PT IPIP, SLG dan AMI Jadi Penyebab Banjir Pomalaa

  • Bagikan
Hasil rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kolaka, Rabu (30/4), memutuskan bahwa PT IPIP, SLG dan AMI wajib membayar ganti rugi atas gagal panennya 10 hektar tambak milik warga Desa Sopura, akibat banjir pada 11 Maret lalu. FOTO: Humas DPRD Kolaka
  • Wajib Ganti Rugi 10 Hektar Tambak Warga

KOLAKAPOSNEWS.COM, Kolaka - Hasil rapat dengar pendapat (RDP) DPRD Kolaka, memutuskan bahwa tiga perusahaan tambang di Kecamatan Pomalaa, wajib membayar ganti rugi atas gagal panennya 10 hektar tambak milik warga Desa Sopura. Ketiga perusahaan tersebut yakni PT Indonesia Pomalaa Industrial Park (IPIP), PT Surya Lintas Gemilang (SLG) dan PT Akar Mas Internasional (AMI). Ketiga korporasi itu dinilai paling berkontribusi atas terjadinya banjir di Desa Sopura dan Hakatutobu pada 11 Maret 2025 lalu.

Berdasarkan hasil penulusuran lapangan yang dilakukan oleh DPRD bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kolaka pasca terjadinya banjir, limpasan air dari area bukaan tambang ketiga perusahaan itu menjadi pemicu utama meluapnya aliran sungai di Desa Hakatutobu dan Desa Sopura. Akibatnya, luapan air yang membawa sedimen tanah merah itu menghantam tambak. Tercatat ada 10 hektar tambak terdampak banjir. Selain merusak tambak, banjir juga merendam puluhan rumah warga Sopura dan Hakatutobu.

Atas dampak tersebut, Ketua Komisi III DPRD Kolaka Israfil menegaskan, PT IPIP, SLG dan AMI wajib membayar ganti rugi kepada pemilik tambak. "PT IPIP, PT SLG dan PT AMI wajib memberikan ganti rugi atas rusaknya 10 hektar tambak warga Desa Sopura," tegas Israfil saat memimpin rapat dengar pendapat yang dihadiri pihak Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perikanan, PT IPIP dan PT SLG, mahasiswa dan warga korban banjir di Gedung DPRD Kolaka, Rabu (30/4/2025).

Israfil menjelaskan, keputusan ganti rugi ini sudah disepakati oleh pihak perusahaan bersama DPRD dan Pemkab Kolaka, saat rapat di kantor Dinas Lingkungan Hidup beberapa waktu lalu. Pembayaran ganti rugi dilakukan setelah Dinas Perikanan menghitung jumlah kerugian berdasarkan hasil verifikasi lapangan. "Terkait berapa nilai ganti ruginya, nanti pihak Dinas Perikanan yang menghitung berdasarkan fakta dan kondisi di lapangan," ujar legislator Gerindra itu.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Perikanan Kolaka Agussalim Pamus memastikan akan segera menurunkan timnya untuk melakukan verifikasi dan perhitungan kerugian tambak. "Kami akan menurunkan tim empat orang, nanti didampingi pihak DLH, masyarakat dan pihak perusahaan. Kita akan hitung secara detail mulai dari besar konstruksi tambak hingga biaya proses pengerukan. Kemudian hasil pengerukan harus dibuang jauh di tempat yang aman, tidak bisa dibuang di pematang karena kandungan sedimen itu cukup berbahaya. Kita ingin memastikan setelah dilakukan pengerjaan tambak itu bisa kembali produktif," jelas Agussalim Pamus.

Sementara itu, perwakilan perusahaan dari PT IPIP dan PT SLG menyatakan bersedia membayar ganti rugi setelah adanya hasil perhitungan. "Kami berkomitmen akan membayar ganti ruginya kalau sudah ada hasil perhitungannya," kata Roni Suzatman selaku perwakilan manajemen PT IPIP.

Selain masalah ganti rugi tambak, DPRD bersama Pemkab Kolaka juga mendesak ketiga perusahaan untuk segera memperbaiki sistem pengelolaan lingkungannya masing-masing. Langkah ini sebagai upaya antisipatif agar banjir serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari.

Terkait hal itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kolaka melalui Kabid Penataan Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan, Asnur mengungkapkan beberapa poin yang telah disepakati antara Pemkab Kolaka dan DPRD bersama sejumlah perusahaan tambang yang beroperasi di Blok Pomalaa, dalam rapat sebelumnya.

Ada beberapa poin yang disepakati secara tertulis. Pertama, setiap perusahaan yang belum memiliki beberapa izin pengelolaan lingkungan untuk segera melengkapinya dalam waktu singkat. Kedua, seluruh perusahaan pemegang izin lingkungan berkomitmen untuk melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dokumen yang telah dimiliki. Ketiga, setiap perusahaan pemegang izin lingkungan yang belum melakukan kewajiban pengelolaan lingkungan, maka diberikan waktu selama enam bulan untuk menyelesaikan kewajibannya.

Keempat, terhadap kondisi sungai yang digunakan untuk mengalirkan air limpasan dari perusahaan pemegang izin lingkungan, pihak perusahaan wajib melakukan pemeliharaan dan penanganan area sungai di dalam wilayah izin lingkungannya. "Apabila beberapa kesepakatan di atas tidak dilaksanakan, maka Pemda Kolaka akan melakukan penegakan hukum sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku," tegas Asnur. (kal)

  • Bagikan