Tiga Guru Besar di Kendari Kupas Filosofi Gantala Jarang

  • Bagikan

KOLAKAPOSNEWS.COM, KENDARI - Tiga guru besar di Kendari, Sulawesi Tenggara mengupas filosofi Gantala Kuda atau Gantala Jarang. Mereka adalah Prof. Dr. H. Eka Suaib, M.Si (Dekan FISIP Universitas Halu Oleo Kendari sekaligus Pakar/Pengamat Politik), Prof. Dr. Kamaruddin, S.Ag., SH., MH., (Dekan Fakultas Syariah IAIN Kendari sekaligus Pakar Hukum) dan Prof. Iskandar, SP., M.Si., PhD (Guru Besar Universitas Halu Oleo sekaligus Pakar Community Empowerment, CSR and Environment). 

Ki-ka: Prof. Dr. Kamaruddin, S.Ag., SH., MH (Pakar Hukum), Prof. Dr. H. Eka Suaib, M.Si (Pakar/Pengamat Politik), Prof. Iskandar, SP., M.Si., PhD (Pakar Community Empowerment, CSR and Environment)

Gantala merupakan nama salah satu masakan Jeneponto dengan bahan bakunya hanya dari daging kuda. Kuda dalam bahasa Makassar disebut Jarang.

Gantala Jarang, makanan khas masyarakat Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Daging kuda yang dimasak bening tanpa membutuhkan banyak macam bumbu. Gantala Jarang sudah berdifusi pada berbagai suku di Indonesia. Mereka pun memberikan persepsi positif atas rasa khas Gantala Kuda tersebut.

Ki-ka: Prof. Dr. Kamaruddin, S.Ag., SH., MH., Prof. Dr. H. Eka Suaib, M.Si., Prof. Iskandar, SP., M.Si., PhD., berdiskusi tentang esensi gantala jarang di kediaman Muh. Ewa, Kendari, Sabtu malam (22/6/2024).

Prof. Iskandar, S.P., M.Si., Ph.D mengatakan, gantala jarang sebagai makanan khas Jeneponto menjadi label bagi mereka yang berdarah Butta Turatea. Warga Jeneponto pemakan daging kuda sudah menjadi atribut mendarah daging yang tidak bisa dilepas meskipun berada jauh dari kampung halamannya. Pemakan daging kuda sudah menjadi identitas yang melekat bagi mereka yang berdarah Jeneponto.

Prof. Iskandar, SP., M.Si., PhD (Guru Besar Universitas Halu Oleo Kendari/Pakar Community Empowerment, CSR and Environment)

"Olehnya itu, tradisi makan gantala jarang perlu dilestarikan dimana pun kita berada. Filosofi daging kuda sebagai simbol pemersatu. Terutama para perantau asal Jeneponto ketika berada di daerah lain. Makan bersama gantala jarang sebagai alat pemersatu. Outputnya, lahir kebersamaan, kekompakan dan kerja sama yang hebat," ungkap Prof. Iskandar, Guru Besar termuda pada Universitas Halu Oleo.

Pakar Community Empowerment, CSR and Environment ini menambahkan, masakan khas Jeneponto ini bahkan sudah terdifusi kepada suku-suku lain. Mereka menikmati dan memberi persepsi positif atas rasa khas yang dimiliki daging kuda. "Dari aspek kesehatan, daging kuda itu obat. Hanya dengan menikmati daging kuda, kekhawatiran terhadap penyakit tetanus dapat terobati. Kandungan daging kuda juga rendah kolesterol. Pokoknya, rasa dan khas gantala jarang, assipaki," katanya.

Sementara, Prof. Dr. H. Eka Suaib, M.Si., mengungkapkan, kuda tak sekadar menjadi makanan favorit bagi warga Jeneponto, tapi sekaligus menjadi simbol daerah. Secara filosofi, kuda sebagai simbol kekuatan, kecerdasan, semangat yang kuat, rajin, dan mudah membangun kerjasama. Bahkan, kuda dijadikan lambang satuan untuk menghitung daya atau kekuatan mesin yang dipopulerkan pertama kali oleh James Watt pada abad 18 dalam mengukur kemampuan mesin uap kala itu.

Prof. Dr. H. Eka Suaib, M.Si (Dekan FISIP Universitas Halu Oleo Kendari sekaligus Pakar/Pengamat Politik).

"Tapi, secara budaya dan tradisi kami sebagai putra asal Jeneponto, kuda itu simbol pemersatu. Sebuah kekuatan menyatukan warga Jeneponto yang ada di daerah rantau. Khusunya kami yang merantau di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Daging kuda kalau sudah menjadi gantala, menjadi sarana (alat) mempersatukan kami, meruntuhkan ego kerja yang padat, solid, dan makin kompak dalam bingkai Abbulo Sibatang, Accera Sitongka-tongka," ungkap Prof. Eka Suaib tang juga dikenal sebagai Pakar Politik Sulawesi Tenggara.

Ketua BPW KKT Jeneponto Sulawesi Tenggara itu mwngatakan, bagi masyarakat Jeneponto yang ada di Sulawesi Tenggara, khususnya mereka yang berdomisili di Kota Kendari memiliki beragam kreativitas menghidupkan nuansa Turatea di Kota Lulo. Bernaung di bawah Kerukunan Keluarga Turatea (KKT) Jeneponto, nilai-nilai "abbulo sibatang" tetap terpelihara. Sesekali berkumpul meniikmati "gantala jarang" memperkokoh persaudaraan dalam bingkai "abbulo sibatang".

Prof. Dr. H. Eka Suaib mengungkapkan, menikmati Gantala Jarang di Kendari mengobati kerinduan terhadap kampung halaman. Masakan gantala mempersatukan warga Turatea untuk duduk bersama ditengah kepadatan aktivitas masing-masing. Waktu diarrange sedekian apik agar bisa berkumpul. "Makan daging kuda bersama itu hanya sunnahnya. Wajibnya adalah warga Turatea tetap solid dan kompak dalam kebersamaan dalam bingkai rasa persaudaraan di negeri rantau," ujar Prof Eka Suaib.

Begitu pula analisa Prof. Dr. Kamaruddin, S.Ag., SH., MH. Dekan Fakultas Syariah IAIN Kendari ini menilai, rasa khas gantala jarang yang berbeda dengan coto Makassar, pallubasa, dan konro mulai banyak peminat dan penikmatnya dari suku lain di Sulawesi Tenggara bahkan di Indonesia. Awalnya mereka merasa tidak senang dengan aroma khas gantala jarang. Namun, sekali mencoba hingga berulang beberapa kali merasakan aroma gantala, akhirnya menjadi penikmat gantala jarang.

Prof. Dr. Kamaruddin, S.Ag., SH., MH., (Dekan Fakultas Syariah IAIN Kendari sekaligus Pakar Hukum)

"Bahkan ada video pendek ceramah dan tanya jawab Ustad Abdul Somad. Dalam video tersebut, ada jamaah yang bertanya, apakah daging kuda halal dikonsumsi? Ustad Abdul Somad menjawab, daging kuda itu halal. Begini lanjutan pernyataan UAS: Ada empat imam mazhab besar yakni Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Hanya imam Hanafi yang menyatakan daging kuda haram dikarenakan kuda kala itu dijadikan tunggangan perang dalam memperjuangkan Islam. Kala itu, kalau kuda habis dimakan, maka tidak mungkin berangkat perang menunggangi domba. Selebihnya, imam lainnya menyatakan daging kuda halal dikonsumsi," jelas Prof. Kamaruddin.

Pakar Hukum Sulawesi Tenggara itu menambahkan, bukan sekadar hukum kehalalan daging kuda itu hingga tertarik pada sesi tanya jawab ceramah UAS. Namun, dengan munculnya pertanyaan itu menunjukkan bahwa penikmat gantala jarang semakin berdifusi secara nasional. "Masakan dari daging kuda semakin menyebar ke seluruh Indonesia," ujarnya.

Sekretaris Umum BPW KKT Jeneponto Sultra itu mengatakan, gantala jarang sebagai sarana pemersatu. Hubungan kekeluargaan yang kuat akan memperkokoh kehadiran warga Jeneponto di daerah rantau. Krearivitas-kreativitas mempersatukan warga Jeneponto yang berada di Kendari dilakukan dengan berbagai cara. "Salah satunya dengan acara makan gantala bersama," ujar Prof Kamaruddin.

Bahkan manfaat daging kuda dari tinjauan kesehatan dibahas dalam beberapa artikel menguraikan bahwa daging kuda memiliki kandungan yang sangat bagus untuk kesehatan. Diantaranya: meningkatkan stamina dan vitalitas seks bagi orang dewasa; menyembuhkan rematik, kandungan potassium dan fosfor dalam daging kuda merangsang pertumbuhan otot dan tulang; kandungan lemak yang rendah (70 persen lebih rendah dari daging sapi) dapat menjaga kesimbangan kolesterol; mengatasi gejala anemia dan merangsang otak.

Selamat mencoba Gantala Jarang! (aka)

  • Bagikan