Oleh: Hakim Nur Mampa
Di tengah hiruk pikuk aktivitas pertambangan di Kolaka, khususnya di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Pomalaa dan Wolo, tidak hanya membawa perubahan di sektor ekonomi, tetapi juga yang tak kalah pentingnya adalah ancaman terhadap kesehatan masyarakat yang bermukim di sekitar pertambangan berupa gangguan kesehatan yang beragam akibat pencemaran udara, air dan tanah. Aktivitas pertambangan nikel yang intensif telah menciptakan berbagai dampak lingkungan yang serius. Pencemaran udara adalah masalah utama yang harus dihadapi. Proses penambangan dan proses pengolahan ore nikel yang menghasilkan
debu dapat menganggu sistim pernafasan manusia. Penyakit seperti ISPA, asma, dan bronkitis kronis merupakan penyakit yang disebabkan paparan debu sehingga potensi akan meningkat. Padahal, warga yang tinggal di sekitar kawasan industri ini bukan hanya pekerja, tetapi juga anak-anak dan orang tua yang rentan terhadap efek debu yang terhirup setiap hari.
Selain itu, pencemaran air menjadi ancaman serius lainnya. Penggunaan bahan kimia berbahaya dalam proses pengolahan nikel berpotensi menyebabkan sungaisungai yang dulu menjadi sumber air bersih bagi masyarakat kini tercemar. Masalah ini mengarah pada peningkatan kasus penyakit saluran pencernaan akibat mengonsumsi air yang terkontaminasi. Dampak lebih jauh pun dirasakan dalam kerusakan ekosistem perairan mengakibatkan menganggu persawan yang menurunkan ketersediaan pangan local dan sedimentasi di pesisir pantai berpengaruh pada hasil tangkapan ikan para nelayan. Potensi pencemaran logam berat dari limbah proses pengolahan dan aktivitas pertambangan juga perlu diantisipasi, karena logamlogam berat dapat menyebabkan masalah Kesehatan serius jika masuk ke dalam tubuh baik melalu pernafasan, makanan, minuman dan kontak kulit langsung. Bagi Puskesmas, ini berarti lebih banyak kasus yang harus ditangani, dengan keterbatasan sumber daya yang ada.
Puskesmas Pomalaa dan Wolo, yang terletak di sekitar kawasan industri nikel, tidak hanya memberikan layanan medis sehari-hari tetapi juga bertindak sebagai garda terdepan dalam menangani dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh industri
pertambangan yang semakin berkembang. Di sisi lain, Puskesmas juga harus menghadapi masalah sosial yang semakin meningkat. Pekerja migran, baik daridaerah lain di Indonesia maupun dari luar negeri seperti China, mulai menjadi bagian
tak terpisahkan dari masyarakat Kolaka. Isolasi sosial yang mereka alami, bekerja jauh dari keluarga dan lingkungan sosial mereka, membawa dampak pada kesehatan mental mereka. Masalah stres dan gangguan psikososial seperti depresi menjadi lebih nyata, memerlukan perhatian lebih dari Puskesmas untuk menyediakan layanan kesehatan mental yang memadai.
Bahkan lebih mencemaskan, fenomena migrasi tenaga kerja ini potensi turut membawa risiko meningkatnya penyakit menular seksual dan HIV/AIDS. Pekerja migran yang tinggal jauh dari keluarga mereka cenderung memiliki perilaku yang lebih
berisiko. Ini semakin memperburuk beban kesehatan yang dihadapi Puskesmas Pomalaa dan Wolo, yang sudah kesulitan menangani jumlah kasus kesehatan yang terus meningkat.
Puskesmas yang sejatinya bertugas memberikan layanan kesehatan dasar kini harus beradaptasi dengan tantangan yang jauh lebih besar. Oleh karena itu, kolaborasi menjadi kunci. Puskesmas membutuhkan dukungan penuh dari berbagai pihak. Pemerintah daerah (Pemda) Kolaka melalui dinas terkait, misalnya, harus memastikan bahwa kualitas lingkungan terjaga dengan baik, dengan pengawasan ketat terhadap kegiatan pertambangan. Pemantauan kualitas udara, air, dan tanah
perlu dilakukan secara teratur. Selain itu, Pemda juga harus memastikan bahwa setiap aktivitas industri tidak merusak sumber daya alam yang digunakan masyarakat.
Kolaborasi dengan perusahaan pertambangan juga sangat penting. Sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), perusahaan tambang harus berinvestasi dalam fasilitas kesehatan, baik untuk pekerja mereka maupun masyarakat yang terdampak. Program-program kesehatan yang berfokus pada pencegahan penyakit, pengelolaan lingkungan yang baik serta pemeriksaan kesehatan rutin, harus menjadi bagian dari komitmen perusahaan.
Puskesmas juga membutuhkan dukungan dalam hal anggaran dan fasilitas. Program kesehatan mental bagi pekerja migran, yang semakin diperlukan di tengah tekanan pekerjaan dan isolasi sosial mereka, harus didorong. Jika tidak, masalah kesehatan mental akan semakin membebani sistem kesehatan di Kolaka.
Dengan demikian, tantangan kesehatan yang ditimbulkan oleh industri pertambangan nikel di Kolaka bukan hanya soal pencemaran atau penyakit fisik. Ini adalah masalah sistemik yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Puskesmas, dengan segala keterbatasan yang ada, memainkan peran yang tidak bisa dianggap remeh. Mereka adalah garda terdepan dalam melindungi kesehatan masyarakat Kolaka, yang harus didukung oleh kolaborasi dari pemerintah daerah, perusahaan tambang, dan masyarakat itu sendiri. (*)
Penulis adalah Dokter Kesehatan Kerja, Ketua IDI Cab. Kolaka Periode 2021-2024