Pilkada Harus Melahirkan Pemilih Cerdas, Mewujudkan Pesta Demokrasi Bermatabat untuk Mencapai Kesejahteraan Abadi
Oleh:
Prof. Iskandar, SP., M.Si., Ph.D
Peneliti Bidang Pemberdayaan Masyarakat, CSR dan ESIA / Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Kebumian, Sumberdaya Energi Universitas Halu Oleo (PPLH-KSE UHO)
Pesta demokrasi di Indonesia belakangan ini sangat rentan dengan praktik money politic. Beragam cara ditempuh para kandidat dalam "menggoda nafsu" pemilik hak suara. Kampanye untuk melahirkan pemilih cerdas digilas iming-iming "serangan fajar", isi amplop, janji jabatan di birokrasi, dan beragam model praktik money politic.
Padahal, pesta demokrasi baik Pemilihan Legislatif (Pileg) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah momentum penting bagi rakyat untuk menentukan wakilnya di parlemen dan pemimpin di daerahnya yang mampu membawa perubahan positif. Namun, fenomena yang sering terjadi adalah Pileg dan Pilkada hanya dipandang sebagai ajang kompetisi politik. Esensi dari demokrasi yang seharusnya berfokus pada kesejahteraan rakyat malah terpinggirkan. Di banyak daerah, kita masih melihat praktik politik uang, janji-janji kampanye yang hanya manis di permukaan, dan pemimpin yang kurang merespons kebutuhan mendasar masyarakat setelah terpilih. Fenomena ini merusak harapan rakyat akan perubahan dan kesejahteraan yang mereka dambakan.
Ironisnya, meskipun Pilkada diselenggarakan secara reguler, tidak sedikit daerah yang masih berkutat dengan masalah kemiskinan, infrastruktur yang terbatas, pendidikan yang kurang berkualitas, dan layanan kesehatan yang minim. Di sinilah muncul pertanyaan besar:
Apakah suara rakyat benar-benar didengar? Apakah Pilkada mampu menjadi jembatan untuk mencapai kesejahteraan bersama?
Kita harus memahami bahwa suara rakyat adalah suara yang mengandung harapan. Harapan hidup dan bahagia. Sehingga harus dimaknai sebuah cita-cita untuk keberlanjutan kedaulatan bangsa. Jika suara dimaknai sebuah suara kesejahteraan maka Paslon harus menghargai itu, makanya Penyelengara Pilkada harus mengedepankan kode etik untuk menjamin suara rakyat yang selanjutkanya menjaga marwah identitas bangsa.
Apa yang Harus Dilakukan?
Sesungguhnya, dari sudut pandang spritual, agama telah mengajarkan kita agar menjadi umat yang cerdas. Berkorelasi dengan pemilih cerdas. Agama mengajarkan kita agar jangan terlena dengan kesenangan sesaat dan mengorbankan kesenangan abadi. Tuhan pun telah memberi petunjuk kepada kita melalui QS: Al Gafir ayat 39:
"Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal."
Ibaratnya dalam Pilkada, kesenangan sementara (dunia) itu jika kita tergoda money politic. Kesenangan kekal (akhirat) itu jika kita menyalurkan hak pilih sesuai nurani tanpa tergoda bisikan nilai amplop. Jika kita terjerat money politic itu hanya kesenangan sesaat dan membunuh kesejahteraan abadi. Pasalnya, suara rakyat telah "dijual" sesaat, bukan diinvestasikan untuk membangun kesejahteraan abadi.
Untuk mengembalikan makna Pilkada sebagai sarana demi kesejahteraan rakyat, diperlukan langkah konkret baik dari penyelenggara pemilu, para calon, maupun masyarakat sendiri. Pertama, pemerintah dan lembaga pengawas pemilu harus memperketat pengawasan terhadap praktik politik uang. Politik uang merusak integritas pemilu dan membuat suara rakyat menjadi "barang dagangan" yang mudah dibeli. Upaya ini bisa dimulai dengan penerapan sanksi tegas bagi calon atau pihak yang terlibat dalam praktik-praktik semacam itu, serta memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar-benar memiliki visi untuk kesejahteraan.
Kedua, calon pemimpin harus diarahkan untuk berfokus pada kebutuhan riil masyarakat dalam kampanye mereka. Alih-alih hanya menjual slogan atau program yang bersifat sementara, calon pemimpin seharusnya menawarkan solusi yang dapat membawa perubahan berkelanjutan di daerahnya. Misalnya, program peningkatan ekonomi berbasis sumber daya lokal, pendidikan berkualitas yang inklusif, dan kesehatan yang terjangkau bagi seluruh masyarakat.
Ketiga, masyarakat perlu mengambil peran aktif dalam memilih pemimpin. Pilkada bukan sekadar formalitas, tetapi peluang untuk menyuarakan harapan. Masyarakat perlu lebih kritis dan cermat dalam melihat rekam jejak para calon pemimpin, memahami visi dan misi mereka, serta melihat apakah mereka benar-benar memiliki komitmen pada kesejahteraan rakyat atau hanya memanfaatkan Pilkada sebagai batu loncatan politik.
Konsep dan Solusi: Menjadikan Suara Rakyat sebagai Jalan Menuju Kesejahteraan
Dalam konteks Pilkada, "Suara Rakyat: Suara Kesejahteraan" berarti bahwa setiap suara yang diberikan harus bertujuan untuk memilih pemimpin yang memiliki komitmen kuat pada kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai ini, kita memerlukan pendekatan yang berbasis pada pembangunan inklusif dan partisipatif. Pembangunan inklusif memastikan bahwa seluruh program pembangunan merangkul semua kalangan masyarakat, tanpa terkecuali. Sedangkan pembangunan partisipatif mengharuskan adanya keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, bukan hanya saat pemilu tetapi juga dalam perumusan dan evaluasi kebijakan.
Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah penggunaan teknologi digital dalam proses pemilu dan pengawasan kepemimpinan. Teknologi ini memungkinkan transparansi dalam pengelolaan suara, pemantauan kampanye, dan pelaporan masalah pemilu. Setelah pemilu usai, teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi aspirasi masyarakat dalam pemantauan kinerja pemimpin. Misalnya, aplikasi atau platform daring yang memungkinkan masyarakat memberikan masukan dan mengawasi realisasi program kerja pemimpin yang telah mereka pilih.
Selain itu, penting bagi calon pemimpin untuk memiliki agenda yang jelas terkait kesejahteraan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Pilkada seharusnya menjadi waktu bagi rakyat untuk melihat dan memilih pemimpin yang benar-benar dapat membawa dampak positif bagi kehidupan mereka sehari-hari.
Pilkada sebagai Cermin Harapan Rakyat
Pada setiap momentum Pilkada, suara rakyat adalah suara harapan. Suara yang diberikan bukan sekadar pilihan politik, tetapi harapan akan pemimpin yang mampu membawa perubahan nyata. Dengan menjadikan "Suara Rakyat: Suara Kesejahteraan" sebagai prinsip utama dalam Pilkada, kita bisa menciptakan Indonesia yang lebih baik. Pilkada bukan lagi hanya sebuah ritual demokrasi, tetapi menjadi momen untuk benar-benar memperjuangkan kesejahteraan yang merata.
Marilah kita sambut Pilkada bukan sebagai ajang kemenangan bagi satu individu atau kelompok, tetapi sebagai kemenangan bersama menuju kesejahteraan seluruh masyarakat. Hanya dengan menjadikan suara rakyat sebagai suara kesejahteraan, kita bisa mewujudkan Indonesia yang adil, sejahtera, dan makmur bagi semua. ([email protected].)