KOLAKAPOSNEWS.COM, Kolaka - Penyebab terjadinya banjir di Desa Sopura, Kecamatan Pomalaa beberapa waktu lalu akhirnya terkuak. Limpasan sedimentasi dari aktivitas pertambangan adalah pemicu utamanya. Hal itu berdasarkan hasil temuan DPRD Kolaka bersama instansi terkait saat melakukan kunjungan di Sopura pada Selasa (25/3/2025).
Dalam kunjungan itu, tim DPRD Kolaka yang terdiri dari anggota Komisi II dan III melihat langsung dampak banjir di Desa Sopura yang terjadi pada 11 Maret lalu. Tercatat ada 14 rumah dan 10 tambak ikan terkena dampak banjir.
Salah seorang warga Sopura, Harsa Setiawan mengungkapkan banjir yang melanda desa mereka dua pekan lalu adalah yang terparah sejak adanya aktivitas pertambangan. Banjir merendam belasan rumah dengan ketinggian air mencapai 70 cm. Tak hanya itu, luapan air juga menyebabkan tambak ikan milik warga gagal panen.
"Memang di desa kami biasa banjir, tapi tidak separah yang kemarin itu. Kemarin itu hanya hujan sekitar 3 jam tapi luapan banjir sangat parah. Bagaimana kalau hujannya lama, kasian kami pak," keluh Harsa kepada anggota DPRD Kolaka.
Dia menjelaskan, banjir terjadi karena air sungai di desa mereka meluap. Bahkan aliran sungai yang hulunya berada di kawasan hutan yang menjadi lokasi tambang, membawa sedimen lumpur dan masuk ke permukiman warga.
"Kami sering sampaikan ke perusahaan agar sebelum melakukan aktivitas penambangan, harusnya sudah melakukan antisipasi. Istilahnya sedia payung sebelum hujan. Tapi ini tidak, nanti terjadi masalah baru mereka buru-buru kasih bantuan. Padahal bantuan itu tidak seberapa nilainya, yang kami butuhkan bagaimana solusinya pak," ujar Harsa.
Menanggapi keluhan tersebut, Anggota DPRD Kolaka Israfil berjanji akan segera mencarikan solusi agar ke depan masalah banjir dapat diantisipasi. "Sabar pak, kami turun ini untuk mencarikan solusi. Kami akan memperjuangkan apa yang menjadi hak-hak bapak ibu selaku korban banjir," kata Israfil, yang juga Ketua Komisi III DPRD Kolaka.
Usai melihat dampak banjir di Sopura, tim DPRD Kolaka kemudian melanjutkan kunjungan di area pertambangan yang disinyalir menjadi biang kerok penyebab terjadinya banjir. Para wakil rakyat menyasar lokasi industri PT IPIP yang sementara dalam proses pembangunan. Alhasil, DPRD menemukan lokasi bukaan pengambilan material di PT IPIP belum dikelola dengan baik. Disinyalir, limpasan air dan sedimen dari pengambilan material itu mencemari aliran sungai hingga menyebabkan banjir di Desa Sopura.
Menurut anggota DPRD Kolaka, Anhar seharusnya setiap bukaan pengambilan material memiliki sedimen pond (kolam pengendap) dan tanggul penghambat atau cekdam. "Kami melihat ada beberapa bukaan di tempat pengambilan material timbunan itu tidak ada sedimen pond dan cekdam. Sehingga air limpasan dari area itu langsung ke sungai. Kami menganggap itu berpotensi besar menjadi penyumbang dampak banjir di Sopura beberapa pekan lalu," kata Anhar.
Sekretaris Komisi III DPRD Kolaka itu menginginkan semua perusahaan tambang di Pomalaa dapat melakukan langkah-langkah antisipastif dalam pengelolaan lingkungannya. Mulai dari menyiapkan sedimen pond hingga cekdam untuk mengontrol debit air yang keluar dari lokasi perusahaan. "Jadi air yang keluar dari area perusahaan itu harus dalam kondisi bersih, tidak ada lagi yang membawa sedimen. Solusinya hanya itu. Mereka harus mampu menghitung debit airnya dan bisa ditampung di cekdamnya," tambah Anhar.
Tak hanya di PT IPIP, DPRD juga mengagendakan meninjau lokasi perusahaan lainnya yang disinyalir menjadi penyebab banjir di Sopura dan sekitarnya. Perusahaan dimaksud yaitu PT Akar Mas Internasional (AMI), Putra Mekongga Sejahtera (PMS), Surya Lintas Gemilang (SLG), dan PT Toshida.
Anhar mengatakan seluruh perusahaan tersebut akan ditinjau untuk memastikan pengelolaan lingkungannya sudah sesuai prosedur atau tidak. "Perusahaan lainnya juga kita akan cek satu per satu," ujarnya.
"Selanjutnya kita akan panggil mereka semua untuk melakukan pemaparan terkait pengelolaan lingkungan di kantor DPRD. Kita tidak ingin ketidakpatuhan mereka dalam pengelolaan lingkungan membawa dampak buruk bagi masyarakat," tegas Anhar. (kal)