta berhenti, maka itulah saya menunggu surat pemberhentian saya dari Mendagri. Apapun bunyinya (surat Mendagri) nanti, saya akan taat, saya yang minta kok. Tidak usah ragu-ragu bahwa saya terlalu ambisi, tidak ada itu. Lho saya yang minta. Saya, kalau mau ikuti itu (akhir masa jabatan 14 Januari), ngapain saya minta permohonan berhenti? ikut saja 14 januari, selesai kan? Tapi karena saya minta berhenti, maka saya akan taat dan patuh dengan aturan itu," tegasnya.
Saking penasarannya Safei dengan masa berakhir tugasnya sebagai bupati usai mendaftar Caleg DPR RI, ia sampai bertanya langsung ke KPU dan Bawaslu Pusat. Usai mengikuti Rakernas PDIP di Jakarta yang juga dihadiri KPU dan Bawaslu Pusat, ia mempertanyakan akhir masa jabatannya. Menurut KPU dan Bawaslu, sesuai pasal 240 huruf K pada penjelasan UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, kewenangan bupati baru akan berakhir usai ditetapkan sebagai Caleg dalam DCT. "Sekarang KPU masih dalam masa pencermatan. Usai masa pencermatan yang akan berakhir pada 3 Oktober, KPU akan melakukan penetapan DCT dan akan ditetapkan dalam PKPU," jelasnya.
Namun yang membuat Safei sedih dengan spekulasi masa jabatannya adalah, hal tersebut malah dilontarkan oleh ASN. Padahal menurut Safei, ASN harusnya lebih mengerti peraturan dibanding masyarakat awam. "Ini agak mengganggu juga, sedih juga rasanya saya. Ya itulah yang saya bisa katakan bahwa mungkin diantara kita ada dosa yang saya perbuat. Yah itu harus kita ikhlas terima dengan penuh kesabaran," sebutnya.
Karena itu, Safei meminta agar spekulasi liar terkait masa jabatannya segera dihentikan. Ia mengaku bukan orang yang berambisi tinggi pada jabatan. "Saya harapkan teman-teman, saya tidak akan pertahankan ini jabatan, lho saya yang minta berhenti kok," ketusnya.
Malah Safei berharap sudah mengantongi SK pemberhentiannya dari Mendagri saat ini. Sebab, selama masih menjabat bupati, ia merasa "terpenjara" karena tidak bebas mengkampanyekan dirinya sebagai Caleg. "Saya justru berharap ini sejak kemarin-kemarin saya diberhentikan, supaya saya lebih bebas untuk menghadapi hajat saya selanjutnya, biar saya bisa bebas kemana-mana dan bisa bebas berbicara, karena sekarang ini masih tertahan-tahan kita punya bicara, karena masih bupati nanti dianggap kita kampanye," sebutnya.
Kadis Kominfo Kolaka I Nyoman Suastika yang juga mengikuti peresmian switch on lampu jalan by pass Kolaka-Pomalaa, menyayangkan opini liar terkait masa jabatan Safei sebagai bupati. Apalagi belakangan juga terdengar selentingan bahwa keberangkatan bupati Safei ke Jakarta beberapa waktu lalu, untuk mengurus "penundaan" pengunduran dirinya. Hal itu kata Nyoman, terlalu tendensius dan mengada-ada. "UU nomor 7 tentang Pemilu itu, ditetapkan dan dilaksanakan tahun 2017. Apanya lagi yang akan diurus di Jakarta, kalau sudah ada undang-undangan dan penjelasannya," ujarnya.
Nyoman menyebut, pada penjelasan pasal 240 huruf K disebutkan "Kepala daerah, wakil kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota TNI, aggota kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah, serta badan lain yang mengundurkan diri untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota tidak lagi memiliki status beserta hak dan kewenangannya sejak yang bersangkutan ditetapkan sebagai calon dalam Daftar Calon Tetap. "Jadi batasannya itu adalah setelah ditetapkan dalam DCT. Kita tunggu saja SK Mendagri," tandasnya. (kal)